I : I will not
Ran tidak tau apa yang terjadi pada kekasihnya ini. [Name] terus saja bergelayut padanya sejak kemarin. Bukannya Ran keberatan, tentu saja ia senang jika [Name] bermanja padanya. Tapi masalahnya, Ran harus segera pergi untuk bersiapan melawan Geng yang akan ia lawan bersama rekan-rekannya sekarang.
"Lepaskan aku, [Name]."
"Tidak mau!" [Name] menggeleng keras seraya mengencangkan lilitan tangannya di perut Ran. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi."
Ran menghela napas sebelum mengusap punggung tangan [Name] di perutnya. "Sebenernya ada apa? Tidak biasanya kau seperti ini."
"Mimpi."
Kernyitan muncul di dahi Ran begitu mendengar gumaman gadis kesayangannya tersebut. "Mimpi?"
"Mimpiku waktu itu. Aku bermimpi kau mati tertembak di tengah perkelahian. Di tanggal ini. " Bibir [Name] sedikit bergetar, gadis itu buru-buru menggigit bibir bawahnya sebelum kembali berkata. "Tidak bisakah kau tetap disini, Ran? Kumohon. Aku sangat takut mimpi itu menjadi kenyataan."
Ran segera melepas lilitan tangan [Name] dan berbalik menghadap kekasihnya. "Hey." Kedua tangan Ran terangkat untuk membingkai wajah [Name] yang ternyata sudah dibasahi airmata. "Kau jangan khawatir. Itu hanya mimpi. Aku akan baik-baik saja. Aku akan segera kembali setelah-..."
"Kau akan tetap pergi?"
"[Name], aku-...."
"Baik. Kau boleh pergi." [Name] menatap Ran dengan sorot mata yang dingin. "Setelah itu jangan pernah temui aku lagi."
Iris violet Ran sedikit terbelalak mendengar kalimat tersebut. "A-apa? Kau-...."
"Pilihan ada di tanganmu, Ran." [Name] melepaskan tangan Ran di wajahnya. "Jika kau melewati pintu itu dan pergi ke tempat yang kau katakan, maka hubungan kita berakhir."
"Jangan bercanda, [Name]!" Ran berteriak marah. Ia tidak suka dengan kata-kata gadis di depannya ini. Bagaimana mungkin [Name] mengancam akan mengakhiri hubungan mereka?
"Aku tidak bercanda," ucap [Name] sebelum gadis itu berbalik untuk memunggungi Ran. "Aku ingin tahu, kau lebih mementingkan egomu atau hubungan kita."
Suasana menghening beberapa saat.
Dalam hati, [Name] berharap Ran lebih mementingkan hubungan mereka dibanding dengan ego laki-laki itu. Namun apa mau dikata, harapan itu pupus saat telinganya mendengar pintu terbuka dan tertutup kembali di belakangnya.
Tanpa bisa dicegah, airmata kembali menganak sungai di wajah [Name]. Jadi ini pilihan Ran? Dia lebih rela melepas [Name] dibanding tidak pergi hari ini saja? Setidak penting itukah hubungan mereka bagi laki-laki itu?
"Maafkan aku."
Sepasang tangan yang melingkari bahunya membuat [Name] tersentak. Gadis itu menoleh hanya untuk menatap manik ungu Ran yang balas menatapnya.
"Aku tidak akan pergi. Jangan menangis lagi. Kumohon," ucap Ran lembut. Namun bukannya tenang, [Name] justru mengeraskan tangisannya. Ran bahkan sampai panik dan berusaha menenangkan gadis kesayangannya.
Ran segera membalikkan tubuh [Name] dan mendekapnya dengan erat. "Ssssttttt... Jangan menangis lagi, sayang. Aku minta maaf."
[Name] tidak menjawab, namun gadis itu segera membalas pelukannya.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com