Sembilan Belas
"Ternyata sakit yang sebenarnya itu begini."
- Zeira -
- OoO -
Mia berhenti tertawa bersamaan dengan suara seseorang yang membuat mereka berdua sama-sama terdiam.
"Selamat ya, Mi," ucap orang itu menginterupsi percakapan Zeira dan Mia.
Zeira mematung, ia tak menyangka hari itu akan tiba, hari di mana mereka kembali bertemu.
Mia yang peka dengan keterdiaman Zeira segera mencairkan suasana, "Desti? Ya ampun apa kabar? Dateng juga lo, gue pikir enggak. Hmm, akhirnya kita kumpul lagi kan," ucap Mia sambil melirik ke arah Zeira dan Desti secara bergantian, ia ingin mereka akur seperti dulu lagi, tapi sepertinya Zeira masih belum bisa melupakan kejadian masalalu di antara mereka, Mia bahkan tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang sebenarnya salah di antara Zeira dan Desti? Ia tidak bisa menyalahkan siapapun di antara mereka berdua, karena pasti ada alasan dibalik apa yang pernah Desti ataupun Zeira lakukan di masalalu yang membuat retaknya persahabatan mereka.
"Nggak mungkin gue nggak dateng, apalagi ini acara spesial lo, gue nggak akan lupa sama temen," balas Desti, entah kenapa itu seperti sindiran halus untuk Zeira, memangnya siapa yang melupakan teman? Meski begitu, Zeira sangat merasa tersindir dengan ucapan Desti itu, tapi ia memilih untuk bungkam, ia malas berbicara dengan seorang penghianat.
Suasana canggung sangat terasa di antara ketiganya, tidak ada lagi candaan yang biasa mereka lontarkan seperti dulu, semuanya benar-benar sudah berbeda, jika saja dulu Desti tidak menghianatinya, mungkin mereka masih akrab dan bersahabat seperti dulu.
Hingga sebuah suara sedikit mengikis rasa canggung di antara mereka, setidaknya tidak secanggung tadi.
"Wih, pada reunian nih."
"Eh, Alden. Wih, sama siapa nih?" tanya Mia melirik cewek yang tengah digandeng oleh Alden.
"Cewek gue dong, emang mereka berdua nih, dateng nggak bawa gandengan." Alden menunjuk ke arah Zeira dan Desti.
"Fris, seharusnya lo nggak usah mau diajak ke sini sama Alden," ucap Zeira.
"Fris? Fris siapa?" bingung Mia.
"Gue Friska," ucap Friska memperkenalkan diri, ia menjabat tangan Mia dan Desti bergantian.
"Abisnya Alden maksa gue Zei," balas Friska, karena kenyataannya memang begitu, Alden datang ke kost'an-nya dan memaksanya untuk ikut menghadiri acara pertunangan Mia, yang katanya adalah temannya.
"Udahlah Yang, pake bilang aku maksa segala lagi," gerutu Alden.
"Kan emang kenyataannya gitu."
"Iya-iya, maaf Yang."
"Yang, Yang, pala lo peyang!" ejek Mia.
"Dih sirik," balas Alden mengejek balik.
"Ngapain sirik? Gue udah selangkah lebih maju dari lo kali, nih buktinya." Mia mengangkat tangannya, ia memamerkan cincin tunangannya dengan Bisma.
"Serah lo!"
"Eh Desti, apa kabar? Udah lama lho kita nggak ketemu," sapa Alden.
"Ya seperti yang lo lihat, gue baik," balas Desti.
"Atha apa kabar?"
Mereka semua kembali terdiam, Alden tak menyadari jika ia sudah salah berucap, bahkan permukaan wajah Zeira sudah berubah keruh, luka itu—luka yang berusaha ia kubur dalam-dalam setelah sekian lama kini perlahan kembali terangkat ke atas permukaan.
"Dia baik," jawab Desti singkat, matanya melirik ke arah Zeira sebentar sebelum akhirnya menjawab.
Zeira tak sanggup lagi, jadi selama ini mereka baik-baik saja? Bahkan mereka bertahan sampai sejauh ini? Otak Zeira saja yang terlalu bodoh, berharap mereka akan berpisah setelah nanti bertemu kembali, kenyataannya tidak, mereka masih bersama. Lagi-lagi menyimpulkan sesuatu sendiri, sepertinya itu akan menjadi kebiasaan buruk untuk Zeira. Ia terlalu malas untuk bertanya, karena terlalu takut untuk mengetahui fakta yang sebenarnya, bisa saja fakta itu lebih menyakitkan dari apa yang ia rasakan sekarang.
"Ooh." Alden menggaruk tangkuknya yang sama sekali tidak gatal, ia baru menyadari apa yang barusan ia ucapkan salah, tak seharusnya ia menanyakan Atha di saat ada Zeira didekat mereka.
Suasana lagi-lagi canggung, sampai akhirnya Zeira memilih beranjak ke toilet, "Gue ke toilet dulu," ucapnya sambil berlalu dari hadapan mereka.
"Gue juga," ucap Friska sambil menyusul Zeira yang pergi ke toilet, ia mengetahui dengan pasti, suasana hati Zeira saat ini pasti sedang kacau, walaupun mereka berteman baru setahunan ini, tapi Friska sudah mengetahui hal apapun tentang Zeira, karena Zeira orangnya sangat terbuka.
🖤🖤🖤
Setelah ditinggal pergi ke toilet oleh Zeira dan Friska, sekarang hanya ada Desti, Mia, dan Alden yang duduk di salah satu meja yang ada di tempat pertunangan Mia itu.
Desti membuka suara, menghilangkan kesunyian yang sempat melanda.
"Gue mau nikah."
Mia yang sedang minum hampir saja menyemburkan air di mulutnya, ia membulatkan mata menatap Desti.
Alden juga sama, ia tak kalah terkejutnya dari Mia. Bagaimana bisa? Ucapan Desti benar-benar membuat mereka kaget sekaget-kagetnya.
"Ma-mak...sud, lo?" tanya Mia sedikit terbata.
"Gue bakal nikah," ucap Desti, kali ini tangannya bergerak mengambil sesuatu di dalam tasnya.
Sebuah undangan.
"Wow, ternyata lo selangkah lebih maju dari Mia," ucap Alden, ia menatap takjub ke arah Desti. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja Desti mengatakan hal itu.
Desti mengulurkan undangan itu ke arah Mia dan juga Alden, mereka berdua mengambilnya.
Lalu, lagi-lagi mereka dibuat terkejut.
Di sana tertera nama Desti, pastinya.
Tapi nama cowoknya... Wait, bagaimana bisa? Ini sangat membingungkan.
Mia dan Alden saling tatap, beberapa detik kemudian mereka sama-sama tersenyum penuh arti.
🖤🖤🖤
Typo mungkin bertebaran🙏
Gimana sama ceritanya? Penasaran? Mau lanjut? Atau kita udahan aja sampai disini? Ehh.
Btw, Atha-nya diumpetin dulu ya, nanti muncul lagi kok, jangan kaget kalau Atha nanti muncul eh malah? Malah apa ya? Nggak ada kok, nggak usah negatif thinking gitu lah, haha.
Yang kangen sama Atha ada nggak? Angkat tangannya coba? Atau mau angkat kaki aja? Ahahaa, jangan lah😂
Jangan bosen-bosen nungguin cerita ini up dan thanks sudah baca, maafkan ceritanya yang selalu pendek, kalau panjang-panjang nanti malah kehabisan ide, hehe.
See you next part, yang nggak tahu kapan mau ngetik lagi:)
Salam, sriiwhd
08 Juni 2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com