Chào các bạn! Truyen4U chính thức đã quay trở lại rồi đây!^^. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền Truyen4U.Com này nhé! Mãi yêu... ♥

Y : Yours

Sejak hari dimana kau menemukan Mystery di belakang kafemu dalam kondisi yang kacau, pria berambut lilac itu menjadi sosok yang jauh lebih pendiam dari biasanya.

Mystery masih datang ke kafemu untuk membantu dan menghabiskan waktu, meski sebagian besar waktunya lebih sering ia habiskan untuk melamun.

Namun sudah beberapa hari ini Mystery tidak muncul. Panggilan teleponmu tidak pernah diangkat olehnya, dan pesanmu pun tidak pernah mendapat balasan darinya.

Apakah ia sedang sibuk dengan kegiatan grupnya? Tapi meski sibuk, biasanya Mystery akan menyempatkan diri untuk sekedar mengirimkan pesan padamu.

Kali ini berbeda.

Ada yang aneh.

Perubahan sikap Mystery bermula setelah malam itu.

Sebenarnya apa yang terjadi dengannya?

Apa yang begitu menggetarkan hingga membuat pria yang selama ini selalu terlihat tenang dan penuh percaya diri itu berubah menjadi sosok yang rapuh, sunyi, dan tampak hancur?

Kau mengingat jelas bagaimana tubuhnya gemetar dalam pelukanmu. Bagaimana napasnya tersendat seolah dunia di dalam dirinya telah hancur dan yang tersisa hanya reruntuhan. Kau mengingat permintaan maafnya yang terdengar seperti akhir dari segalanya. Tapi setelah itu, tak ada penjelasan. Tak satu pun kata keluar darinya yang bisa kau pegang sebagai jawaban.

Hanya diam.

Diam yang terasa seperti dinding tak kasatmata di antara kalian.

Kau menggenggam ponselmu erat. Namanya masih ada di daftar terakhir yang kau hubungi. Layar berkilau dengan satu tulisan sederhana.

Tidak Terjawab.

Apakah dia baik-baik saja?

Tapi jika ia memang baik-baik saja, Mystery tidak akan membiarkanmu menunggu tanpa kabar seperti ini. Ia bukan tipe orang yang menghilang begitu saja. Bahkan saat paling sibuk sekalipun, pria itu akan tetap mengirimimu pesan meski hanya satu kalimat, bahkan satu emoji sebagai bentuk perhatiannya.

Tak kuasa menahan kekhawatiranmu, kau memutuskan untuk menemuinya. Tadi pagi, kau mendengar beberapa pelangganmu membicarakan Saja Boys yang akan berada di acara awards bersama Huntr/x. Ketidaktahuanmu tentang rutinitas Mystery sedikit membuatmu sesak karena hal itu seolah telah membuktikan akan adanya jarak yang kini membentang di antara kalian.

Kau segera keluar dari kamarmu. Mematikan lampu dan mengunci pintu. Kau menghela napas sejenak sebelum berbalik untuk berjalan menuju tempat tujuanmu. Di tengah langkahmu, kau tiba-tiba berhenti ketika menyadari adanya keanehan yang terjadi di sekitarmu.

Kenapa suasananya terasa begitu mencekam?

Dan apakah itu... kabut?

Kabut itu tak terlihat seperti hal yang wajar. Warnanya merah pudar, seperti cairan yang mengering lalu menguap. Ia mengalir pelan di sepanjang trotoar dan jalanan, dan cahayanya seolah memantul di gelapnya langit malam.

Kerumunan orang yang berdiri di bawah sebuah Billboard menarik perhatianmu. Awalnya, layar besar itu menampilkan seorang pembawa berita sebelum berganti menjadi wajah-wajah yang kau kenal.

Jinu kini tengah berbicara. Pada awalnya, pria itu mengungkapkan tentang rasa sedihnya akan apa yang terjadi pada Huntr/x sebelum menyampaikan pada para penggemar bahwa Saja Boys akan melakukan performance di Namsan tower malam ini.

Kata-kata Jinu menggema di udara. Sebagian pikiranmu tidak sepenuhnya bisa fokus saat kau bertanya-tanya, apa yang terjadi pada Huntr/x? Kenapa Jinu menyampaikannya seolah sesuatu yang berat telah terjadi?

Tatapanmu lalu jatuh pada Mystery, dan cengkramanmu pada jaket yang kau kenakan semakin erat.

"Pergilah kesana dan kau akan mendapatkan semua jawaban atas pertanyaanmu."

Sebuah suara yang berat dan dalam berbisik di telingamu.

Kau refleks menoleh dengan cepat. Memang banyak orang di sekitarmu, namun mereka tidak cukup dekat untuk berbicara sedemikian pelan namun terasa sedekat napas di kulitmu.

Lagipula, ada sesuatu yang terasa aneh terjadi pada orang-orang di sekitarmu. Mereka mulai berjalan pelan dengan tatapan mata yang kosong seolah digerakkan oleh sesuatu yang bukan kehendak mereka sendiri.

Seolah panggilan dari layar itu bukan sekadar informasi, melainkan perintah.

Mereka menatap ke depan dengan mata tak berkedip, lalu melangkah dalam diam. Gerakan mereka lambat, mengikuti arah jalan menuju satu tujuan.

Namsan Tower.

Jantungmu berdetak tak menentu. Untuk sesaat, kau merasa seperti satu-satunya manusia yang masih "terjaga" di tengah kota yang perlahan kehilangan jiwanya.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Kau menggigit bibir bawahmu ketika suara misterius itu kembali berputar di kepalamu.

Apakah semua pertanyaan ini benar-benar akan terjawab jika kau pergi kesana?

Lagipula Mystery akan berada disana. Dan kau harus segera bicara dengannya.

Angin malam yang biasanya terasa segar kini mengandung sesuatu yang asing. Seperti bau logam atau bara yang tak terlihat. Udara terasa berat, seolah memaksa paru-parumu bekerja lebih keras dari biasanya. Tapi kau terus berjalan, melangkah melewati barisan manusia yang terus bergerak seperti ombak bisu menuju satu titik.

Orang-orang terus berbondong-bondong dan perlahan memenuhi jalan menuju Namsan Tower, membentuk arus yang lambat namun tak terbendung. Seperti ritual purba yang tak seorang pun bisa menjelaskan, namun harus dilakukan. Tak ada suara klakson, tak ada gumaman percakapan, bahkan langkah kaki pun terdengar terlalu senyap.

Lalu kau melihatnya, sebuah panggung megah berdiri di tengah-tengah tribun yang mulai dipenuhi oleh lautan manusia.

Panggung itu di kelilingi oleh cahaya merah, persis seperti kabut yang kau lihat di sepanjang perjalanan.

Orang-orang mulai bersorak ketika lampu panggung menyala dan Saja Boys pun muncul.

Kau harus menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatanmu.

Penampilan mereka terlihat tidak biasa. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, mirip pakaian zaman dulu lengkap dengan Gat di kepala mereka. Dan apakah itu tatto di wajah dan cakar di tangan mereka? Mata Jinu, Abby, Romance dan Baby yang kini berwarna kuning bersinar dalam kegelapan.

Saja Boys mulai bernyanyi dan menari, namun kau tidak bisa menikmati penampilan mereka seperti orang lain. Tidak disaat kau menyaksikan begitu banyak keanehan di atas panggung.

Berkali-kali mereka melayang di udara, tanpa alat bantu apapun. Lalu kabut, atau api merah keunguan mulai muncul perlahan. Sedikit demi sedikit hingga ukurannya yang besar memenuhi area panggung. Kabut ungu yang menyala seperti api itu memiliki mata dan mulut bergerigi.

Kau berdiri terpaku. Pemandangan di hadapanmu seperti mimpi buruk yang dilukis dengan tinta keindahan. Gerakan tarian yang sempurna, harmoni suara yang menggema menusuk langit malam. Semua itu dibalut dengan aura yang sepenuhnya gelap, membakar, dan tidak manusiawi.

Ketika lagu berhenti, akhirnya tatapanmu bertemu dengan Mystery. Ia terlihat terkejut dengan kehadiranmu di tempat ini.

Dan itu memang benar.

Mystery tidak menyangka kau akan berada disini.

Beberapa hari ini ia menghindarimu hanya agar kalian terhindar dari situasi ini. Agar kau tidak berada di tempat ini. Tempat dimana Gwi-Ma akan mengambil jiwa orang-orang yang memuja Saja Boys.

Tapi apa yang kau lakukan? Kau membuat perjuangan Mystery untuk menghindarimu terasa sia-sia jika pada akhirnya kau berakhir di tempat ini.

Menyaksikan semuanya.

Termasuk menyaksikan disaat Mystery menunjukkan sosok dirinya yang sebenarnya.

Iblis.

Tiba-tiba perasaan takut menghantamnya bagai gelombang pasang. Perlahan, berbagai pikiran buruk mulai berputar-putar di kepalanya.

Bagaimana kalau kau takut padanya?

Bagaimana kalau kau membencinya?

"Wah, wah, wah. Lihat siapa yang masih sadar." Suara keras Gwi-Ma menggelegar di udara, menggema seperti dentang lonceng kematian yang melengking di tengah keheningan dunia.

"Sudah kuduga, jiwamu begitu kuat sehingga pengaruhku tidak mempan padamu," lanjutnya. Kabut yang menyerupai mata itu menatapmu dengan tajam disaat mulut bergeriginya menyeringai lebar. "Jika aku memakan jiwamu, mungkin aku akan mendapatkan kekuatan yang cukup untuk membuka gerbang dunia bawah dan menguasai dunia manusia." Gwi-Ma terkekeh dalam sebelum kembali berkata. "Bawa dia padaku, Mystery."

Tubuh Mystery membeku di tempatnya. Perintah itu bagaikan belenggu yang tak terlihat namun menjerat begitu kuat, menarik urat-urat di dalam dirinya yang selama ini ia coba kubur jauh di bawah kulit dan ingatan.

"Apa yang kau tunggu?" desis makhluk itu saat Mystery tidak beranjak sedikitpun di tempatnya berdiri. "Patuhi perintah tuanmu. Jangan membuatku marah."

Dengan gerakan yang pelan, Mystery mulai berjalan menuruni panggung. Setiap langkah terasa seperti menyalahi seluruh kodrat yang masih tersisa dalam dirinya. Kegelapan di sekelilingnya seolah menjadi lebih pekat seiring dengan setiap pijakan yang ia ambil. Namun matanya, mata yang tersembunyi di balik tirai rambut lilac itu terus tertuju padamu.

Orang-orang mulai menyingkir seolah memberi jalan hingga akhirnya Mystery berhenti tepat di depanmu.

Namun alih-alih melaksanakan perintah Gwi-Ma untuk menyerahkanmu, Mystery justru berbalik dan berdiri di hadapanmu; membentuk perisai dengan tubuhnya, seolah melindungimu dari ancaman nyata yang muncul dalam wujud gumpalan asap berenergi gelap dan mengerikan di depan kalian.

Apa yang Mystery lakukan jelas membuat Gwi-Ma tidak senang.

"KAU BERANI MELAWANKU, BUDAK?!" teriaknya marah.

Namun sebelum Gwi-Ma sempat melancarkan serangan terhadap Mystery karena pembangkangannya, seseorang muncul dari balik kegelapan.

Rumi, seseorang yang kau kenal sebagai salah satu anggota Huntr/x, berdiri disana. Penampilan gadis itu agak berantakan, dan ada tanda di wajah dan tubuhnya seperti apa yang dimiliki Mystery dan anggota Saja Boys lainnya.

Gwi-Ma dan Rumi terlibat dalam sebuah percakapan yang perlahan mulai kau mengerti tentang situasi apa yang kalian hadapi sekarang.

Kabut yang menyerupai api itu adalah perwujudan Gwi-Ma, sang Penguasa Iblis.

Rumi adalah seorang pemburu iblis.

Dan Saja Boys, mereka bukan manusia.

Mereka adalah iblis.

"Pergi dari sini," bisik Mystery padamu.

Kau menatap punggungnya sejenak. Wajah Mystery tak terlihat, tapi tubuhnya tegang, seolah menahan sesuatu.

"Tidak," jawabmu tegas.

Mystery menoleh sedikit, cukup untuk memperlihatkan sisi wajahnya. Rahangnya mengeras, dan suaranya masih terdengar rendah, hampir seperti gumaman yang hanya ingin didengar olehmu. "Jangan nekat. Tolong, pergi saja. Gwi-Ma terlalu kuat. Aku... aku tidak yakin bisa melindungimu darinya."

"Aku tidak akan pergi tanpamu."

Mystery terpaku sejenak, seolah kalimatmu menusuk bagian terdalam dari dirinya. Bahunya bergetar, entah karena kemarahan, ketakutan atau rasa sayang yang begitu besar hingga membuatnya ingin mundur agar kau tidak ikut hancur bersamanya. "Kau sudah melihat dengan mata kepalamu sendiri. Aku bukan manusia," ucapnya lirih.

"Aku tidak peduli. Kau tetap Mystery yang sama bagiku; seseorang yang menyelamatkan anjing kecil di pertemuan pertama kita, seseorang yang menangis hanya karena makanan yang kusajikan terlalu pedas untuk seleramu, dan seseorang yang selalu ada untukku."

Kata-katamu menggema di telinganya.

Mystery memejamkan mata. Rahangnya yang tegang perlahan melunak, dan dalam keheningan itu kau bisa melihat air mata mengalir di sudut matanya, meskipun ia berusaha menyembunyikannya di balik bayangan rambut yang jatuh di depan wajahnya.

"Kenapa kau keras kepala sekali," bisiknya nyaris tak terdengar.

Kepala Mystery kembali menghadap ke depan, memperhatikan Gwi-Ma yang masih berbicara dengan Rumi. Menyadari bahwa kau dan dia tidak lagi menjadi pusat perhatian gumpalan ungu itu, Mystery segera memanfaatkan kesempatan itu dengan meraih tanganmu dan pergi dari sana menggunakan kekuatan teleportasinya.

Jinu dan tiga anggota Saja Boys lainnya menyadari kepergian Mystery, namun mereka tidak melakukan apapun seolah sengaja membiarkan kalian lolos entah dari Gwi-Ma maupun dari situasi yang tidak bisa mereka kendalikan lagi.

******

Kabut ungu masih menggantung samar di balik ingatanmu saat kau dan Mystery muncul kembali di tengah kafemu yang remang. Ruangan itu terasa asing dalam sunyi dan gelapnya, meski kau tahu setiap sudutnya lebih baik daripada hatimu sendiri. Bau kopi lama, kayu yang lembap, dan aroma samar lavender dari lilin yang sudah padam menelusup ke hidungmu. Tapi semuanya terasa tak penting sekarang.

Mystery terhuyung, tubuhnya gemetar hebat seperti seseorang yang baru saja keluar dari neraka. Ia bersandar pada salah satu tiang kayu di dekat meja bar. Kepalanya tertunduk, dan napasnya tak teratur. Rambut lilac-nya berantakan, basah oleh keringat dan mungkin saja, air mata.

Kau mendekat dengan perlahan dan hati-hati seperti seseorang yang mencoba menyentuh makhluk liar yang terluka. "Apa kau baik-baik saja?" tanyamu pelan.

Hening beberapa saat karena Mystery tidak langsung menjawab. Lalu tak lama kemudian, suaranya keluar dalam bentuk bisikan yang sangat lirih. "Dulu, aku tidak bisa mengingat masa laluku. Saat-saat dimana aku masih menjadi manusia. Saat dimana jiwaku masih menjadi milikku sendiri. Ingatan itu mulai muncul ketika aku bertemu denganmu."

Kata-kata itu membuat dadamu terasa sesak. Kau menatap Mystery yang masih menunduk. Kau ingin menyentuhnya untuk sekedar memberinya kenyamanan, namun hal itu kau urungkan karena takut sentuhanmu justru akan semakin memperburuk keadaan.

"Aku tidak bisa lepas dari Gwi-Ma," lanjut Mystery. Suara semakin terdengar sedih dan menyakitkan untuk kau dengar. "Setelah perjanjian itu, setelah aku setuju untuk memberikan jiwaku sebagai bayaran atas apa yang dia berikan padaku, aku telah menjadi miliknya. Pengabdianku, kesetiaanku, dan jiwaku, semua itu adalah miliknya sekarang."

"Kau bukan milik siapapun, Mystery. Kau milik dirimu sendiri."

Mendengar perkataanmu, Mystery perlahan mengangkat kepalanya. Matanya yang mengintip di balik tirai rambut lilacnya masih dilingkari gelap letih dan bayangan luka ketika ia membalas. "Kalau aku milik diriku sendiri, kenapa aku masih mendengar suaranya di setiap hembusan napasku? Kenapa saat aku ingin lari, seluruh tubuhku malah membeku seakan itu adalah pengingat bahwa aku milik neraka, bukan dunia ini?"

Kata-katanya jatuh satu per satu seperti pecahan cermin. Dingin, rapuh, dan mencerminkan seluruh luka yang tak pernah benar-benar sembuh.

Kau menatapnya dalam diam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kau tahu apa yang paling ditakuti makhluk kegelapan seperti Gwi-Ma?"

Mystery menggeleng perlahan, wajahnya sudah lama kembali tertunduk.

"Cahaya. Bukan cahaya dari langit, atau obor suci, atau jimat murahan." Kau mendekat, mengangkat tangannya perlahan dan meletakkannya di atas dadamu. "Yang dia takutkan adalah cahaya yang berasal dari sini. Dari hati yang masih bisa memaafkan, mencintai, dan memilih untuk tidak menyerah."

Tangan Mystery terasa dingin saat kau menggenggamnya, tapi jari-jarinya perlahan mulai menggenggam balik tanganmu. Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu, kau merasakan sentuhan yang bukan sekadar formalitas, melainkan keputusan.

"Kau akan berada dalam bahaya jika memilih untuk tetap bersamaku," ucapnya.

Kau mengangguk sebelum menjawab, "Aku tahu."

"Dan kau tidak akan berubah pikiran?"

"Kau tahu apa jawabanku."

Kata-katamu menggema di dalam dirinya seperti nyanyian kuno yang selama ini terkubur di balik jeruji kegelapan. Tak ada dramatisasi, tak ada kilatan cahaya atau suara guntur yang menyertai, hanya sunyi yang menyusup pelan ke dalam dada Mystery dan mengisi ruang yang selama ini kosong. Ruang yang bahkan tak ia sadari masih ada.

Tanganmu masih menggenggam tangannya, dan ia membiarkan jari-jarinya menelusup lebih dalam, menyatu dalam hangatnya sentuhanmu.

Dalam ruang kecil itu, Mystery tak lagi memikirkan tentang Gwi-Ma, tentang kegelapan, tentang dunia yang akan terbakar atau jiwa yang akan dikorbankan. Ia hanya memikirkan satu hal.

Bahwa di antara semua pilihan yang pernah ia buat, memilih untuk mencintaimu adalah satu-satunya hal yang terasa benar.

Malam itu, ia akhirnya bersandar pelan di bahumu. Bukan sebagai iblis, bukan sebagai korban, bukan pula sebagai sesuatu yang harus ditebus, melainkan hanya sebagai Mystery; sosok yang perlahan mulai percaya bahwa mungkin setelah ratusan tahun terjerat dalam kehampaan, ia masih pantas merasakan kebahagiaan.

"Terimakasih," bisiknya.

"Untuk apa?"

"Segalanya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com