Dua Puluh Tiga
"Jangan suka menyimpulkan sesuatu sendiri, kenyataannya mungkin saja tak seperti yang kamu kira."
- Author -
🖤🖤🖤
"Ternyata kamu masih belum berubah, kamu masih suka menyimpulkan sesuatu sendiri. Memangnya kamu tahu dari mana kalau aku sudah bahagia dengan pilihanku?"
Zeira terlonjak, suara itu—suara yang sangat familiar untuknya, bahkan setelah tiga tahun berlalu.
"Atha.." Zeira memanggil nama itu, suaranya bergetar, air matanya semakin deras.
"Hai Zei, apa kabar?"
Atha—dengan setelan jasnya, ia tersenyum manis menatap Zeira.
Zeira terdiam, ia tak bisa berkata apa-apa. Bertemu Atha kembali, adalah hal terakhir yang ia impikan saat ini.
Aira menepuk bahu Zeira, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Kak Zei, aku pergi dulu. Selesaikan semuanya sekarang." Aira memilih beranjak, ia akan memberikan ruang untuk dua orang dewasa itu menyelesaikan masalah yang selama ini terjadi di antara mereka.
Setelah kepergian Aira, Atha segera duduk di tempat Aira sebelumnya. Atha memperhatikan Zeira lekat-lekat, gadis itu terlihat meremas-remas kedua tangannya dengan cemas, entah apa yang sedang ia pikirkan sekarang. Zeira bahkan enggan untuk menatap wajah Atha, ia terus saja mengalihkan pandangan.
Beberapa saat berlalu, tapi keduanya masih sama-sama membisu, keduanya sama-sama enggan untuk membuka suara lebih dahulu.
Decitan kursi membuat Atha menoleh, dilihatnya Zeira bangkit dari duduknya.
Zeira hanya tidak ingin Desti salah paham saat melihatnya hanya berdua dengan Atha, jadi lebih baik ia menghindari hal itu.
"Jangan menghindar," ucap Atha, ia mencekal pergelangan tangan Zeira.
"Lepasin!" Zeira memberontak.
"Duduk dulu Zei, aku mau ngomong." Atha menatap Zeira dalam, sampai akhirnya Zeira mengalah, ia kembali duduk seperti keinginan Atha.
"Aku tau, kamu pasti bingung kan? Kamu pasti bertanya-tanya tentang ini semua? Dan sekarang, silahkan tanyakan apapun yang mengganjal dihati dan pikiran kamu, aku bakal jawab semuanya. Jangan menghindar lagi Zei, kita selesaikan semuanya sekarang," pinta Atha.
Zeira menunduk, ia tak berani menatap wajah Atha. "Apa yang terjadi tiga tahun lalu, Tha?" tanyanya takut-takut.
"Ada banyak Zei, salah satunya kita putus, terus kamu nuduh aku selingkuh sama Desti, dan aku pergi. Itu sih yang paling aku ingat," jawab Atha sambil tertawa pelan, tepatnya menertawakan dirinya sendiri.
"Bukan itu, tapi sebelumnya." Zeira memberanikan diri mengangkat wajahnya, akhirnya mata mereka bertemu lagi setelah sekian lama.
"Pertanyaan kamu kurang jelas, yang terjadi tiga tahun lalu itu sangat banyak, aku nggak mungkin ingat semuanya, Zei." Atha tersenyum seraya menatap Zeira.
"Oke, kenapa kamu mutusin aku waktu itu?" tanya Zeira to the point.
"Itu ya, bukannya udah jelas."
"Iya ya, bodoh banget sih aku nanyain itu, padahal udah jelas-jelas kamu lebih milih sama Desti ketimbang sama aku waktu itu, iya kan, Tha?" Zeira meringis pelan saat mengucapkannya.
"Sebegitu buruknya kah aku di mata kamu, sampai-sampai kamu bisa berpikiran begitu, Zei?" Atha balik bertanya.
"Tapi bener kan? Karna itu kamu mutusin aku waktu itu."
"Bukan." Atha menjawab singkat, ia menatap Zeira kecewa.
"Lalu apa?" Zeira membalas tatapan Atha, ia terlihat bingung.
"Dengar Zei, aku nggak semurahan itu sampai-sampai harus selingkuh sama sahabat pacarku sendiri. Itu terlalu murahan, bukan aku banget."
"Lalu karna apa? Jangan bertele-tele, Tha. Apa alasannya?" tanya Zeira tak sabar.
"Kamu," jawab Atha pada akhirnya. "Semuanya karena kamu, aku nggak suka saat itu kamu deket sama Nata, aku cemburu Zei, kamu bahkan deket sama banyak laki-laki lain. Sementara kalau aku? Kamu pessesif, kamu nggak suka aku deket sama cewek lain, tapi kamu sendiri malah begitu. Kamu juga egois, kamu nggak pernah mikirin perasaan aku, kamu cuma mau mikirin diri kamu sendiri." Atha tersenyum miris saat mengingatnya.
Zeira bungkam, ia tertohok dengan kebenaran yang baru saja didengarnya. Jadi, selama ini ialah yang telah menghancurkan hubungan mereka, bukan Atha, apalagi Desti. Kenapa selama ini ia terlalu bodoh? Bahkan selama tiga tahun ini ia hidup dalam kesalahpahaman, kesalahpahaman yang meretakkan hubungannya dengan Atha, bahkan Desti, sahabatnya sendiri.
"Aku nggak tau, aku sama sekali nggak tau. Aku pikir selama ini kamu baik-baik aja, Tha. Kamu bahkan nggak pernah negur aku, kamu nggak bilang apa-apa saat itu. Kenapa kamu cuma diam, seharusnya kamu ngomong, Tha. Kamu seharusnya negur aku, Tha." Zeira menangis, ia sungguh merasa sangat bersalah.
"Aku nggak negur kamu? Iya, aku juga salah karna nggak negur kamu waktu itu. Tapi seharusnya kamu peka, kamu seharusnya bisa menjaga perasaan pasangan kamu saat itu, tapi kamu cuma mikirin diri kamu sendiri, kamu terlalu nggak peduli sama apa yang pasangan kamu pikirin."
"Aku ... aku minta maaf, Tha. Aku emang bodoh, aku menyalahkan kamu, tapi aku sendiri yang udah buat kesalahan itu. Maafin aku, Tha, aku benar-benar minta maaf." Zeira menyesal, kenapa dulu ia harus sebodoh itu? Bahkan Desti yang tak tahu apa-apa harus ia salahkan atas semuanya.
"It's okay, aku udah nggak mempermasalahkan semua itu. Aku cuma ingin kamu tahu alasan sebenarnya, aku sama sekali nggak berniat untuk menyalahkan kamu. Karena kita berdua sama-sama salah, waktu itu kita masih labil." Atha memang kecewa jika ia mengingat hal itu kembali, tapi ia tidak berniat untuk menyalahkan Zeira atau semacamnya, ia hanya ingin gadis itu mengetahui faktanya.
"Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?" lanjut Atha.
"Apa hubungan kamu sama Desti?"
"Kita sepupu."
Zeira tercengang, kenyataan apa lagi ini? Mereka sepupu? Dan selama ini ia tak tahu menahu tentang hal itu.
"Kok bisa? Kenapa aku nggak tahu?"
Atha terkekeh. "Ya bisa lah, kamu nggak tahu karena kamu nggak pernah nanya. Kalau kamu lupa, Desti itu orang baru di Jakarta, sebelumnya dia tinggal di Bandung. Dan Oma aku juga tinggal di Bandung. Bunda sama Tante Vina itu sodaraan, jadi aku dan Desti sepupuan."
Zeira mengerti sekarang, ia tak tahu menahu itu karena ia terlalu masa bodoh dengan keadaan di sekitarnya. Atha benar, ia hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa mau tahu keadaan sekitar.
"Apa kamu berpikir kalau aku lagi bohong sekarang?" tanya Atha memastikan.
Zeira menggelengkan kepalanya, ia percaya, sangat-sangat percaya kalau Atha sedang tidak berbohong.
"Seminggu kamu dan Desti menghilang, kalian pergi kemana?"
"Kami ke Bandung."
"Untuk?"
"Jengukin Oma yang lagi sakit. Kami sekeluarga pergi ke sana buat nemenin Oma. Dan beberapa hari setelahnya, Oma meninggal." Atha menatap Zeira sendu, ia kembali teringat almarhumah Oma-nya.
"Maaf, aku nggak bermaksud."
"Nggak papa, aku nggak papa," ucap Atha.
"Maaf juga udah nuduh kamu sama Desti yang enggak-enggak, aku benar-benar nyesel, Tha."
"Udah, lupain aja. Jangan diungkit lagi, itu cuma masalalu."
Yah—Atha benar, semuanya hanya masalalu. Sekarang, yang ingin Zeira lakukan adalah meminta maaf kepada Desti, dan memberikan selamat atas pernikahannya, entah dengan siapa? Yang jelas bukan Atha orangnya, Zeira saja yang selama ini selalu berpikiran negatif tentang mereka.
"Makasih sudah mau menjelaskan semuanya." Zeira tersenyum menatap Atha, ia bersyukur karena Atha sudah mau menjelaskan semuanya kepadanya.
Atha membalas senyum Zeira, ia lega, setidaknya mereka tidak lagi hidup dalam kesalahpahaman. Kini, kesalahpahaman sudah berakhir.
🖤🖤🖤
Konflik yang puanjaaaang ini akhirnya selasai juga, hmm.
Selesainya cuma begitu doang lagi, dasar aku!😂
Kalau ada yang belum jelas, sok atuh ditanyakan! Pasti dijawab kok:)
Bau-bau end udah kecium belum sih?😂
Seperti biasa, angkat tangannya dong yang udah baca, say hi dulu👋
See you next part!
Salam, sriiwhd
18 Juli 2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com