Chater 24 : Penderitaan
"Ugh ... di mana ini?"
Mata kunang-kunang. Aruo perlahan memperhatikan apa yang berada di hadapannya. Setumpukan lemak berlendir yang berlipat-lipat.
"Akh!" dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya merasa sakit. Penglihatannya juga tidak seperti biasanya.
Merintih, Aruo mendorong tubuhnya untuk berdiri. Dia menggunakan kedua tangan sebagai penyangga untuk menopang tubuh. Didorongnya sekuat tenaga, demi dapat bangkit dari situasi yang tidak terduga.
Crack!
"Akhirnya ...."
Tulang-tulang Aruo berbunyi. Sepertinya dia sempat terseleo. "Masih terasa sakit, tapi sudah jauh lebih baik."
Penglihatan Aruo belum jelas. Setelah dia menutup mata sebelah kiri yang terasa agak pedih, penglihatannya mulai menjernih.
"Aku berhasil menghindari giginyq, tetapi itu tidak mengubah fakta bahwa aku telah masuk ke dalam perut."
Mengangkat telapak tangannya yang terlihat penuh bekas lecet, "apa yang harus aku lakukan ...?"
***
Di sebuah ruangan bawah tanah, gedung sekolah ....
"Hahaha! Mereka konyol sekali!"
Seorang pria berkeliling mengitari sebuah kursi yang diduki oleh seorang gadis dengan tubuh diikat.
"Lihat kakakmu! Dia langsung pergi ke markas utama tanpa menyelidiki gedung sekolah ini terlebih dahulu!"
Gadis yang diikat itu memberontak. Dia menggoyang-goyangkan kursi yang diduduki olehnya.
Pria itu tersenyum. "Percuma. Tidak ada yang dapat menyelamatkanmu di sini," pria tersebut mengambil sebuah senapan yang tersandar di dinding.
Dor!
Sebuah peluru bersarang di telapak kakinya. Gadis itu semakin memberontak dan berusaha menjerit dari balik kain. Matanya mengeluarkan air mata.
"Hoo," mendekat, "kukira air matamu telah habis. Awalnya aku juga terkejut karena kamu bisa menangis."
Dengan tubuh penuh luka, gadis itu menundukkan kepalanya meratapi nasibnya sambil menangis. Matanya menatap jauh ke dalam bayangan, membayangkan seolah-olah bisa mendapatkan kembali kebebasan.
Kepala gadis itu diinjak sampai kursi terjatuh. "Tidak akan ada yang bisa menyelamatkanmu! Haha!"
Pintu didobrak. Seorang gadis penuh darah dengan pistol ganda berdiri dan mengacungkan senjatanya kepara pria itu.
Pria itu melirik sinis. "Kamu sudah datang, ya? ...."
"Lepaskan adikku."
Menyeringai. Pria itu melepas senapannya dan mengambil dua pistol dari kantong. "Jika kamu menginginkan Four, maka rebutlah dariku ... Zero!"
***
Suara tubrukan antara tembakan dengan tembakan terdengar. Peluru yang akurat dan dilesatkan dengan begitu tenang. Dua orang pemegang gelar "Raja Senjata Api" sedang bertarung satu sama lain.
"Kamu ahli seperti biasa ya, Zero."
"Jangan panggil aku dengan nama itu, pengkhianat."
"Hmph. Aku? Pengkhianat?" Tash!
Sebuah peluru menjatuhkan pistol sang gadis di tangan kiri. Begitu pula dengan sang gadis yang menjatuhkan pistol si pria di tangan kanan.
Tash!
Tembakan kedua berhasil menjatuhkan pistol sang pria di tangan kiri, sedangkan pistol sang gadis masih dipegang. Akan tetapi, tangannya terkena peluru.
Pria itu langsung berlari mengambil senapannya yang dibuang ke lantai. Gadis tadi menembakkan sebuah peluru sehingga senapan tadi terdorong, tetapi pria itu tersenyum dan mengeluarkan sebuah ketapel dari saku celananya. Dia melontarkan sebuah bola besi yang berhasil menjatuhkan pistol di tangan kanan gadis itu.
"Bagaimana? Tangan kananmu terluka dan kamu sudah tidak memiliki senjata lagi. Menyerahlah."
"Hmph, tidak akan."
Sebuah jarum tiba-tiba terlontar ke arah pria itu. Dia menghindarinya tetapi saat dia berbalik, sebuah pistol telah digenggam oleh tangan kiri sang gadis.
"Matilah," peluru pistol itu ditembakkan ke arah si pria. Dengan sigap dia mengangkat ketapelnya yang terbuat dari besi dan digunakan untuk membelokkan peluru tersebut. Peluru itu hanya menggores pipinya.
"Hebat juga. Latihan?"
"Kamu tidak perlu tahu."
Tersenyum. Pria itu mengangkat tangan kanannya dan tiba-tiba sebuah pisau menancap di perut sang gadis.
"Beristirahatlah dengan tenang!" teriak seseorang. Sebuah bom dilemparkan ke arahnya.
Gadis itu berusaha menendang orang yang menusuk perutnya dan menjauhi bom. Sayangnya orang itu berhasil menghindar.
Melompat ke belakang, "upss!" sebuah es membekukan udara di belakangnya sehingga dia tidak bisa bergerak. Berkeringat dingin, terpojok, bom itu meledak tepat di hadapannya.
Hal selanjutnya yang gadis terikat di kursi sebelum pingsan ingat, tubuhnya dihujani oleh cairan merah dan beberapa bagian tubuh luar maupun dalam melompat ke mana-mana.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com