Salju tipis turun di luar jendela, menempel sebentar lalu meleleh di kaca. Di dalam ruangan, cahaya hangat dari lampu pohon natal kecil memantul pada ornamen berkilau. Kau duduk di lantai dengan selimut tebal melingkar di bahumu, sementara Mystery duduk di sampingmu, menyandarkan tubuh pada sofa.

Di pangkuanmu ada cangkir cokelat panas dengan marshmallow yang perlahan meleleh, sementara di tangan Mystery ada kotak kado berwarna merah dengan pita emas. Dia memandangmu lama sebelum akhirnya menyodorkannya.

"Untukmu," katanya pelan.

Kau mengangkat alis. "Aku pikir kita sepakat tidak perlu saling memberi kado."

Mystery hanya tersenyum, ekspresi yang sulit kau lawan. "Aku tidak bisa menahan diri. Natal pertama kita bersama, aku ingin kau mengingatnya."

Dengan hati-hati, kau membuka pita emas itu. Di dalamnya ada syal rajut berwarna krem lembut. Kau menyentuhnya. Hangat, halus, dan kau langsung menyadari bahwa syal itu buatan tangan.

Kau mendongak untuk menatapnya. "Kau merajut ini sendiri?"

Pipi Mystery merona tipis. "Aku belajar. Mungkin tidak sempurna, tapi aku ingin kau memakainya saat dingin, agar kau selalu ingat meski aku tidak ada di sampingmu, aku akan tetap menjagamu."

Hening sejenak. Hanya suara kayu terbakar di perapian kecil yang terdengar. Kau segera melingkarkan syal itu di lehermu, setelah itu kau mencodongkan tubuh lebih dekat pada Mystery.

"Terima kasih," bisikmu sebelum mengecup pipinya dengan lembut. "Maaf, aku tidak mempersiapkan hadiah untukmu."

Mystery tersenyum. Tangannya terangkat untuk membingkai sisi wajahmu, ibu jari membelai pipimu ketika ia menjawab,

"Kau tidak perlu memberiku hadiah apapun, karena kehadiranmu dalam hidupku sudah menjadi hadiah terindah yang Tuhan kirimkan untukku."