Bagian 5
*****
Setelah menghentikan aksi kejar-kejaran gadis berambut putih dan adiknya, Ran segera melayangkan pertanyaan bagaimana Yuki bisa berada disini dan bagaimana ia menemukan tempat ini.
Yuki mengatakan bahwa ia tersesat, namun tentu saja Ran tidak percaya dan terus mendesak gadis itu untuk menjawab pertanyaannya dengan benar.
"Baiklah. Aku sedang sembunyi dari kejaran seseorang."
"Siapa?"
"Errr... Orang-orang yang tidak menyukaiku."
"Lalu pa yang ada di dalam tas itu?" Ran menunjuk pada tas yang didekap oleh Yuki sejak tadi.
"Ini ... sesuatu."
"Sesuatu apa?"
"Sesuatu yang ada di hatiku."
Tatapan datar Ran layangkan pada gadis yang kini tersenyum tanpa dosa seraya menyembunyikan tas usang itu di belakang tubuhnya.
"Kau mencurigakan." Setelah mengatakan itu, Ran menatap Rindou dengan isyarat mata yang hanya dipahami oleh mereka berdua.
Manik biru Yuki tak lepas dari kedua makhluk berbeda jenis yang kini seolah tengah melakukan telepati. Mungkin seharusnya ia tidak sembunyi disini. Mereka berdua aneh, dan firasatnya mengatakan bahwa ia harus segera pergi dari tempat ini.
Mengangguk pada rencana di kepalanya, gadis itu lantas angkat suara. "S-spertinya aku harus segera pergi karena aku baru ingat harus mengunjungi sepupunya sepupuku di rumah sepupunya."
Belum sempat bangkit dari kursi yang semula ia duduki, sesuatu melesat dengan cepat dan merampas tas di genggaman tangannya.
"Hei!" seru Yuki. Ia bersumpah akan menggoreng kadal biru kuning itu jika ia berhasil menangkap hewan aneh yang kini menjulurkan lidah padanya.
Tanpa menghiraukan kicauan gadis berambut putih itu, Ran segera membuka tas yang berhasil dirampas oleh Rindou. Kernyitan muncul di wajahnya ketika iris ungu Ran menatap dua benda yang terbuat dari emas yang ia keluarkan dari dalam tas usang tersebut. "Mahkota?"
Saat matanya beralih pada Yuki, gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Dari mana kau mendapatkan ini?" tanya Ran curiga.
Gadis itu mengerjap sebelum menjawab. "Itu punyaku."
"Jangan bohong."
"Aku tidak bohong."
"Tidak bohong, ya? Oke." Tanpa melepas pandangannya dari Yuki, Ran berkata pada kadal yang bertengger di bahunya. "Gigit dia, Rindou."
Yuki membulatkan mata. Gadis itu berteriak saat kadal menyebalkan itu mulai mengejarnya.
Namun seolah tersadar akan sesuatu, langkah kakinya tiba-tiba saja berhenti dan kini ia menatap Ran dengan keterkejutan yang nyata di wajahnya. "A-apa katamu tadi? R-Rindou?"
Ran mengangkat sebelah alisnya. Ia jelas bingung dengan reaksi yang diberikan Yuki begitu ia menyebutkan nama saudaranya.
Apa yang aneh?
"Ada apa denganmu? Kenapa-...." Kalimat Ran terpotong saat Yuki menanyakan namanya. "Hah?"
"Aku bilang, siapa namamu?!" desak Yuki. Kini gadis itu bahkan mengguncang tubuh Ran dengan kuat.
Begitu tersadar bahwa Yuki tidak mengenalnya di dunia aneh ini, Ran lantas menyebutkan namanya.
Yuki kembali terkejut. Alasan kenapa gadis itu kaget setelah mendengar namanya tentu saja tidak diketahui oleh Ran.
"Ya Tuhan, aku tidak percaya ini." Gadis berambut putih itu menutup mulutnya. Mata tak lepas dari wajah Ran yang bingung saat ia kembali berkata. "J-jadi, kau adalah pangeran yang hilang itu?"
Mendengar kalimat terakhir Yuki, Ran hanya bisa menghela napas berat. Ia lupa bahwa di dunia ini ia dikutuk jadi Rapunzel. "Ya. Dan bagaimana dengan itu?" tanyanya malas.
Masih dengan ekspresi kagetnya, Yuki menunjuk pada kadal yang Ran panggil 'Rindou' beberapa saat yang lalu. "L-lalu bagaimana dia bisa-..."
"Rindou disihir."
"Disihir?"
Ran mengangguk sebagai jawaban. "Penyihir gila mengubah Rindou menjadi seperti itu hanya karena dia kesal."
"Kesal kenapa?" tanya Yuki heran.
"Kau ini wartawan atau apa? Nanya terus."
"Aku ini maling, bukan wartawan."
"Sudah kuduga."
Mencibir sejenak, gadis bermata biru itu kembali bertanya. "Kau tidak mau pulang ke kerajaanmu?"
"Entahlah." Ran mengangkat bahu. "Rindou disihir, dan aku 'lupa' dimana letak kerajaan'ku' berada."
"Apa kau mau pulang? Aku bisa mengantar kalian."
Tatapan Ran langsung melesat pada Yuki ketika gadis itu berkata demikian. "Ada apa denganmu yang tiba-tiba bersikap baik ini?" tanyanya curiga.
"Aku hanya ingin membantu." Yuki berdalih. Jelas ada maksud terselubung di balik niat baik gadis itu.
Ran tidak perlu tahu ia membantu mereka karena hadiah yang akan diberikan pada penemu kedua pangeran sangatlah menggiurkan.
Satu peti besar koin emas, tunjangan hari tua, sertifikat tanah, dibebaskan dari pajak, rumah dinas, berfoto dengan Raja dan Ratu (itu tidak penting sih sebenarnya) serta jangan lupakan status bangsawan yang akan diberikan untuk siapapun orang yang menemukan pangeran Ran dan Rindou.
"Bagaimana kau membantu kami disaat wajahmu terpampang jelas di brosur pencarian?"
"Hah? Brosur ap-..." Kalimat Yuki terhenti saat Ran mengangkat selembar kertas yang ia temukan dari dalam tas miliknya. Wajah Yuki terpampang jelas di kertas tersebut.
Ah, ia lupa dengan selebaran bodoh yang bertebaran di kota saat ini.
"Gampang itu mah. Bisa diatur." Yuki mengibaskan tangannya. "Yang penting kita harus keluar dulu dari sini."
"Bagaimana dengan Rindou? Aku tidak akan pergi sebelum Rindou kembali seperti semula."
"Ah, aku lupa adik kadalmu." Yuki menghela napas lesu. "Tidak bisakah seorang putri menciumnya agar ia kembali jadi manusia?"
Ran mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Penyihir itu tidak memberitahu kami bagaimana cara mematahkan sihir kutukannya ini."
"Aish, siapa sih sebenarnya penyihir ini? Meresahkan sekali."
"Aku. Kenapa? Ga seneng?"
Sebuah suara baru membuat mereka menoleh hanya untuk menemukan Sanzu Haruchiyo yang mulai berjalan menghampiri mereka.
Sanzu ni macam jelangkung saja. Datang ga dijemput, pulang ga diantar.
Kesadaran seolah menampar Yuki saat siluet Sanzu semakin jelas terlihat di matanya.
"Kau!" Dengan heboh, gadis itu menunjuk pada Sanzu yang kini mengangkat sebelah alis seraya menatapnya. "Kau orang aneh yang selalu mengejar Manjiro!"
Mendengar nama 'Manjiro', iris mata biru es itu lantas membulat sempurna. Tampaknya Sanzu juga mulai mengenali gadis di depannya. "K-kau kan gadis menyebalkan yang selalu bersama Mikey!" seru Sanzu seraya balas menunjuk Yuki. "Katakan padaku dimana Mikey berada!"
Ah, masih saja mengejar seseorang yang tidak menginginkan kehadirannya.
Yuki menggeleng prihatin. Padahal Manjiro selalu lari jika bertemu Sanzu, namun seolah tidak pantang menyerah, laki-laki berambut merah muda itu tetap saja mengejar maniak taiyaki tersebut.
Kenapa Sanzu begitu terobsesi pada Manjiro? Padahal kan-....
Tunggu...
Apakah tadi ia mengatakan Sanzu terobsesi pada Manjiro?
Bohlam imajiner seolah muncul di atas kepala Yuki.
Sepertinya ia tahu apa yang harus dilakukan sekarang.
Gadis itu menyeringai saat dirasa ide yang ia dapatkan ini begitu sempurna. "Aku akan memberitahumu keberadaan dan semua hal tentang Manjiro dengan 2 syarat."
Sebelah alis Sanzu terangkat. Penyihir itu tampak tertarik dengan pertukaran yang akan mereka lakukan. "Apa itu?"
"Beri aku sekantong koin emas dan lepaskan sihir kutukan pangeran Rindou."
"Jika aku tidak mau?"
"Yasudah, berarti info Manjiro akan aku berikan pada Kisaki saja. Sepertinya Kisaki juga sedang mencari keberadaan Manjiro."
Mendengar penuturan tersebut, Sanzu sontak merasa panik. "JANGAN! Baik. Aku akan memenuhi persyaratanmu."
Yuki tersenyum penuh kemenangan saat Sanzu melemparkan kantong berisi koin emas padanya. Setelah itu, Sanzu lantas mengucapkan mantra untuk menghilangkan kutukan pangeran Rindou.
"Pimpimpom!"
Dan ... Walla, seekor kadal langsung berubah menjadi sosok pangeran yang ...
.... biasa-biasa saja.
Canda.
Ganteng kok, meski gantengan Ran di mataku. Hehe
.
.
.
Words : 1111
Senin, 29 Agustus 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com