Enam Belas
"Ini bukanlah akhir dari segala akhir, tapi ini adalah awal menuju akhir yang sebenarnya."
- Atha & Zeira -
🖤🖤🖤
Tiga tahun kemudian..
Panasnya Jakarta tak membuat gadis itu menyerah begitu saja, di tengah teriknya matahari ia berlari secepat-cepatnya menuju salah satu universitas yang ada di kota tersebut, universitas tempatnya menuntut ilmu.
Bagaimana tidak? Siang ini adalah mata kuliahnya Pak Gunawan, salah satu Dosen yang mendapat predikat 'killer' oleh semua mahasiswa di kampusnya. Oh God, ia teringat sesuatu? Untuk apa ia berlari seperti ini jika ujung-ujungnya akan tetap dikeluarkan dari kelas? Pak Gunawan memang tidak akan mentolerir keterlambatan dalam bentuk apapun, beliau sangat disiplin waktu, tiga puluh detik saja terlambat, Pak Gunawan tak akan segan-segan untuk mengatakan keluar kepada orang itu. Huh, sangat menyebalkan bukan?
Dengan langkah terseret gadis itu kembali melanjutkan jalannya, kali ini tidak berlari. Apa lebih baik ia membolos saja? Dari pada harus berakhir diusir, ujung-ujungnya sama saja kan, sama-sama tidak mengikuti mata kuliahnya Pak Gunawan yang killer itu. Wait, ini bukan kisah novel-novel seperti Dosen yang terlibat cinta dengan mahasiswinya sendiri, ogah sekali jika harus begitu. Pak Gunawan itu sudah beristri dan juga punya anak, bisa dibilang beliau sudah tua, beliau hampir kepala lima. Jika Dosennya tampan dan muda, mungkin ia bersedia menjalani kisah layaknya sebuah novel, tapi tidak jika dengan Pak Gunawan, big no!
Di sinilah sekarang gadis itu berakhir, di sebuah cafe yang berada dekat dengan universitasnya, bahkan sangat dekat, cafe ini tepat di depan universitasnya. Kebanyakan yang berkunjung di cafe ini adalah anak muda, hmm, bukankah ia juga masih anak muda? Tentu saja masih, ia baru berumur dua puluh tahun sekarang. Ralat, maksudnya anak muda tadi adalah anak SMA. Bisa dilihat dari seragam mereka yang belum diganti sama sekali, heran, anak-anak jaman sekarang pulang sekolah langsung main saja. Bicara soal SMA, ia jadi ingat masa SMA-nya dulu, tak semenyenangakan yang orang-orang rasakan, miris memang!
Kenapa ia harus memikirkan masa itu? No, hidupnya sekarang berfokus ke depan, tak ada lagi yang namanya melihat ke belakang. Yang namanya masa depan itu di depan, yang di belakang itu hanyalah masalalu. Oke, sudah cukup membahas masalalu, tidak ada gunanya juga kan? Yang ada hanya mengenang sesuatu yang tak harus dikenang.
"Zeiraa!"
Seketika gadis itu menoleh ke belakang saat seseorang memanggil namanya, yah— gadis itu adalah Zeira.
"Fris, loh kok? Bukannya lo lagi itu ya?"
Orang yang Zeira sebut Fris itu merengut kesal, "Iya, tadinya gue mau ikut kelasnya Pak Gunawan, but, you know lah, gue diusir sama beliau padahal telat cuma lima menit doang, dasar emang, Dosen nggak punya perasaan!" ceritanya dengan menggebu-gebu.
Zeira terkekeh geli mendengar Friska yang berceloteh kesal tentang Pak Gunawan, Dosen killer mereka itu memang tak berperasaan sama sekali, bahkan tanpa menanyakan alasan mereka terlambat, beliau langsung mengusir siapapun orang itu, kejam sekali bukan? Seharusnya biarkan mereka menjelaskan apa alasan mereka terlambat, tapi ini malah main usir-usir saja.
"Kita senasib Fris, tapi bedanya gue nggak nekat buat masuk kelasnya Pak Gunawan, gue langsung berbelok arah menuju cafe ini, males banget gue kalau harus masuk terus ujung-ujungnya malah diusir."
Friska langsung menyerobot habis vanilla latte pesanan Zeira yang tinggal setengah, katanya haus setelah lari-lari demi masuk kelasnya Pak Gunawan yang ujung-ujungnya juga malah diusir, kasian memang!
"Minuman gue, main embat aja lo, gantiin!"
"Gue haus Zei, capek abis lari. Perhitungan banget sih lo sama gue." Dengan wajah yang merengut kesal Friska menatap Zeira, padahal Zeira hanya bercanda, lagian ia tak sepelit itu dengan teman-temannya.
"Canda deh, serius amat lo."
"Lo nggak ada kelas lagi kan? Setelah ini lo mau ke mana?" tanya Friska kemudian.
"Yap betul sekali, palingan pulang abis ini. Emangnya kenapa?"
"No, lo harus temenin gue ke mall," ucap Friska, melarang Zeira yang setelah ini berniat ingin pulang.
"Ngapain?"
"Shopping dong, udah lama nggak belanja. Lagian bokap baru transfer uang, biasa tanggal muda," cengir Friska dengan lebar, Friska ini adalah anak kost, ia memilih kuliah di Jakarta padahal kedua orang tuanya tinggal di Banjarmasin, bisa dibilang ia adalah anak rantauan.
"Seneng banget sih, akhir bulan ntar nelangsa tau rasa lo. Sekali-kali hemat kali Fris, jangan ngabisin uang mulu!"
"Ini juga gue sekali-kali belanja, biasanya kan gue hemat melulu," balasnya tak mau kalah.
"Hemat pala lo hemat! Jelas-jelas lo itu boros, belanja ini lah, itu lah. Semuanya aja lo embat."
"Malah ceramah, mau nemenin nggak?"
"Nggak gratis, lo harus traktir gue tapinya."
"Nggak pernah ikhlas lo kalau nemenin gue, maunya traktiran melulu deh."
"Sekali-kali lah gue morotin lo, biasanya kan lo yang morotin gue."
"Iya juga ya, yaudah deh sekali-kali lah gue baik sama lo," celetuk Friska pada akhirnya.
Seketika itu keduanya langsung tertawa, sama-sama menertawakan kegilaan mereka, sangat aneh memang, tapi Zeira merasa hidupnya damai semenjak ia berusaha berhenti mengenal yang namanya jatuh cinta.
Jatuh cinta, sudah tahu jatuh itu sakit, tapi masih saja banyak yang menginginkannya, dasar bocah jaman jigeum!
🖤🖤🖤
Makin aneh dan nggak nyambung banget kan cerita ini? Hmm, maafkan yaa.
Yang nggak suka mending minggat aja deh, dari pada gimana-gimana nantinya.
See you next part!
Salam, sriiwhd.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com