18. Terkena Balasannya.
Sejujurnya, gadis itu masih belum kenyang. Ia ingin makan lagi agar perutnya benar-benar terpuaskan. Memang, porsi makan yang biasa disantap selalu banyak seperti kuli, apalagi dia belum makan dari semalam karena tidur di bus.
Niat hati ingin ke suatu kedai, tapi terjeda sejenak karena berpapasan dengan pemuda tinggi besar yang menenteng kresek belanjaan. Kresek itu berisi sayur-mayur, daging ayam dan juga sosis. Kagami habis dari swalayan untuk belanja mingguan.
"Yahoo Kagami-kun!" sapa (Name) ramah.
"Yo (Name)!" sahut pemuda beralis cabang itu.
(Name) mengembangkan senyumannya, sangat senang bertemu Kagami juga. "Kita bertemu lagi."
"Kau mau ke mana?"
"Aku mau beli makan. Kagami-kun pasti habis dari pasar, ya?" tebak (Name).
"Iya. Daripada beli, lebih baik kau makan di rumahku," tawar Kagami.
(Name) jadi tak enak hati, tapi disisi lain ia senang dapat tawaran makan gratis. "Ehh, tapi ... itu merepotkan."
"Tidak, kok. Tidak masalah." Kagami berusaha meyakinkan gadis itu agar mau menerima tawarannya.
(Name) mengangguk setuju. "Baiklah."
Keduanya pun berjalan menuju tempat tinggal Kagami. Sepanjang jalan, (Name) dan Kagami membicarakan banyak hal. Mulai dari sekolah, hobi, dan tak lupa membahas makanan. Mereka sangat sefrekuensi karena sama-sama punya wawasan luas tentang resep masakan.
Kagami sangat senang dengan sosok (Name) yang humble. Ia jadi tak canggung. Kagami kira, mengobrol dengan lawan jenis itu akan kaku dan susah mencari topiknya, tapi tidak dengan (Name), gadis itu sangat menyenangkan.
"Oh, iya. Kagami-kun tadi membahas latih tanding. Seirin akan melawan sekolah mana?" tanya (Name) yang tiba-tiba teringat ucapan Kagami sempat menyinggumg latih tanding.
"SMA Kaijo di Kanagawa. Lalu, sekolahmu akan latih tanding melawan SMA mana?" Kagami balik bertanya.
(Name) mengetuk bibirnya, mencoba mengingat-ingat.
"Setahuku belum ada yang mengajukan undangan ke sekolah kami. Tapi entahlah, mungkin aku saja yang ketinggalan informasi," jelasnya. Memang, sejak fokus Sprinter Cup, gadis itu tidak terlalu tahu menahu tentang klub basket.
Dengan cepat Kagami menyimpulkan kalau SMA Rakuzan itu memang sangat kuat. Sekolah lain sudah berguyur melakukan pertandingan persahabatan, tapi tidak dengan sekolah (Name) itu.
Mungkinkah lawannya sudah takut kalah duluan?
Kagami jadi semakin penssaran dengan sekolah elit Kyoto itu. Apalagi (Name) sempat mengatakan kalau di sana ada kapten Kiseki no Sedai. Tentu saja, rasa ingin mengalahkannya semakin menggebu-gebu.
"Sekolahmu sepertinya sangat kuat sekali, ya," sanjung Kagami.
(Name) tidak menyangkal dan tidak pula mengiyakan. Biarlah Kagami dan Seirin sendiri yang membuktikannya.
"Aku tak sabar melihat Rakuzan melawan Seirin," ucap (Name) sembari mengobrak-abrik ruang ingatan. Kapankah dua klub itu akan bertanding? Dan ... bagaimana hasil akhirnya?
Sungguh, (Name) tidak mengingatnya.
Kagami meninju tangannya di udara dengan semangat.
"Yosh! Aku juga tidak sabar melawan kalian. Pasti kami akan mengalahkan Rakuzan di semifinal inter high," seru Kagami dengan penuh keyakinan. Misinya memang begitu; mengalahkan semua Kiseki no Sedai.
"Aku sangat menantikannya," gumam (Name).
Tak terasa mereka sudah berjalan sepuluh menit, butuh waktu sedikit lagi untuk sampai.
"Hei, kalau rumahmu di Kyoto, kau disini tinggal bersama siapa?" tanya si alis cabang itu.
"Sendirian, aku selalu menyewa penginapan saat berlibur kesini."
"Astaga. Lebih baik kau menginap di rumahku saja kalau berlibur, uangmu bisa dipakai jajan."
"Eh? Tapi—"
Kagami segera memotong ucapan (Name).
"Tidak merepotkan dan tidak akan terjadi apa-apa (Name). Lagipula, justru tinggal sendirian itulah yang menyeramkan. Memangnya kau tidak takut mati lampu dan ada hantu?"
(Name) menutup telinganya, ia sangat takut dengan bahasan mistis. "Hih. Jangan bahas yang seram-seram Kagami-kun. Aku takut hantu."
Selang beberapa menit, sampailah mereka pada apartemen Kagami yang besar dan luas itu.
"Kita sudah sampai. Maaf kalau terlalu kecil," ucap Kagami seraya membuka pintu.
Terlalu kecil dari Hong Kong, Bakagami!
Manik (Name) berbinar kagum, interior apartemen Kagami sangat luas dan rapi. Untuk ukuran seorang laki-laki yang tinggal sendirian, ini sudah sangat mengesankan. "Ini sih besar sekali! Kagami-kun sangat pintar merawat rumah ya. Benar-benar calon suami idaman wanita."
Pipi Kagami memanas mendengar pujian (Name). Ia jadi gugup tak keruan.
"Nanti sehabis makan kau langsung check out dan pindah ke sini."
"Oke. Terima kasih Kagami-kun."
Keduanya langsung menuju dapur. Kagami sudah melarang (Name) dan menyuruh gadis itu duduk santai saja, tapi (Name) bersikeras ingin masak juga.
Kedua orang yang pintar memasak itu sangat rusuh dan kompak mengacak-acak dapur. Makanan yang akan mereka persiapkan sangat banyak. Mulai dari; nasi, sup ayam, steak ayam, sosis berbalur telur, bubur kacang merah dan susu.
Setelah semuanya matang, mereka menyajikan masakan itu di meja makan.
"(Name) ... memangnya, kau bisa menghabiskan semuanya?" Kagami heran melihat porsi makan (Name) seperti kuli bangunan, (sebanyak dirinya juga).
"Ano, Kagami-kun. Sebenarnya ... aku memang banyak makan seperti ini, apa tidak masalah kalau aku menginap denganmu?"
"Tidak, kok! Aku cuma kaget saja. Diawal pertemuan kita, kau cuma memesan satu burger."
(Name) memutar bola matanya. Mengingat insiden dikejar anjing dengan Kagami waktu itu. (Name) akhirnya ingat.
"Oh, itu karena aku sudah kenyang. Sebelumnya aku sudah sarapan okonomiyaki versi jumbo."
Kagami melongo, tak menyangka.
"Kagami-kun, ayo duel makan!" tantang (Name). Ia mengajak berduel karena watak Kagami sangat mirip dengan Aomine, sama-sama suka tantangan dan tak mau kalah.
"Ayo! Kau pasti kalah!" Kagami menerima tantangan itu dengan senang hati.
(Name) dan Kagami sudah bersiap dengan sendok ditangan. Sup ayam yang masih mengeluarkan uap panas itu akan jadi santapan pertama. Mata mereka saling melontarkan tatapan tajam, sama-sama tak sudi menerima kekalahan.
"Satu, dua, TIGA!!!" seru mereka dengan kompak. Langsung saja mereka menyendok sup itu tanpa ditiup dahulu.
Ya. Begitulah jika dua orang yang suka bertindak tanpa pikir panjang bertemu.
Srrpp... Srppp...
"PANASS!!!"
Kagami dan (Name) menyambar susu yang masih sangat panas dan segera meneguknya. Niat hati ingin menghilangkan panas, malah tambah menjadi-jadi. Tenggorokan mereka terasa melepuh.
"PANAS!!!"
Kagami berlari menuju kulkas, (Name) ikut mengekori pemuda itu. Keduanya mengambil tumblr berisi air dingin untuk menghilangkan rasa panas.
"Haaahhh." Mereka berdua sama-sama menghela napas lega. Rasa panas itu sudah berangsur menghilang.
"Ayo lagi!"
Keduanya masih tak kapok untuk berduel makan. Beberapa kali Kagami dan (Name) tersedak-sedak, namun dua orang itu tak gentar dan tetap bertekad melanjutkan sampai tuntas. Tidak ada yang menengahi aksi duel brutal itu. Untung saja tidak ada Riko, Kasamatsu, atau spesialis 'menghajar' yang lain.
Kagami bersendawa besar, semua makanannya telah habis tak bersisa. "Aku menang (Name)!"
"Tidaakkk!!!"
(Name) sangat frustrasi dikalahkan Kagami. Mukanya cemberut sebal seperti anak kecil yang direbut mainannya. Kagami jadi gemas melihat wajah gadis itu.
"Hahaha, mukamu jelek sekali (Name)," ledek Kagami sambil tertawa terpingkal-pingkal.
(Name) mendekati kursi Kagami sembari tersenyum miring. Pemuda beralis cabang itu deg-degan, gelagat (Name) amat sangat mencurigakan.
Tanpa babibu, kedua tangan (Name) memegang pipi Kagami. Netranya memandang pigur pemuda itu lamat-lamat, sampai membuat pipi Kagami memerah salah tingkah.
Jantung Kagami terasa terpompa lebih cepat, ada gejolak aneh di dalam dirinya. Gadis itu ... membuatnya tak berkutik.
"Kagami-kun, kau tampan sekali," ucap (Name) dengan suara pelan. Oh, tidak. Kagami semakin dibuat gila!
Tangan (Name) menurun ke perut Kagami. Tenggorokan pemuda itu tercekat. Sepatah huruf pun tak sanggup keluar dari bibirnya.
"TAPI BOHONG!!!"
(Name) menggelitik perut Kagami tanpa ampun.
"Oi!!! Geli, geli, geli!!! Hahahaha." Kagami kegelian dan tertawa-tawa. Dirinya mati kutu, tak sanggup menghalau tangan (Name) yang menggerayangi badannya.
"Rasakan ini!! Rasakan!!!" (Name) semakin menggelitik Kagami dengan liar.
Benar-benar tak tahan. Kagami berusaha beranjak dari tempat duduknya. Dengan langkah seribu, pemuda bergradasi merah itu memasuki kamar untuk mengambil celana lalu ke toilet.
Karena ulah (Name), Kagami mengompol.
Si pelaku penganiayaan macan Amerika itu tertawa terbahak-bahak. Saking lamanya tertawa, mata (Name) mengucurkan airmata. Sepertinya, stok airmata di pelupuk gadis itu sangat banyak. Tertawa pun bisa sambil menangia.
Kagami yang baru keluar heran melihat (Name). Tawanya meledak-ledak, tapi airmata yang jatuh sangat deras. "Oi! Kau tertawa atau menangis?"
"Hahahahaha!!!"
"Urusai (Name!!!" murka Kagami.
"Huahahahaha, Bakagami mengompol!!!"
Kagami menghela napas panjang. Ia membiarkan saja (Name) sampai lelah sendiri. Lagi pula, (Name) terlihat sangat lepas. Gadis itu seperti melepaskan beban yang mengganjalnya selama ini.
Memang, itu adalah tawanya paling lepas sejak tinggal disini.
Muka gadis itu jadi sangat tak keruan, warnanya memerah bercampur keringat dan airmata. Akibat tertawa terlalu lama, napasnya jadi tersengal-sengal, lelah.
"Hahhh ... air, air..."
(Name) berjalan menuju kulkas dan menyambar tumblr air dingin tadi.
Setelah rasa lelahnya berkurang, (Name) menghampiri Kagami. Kentara jelas raut wajah penuh penyesalan. Pemuda itu sudah berbaik hati ingin membagi atap rumahnya selama di Tokyo, tapi (Name) malah menistakannya.
"Maaf dan terima kasih Kagami-kun. Maaf sudah membuatmu ngompol dan terima kasih sudah membuatku tertawa lepas begini," tutur (Name) setulusnya.
Kagami sejujurnya ingin marah besar, tapi ia benar-benar tak tega. Ia justru mengacak rambut milik (Name). "Dasar kau ini."
✨⭐✨
(Name) berjalan santai sendirian menuju penginapannya. Gadis itu akan check out lalu pindah ke kediaman Kagami. Kagami tidak bisa menemani karena cucian baju pemuda itu sangat menumpuk.
Benda pipih di saku trainingnya bergetar, langsung saja (Name) menyambut telpon masuk dari kontak bernama Akashi Seijuro itu.
"Moshi-moshi, kapten?"
"Hari ini aku ada kesibukan mendadak."
"YEAYYY-Eh, emm, ano, ah, itu, bukan maksudku—"
"Hee? Jangan terlalu senang begitu. Siapkan dirimu untuk latihan besok pagi. Perbanyak makan karbohidrat."
"Baiklah."
Pip.
Sambungan telpon diputus oleh Akashi.
(Name) bergidik ngeri.
"Astaga! Mengapa menu latihan darinya besok seperti akan mencabut nyawaku."
Panik. (Name) komat-kamit melapalkan mantra apa saja di otaknya, untuk menolak bala dan marabahaya sang Kaisar iblis itu.
(Name) melihat gadis berusia tujuh tahun yang memeluk lututnya sendiri di pinggir jalan. Bocah itu sedang menangis kencang. Buru-buru (Name) menghampiri anak malang itu.
"Hei? Mengapa kau menangis?" tanya (Name) sambil mengusap puncak kepala si bocah.
"Kakak itu jahat! Kakak itu jahat!!! Dia merebut coklat istimewaku. Padahal, itu stok yang terakhir," jawab anak itu dengan histeris, benar-benar jengkel.
(Name) jadi ikut jengkel. Rasanya, dia ingin meninju batang hidung orang itu.
"Orang itu ada di mana? Biar aku hajar dia!"
"Di sana."
Anak itu menunjuk seseorang yang berdiri di seberang, pemuda itu sedang bersandar di pohon besar. Rupa manusia itu tak jelas karena posisinya menyamping dan memakai tudung hoodie, tapi (Name) dapat melihat dia menyantap coklat batangan itu dengan nikmatnya. Kepala (Name) mendidih, tangan kanannya terkepal kuat.
Dengan langkah lebar dan raut wajah penuh rasa murka, (Name) menghampiri tempat pemuda itu berada.
"Dasar! Apa kau tidak punya malu?!"
Mendengar kalimat cibiran itu, si pemuda melepas tudung hoodienya dan melontarkan tatapan tajam.
Jantung (Name) berdegup kencang dan keringatnya bercucur deras. Dirinya benar-benar membuat kesalahan fatal telah menantang orang beralis tebal itu. Ya, orang itu—
—Hanamiya Makoto.
Hanamiya mendekati gadis asing yang tiba-tiba mengganggu makan enaknya. "Hoi. Kau ini siapa? Datang-datang langsung mencari keributan."
(Name) tak berkutik, raut wajah penuh amarah tadi tergantikan dengan raut penuh kecemasan. Kepalanya tertunduk, tak berdaya. Hanamiya Makoto itu sangat mengerikan.
"Cepat hajar dia Onee-san! Hajar dia!!!" Si bocah itu terpekik mengompori.
Sekonyong-konyong, Hanamiya menarik kerah gadis itu. "Kau mau menghajarku? Atas dasar apa?"
Atmosfer terasa mencekam. Pasokan oksigen terasa sulit di dapat. Padahal Hanamiya tidak mencekik, hanya menarik kerahnya. Entah mengapa, kaki yang biasa berlari kencang itu mendadak mati rasa.
Hanamiya meneguk salivanya kasar. Memandangi wajah (Name) dari dekat membuatnya gelisah. Ia tidak bisa menampik fakta kalau wajah (Name) itu cantik, terutama bibir mungilnya itu sangat menggoda.
Namun, Hanamiya tetaplah Hanamiya. Dia tidak akan mengampuni siapapun yang menantangnya. Sekali terperangkap, mangsanya itu akan terjerat dan tidak bisa keluar dengan mudah.
Katakanlah (Name) itu bodoh karena nekat sekali menantang orang sembarangan. Tapi tabiatnya memang begitu, sekali emosinya terpancing, ia akan menantang orang yang membuatnya marah itu tanpa memikirkan konsekuensi.
"Jawab!"
Kepalang basah, (Name) menceburkan saja dirinya. Lagi pula, gadis itu bingung ingin mengelak dengan kalimat apa.
"K- k- karena kau merebut coklat anak itu! Dasar! Sudah tua, tapi masih mengganggu anak kecil!" cercanya.
Hanamiya terkekeh, suara imut yang membentak itu benar-benar menggoda. Ia sudah bosan digoda perempuan murahan Kirisaki Daiichi sana. Baginya, (Name) sangat menarik karena satu-satunya orang yang berani melawannya.
Tangan kiri Hanamiya yang masih memegang coklat terangkat, menempelkan coklat batangan yang tersisa secuil itu ke bibir (Name). Ditarik kembali coklat itu dan ditempel ke bibirnya sendiri. Otak (Name) tidak bisa mencerna apa yang barusan dilakukan pemuda beralis tebal itu.
Hanamiya menyeringai dahulu sebelum mendaratkan coklat ke dalam mulutnya.
"Sayang sekali, coklatnya sudah habis," ucap Hanamiya seraya menjilati sisa-sisa coklat yang menempel di sudut bibir.
"Dasar pencuri!" cibir (Name) yang masih sangat jengkel. Diliriknya anak tadi, raut wajah anak itu seakan tak sabar menanti momen (Name) menghajar Hanamiya.
"Hei. Tadi itu ciuman tidak langsung, aku sangat menyukai bibirmu itu."
(Name) tak tahan! Tangannya langsung melayangkan tinju ke dada bidang pemuda itu, tapi dengan refleks yang bagus, Hanamiya berhasil menghalanginya. Alhasil, tangan (Name) dicengkram dengan sangat kuat tanpa ampun.
Gadis itu meringis kesakitan. Tangan besar Hanamiya seperti meremukkan tulang-tulangnya. Melihat (Name) seperti itu, Hanamiya jadi tambah bernafsu menyakitinya.
Tangan kiri (Name) hendak melayangkan tinju susulan, tapi itu justru semakin membuatnya terjebak. Hanamiya mencengkram kedua tangan (Name).
Peka akan tindakan yang bakal diambil selanjutnya, Hanamiya mendorong kasar tubuh (Name) hingga mereka jatuh secara bersamaan di rerumputan. Posisi yang sangat menguntungkan bagi Hanamiya sendiri.
"Sialan! Menjauh dariku!!!"
Anak kecil itu panik, langsung saja dia berlari mencari benda apapun yang bisa dipakai untuk menghantam si kurang ajar Hanamiya.
Hanamiya mendekatkan wajahnya, tak sabar ingin mengecup bibir yang daritadi menggoda itu. Namun, saat ingin mendaratkan bibir, refleks (Name) memalingkan wajah ke kiri dan menggigit bibir agar tidak dicuri Hanamiya.
BUGH!
Punggung Hanamiya dihantam batu bata oleh bocah itu. Hanamiya mengumpat kesakitan dan segera melepaskan (Name). Gadis itu langsung kabur bersama anak kecil tadi. Mereka berlari sekencang-kencangnya meninggalkan tempat itu. (Name) dan si bocah terpisah karena mengambil arah jalan berbeda.
Bayang-bayang wajah seram Hanamiya benar-benar mengusik pikiran. Barulah (Name) tertawa lepas di rumah Kagami, sekarang sudah dibuat menangis lagi.
(Name) merasa ini azabnya menistakan Kagami.
Beberapa saat berlalu. (Name) merasa diikuti, tapi dia tak berani menoleh ke belakang. Apalagi bayangan yang tercetak di jalan jelas menampakkan siluet lelaki memakai hoodie. (Name) mengira Hanamiya menyusul.
Namun, praduga itu salah saat sosok lelaki itu bersejajar dengannya.
Langkah (Name) terhenti.
"Ryouta-kun?" panggil (Name) pada si pemuda berhoodie hitam, celana dasar cokelat dan memakai kacamata hitam juga masker.
Lalu, bagaimana gadis itu bisa tahu sosok yang dia panggil? (Name) yakin itu Kise Ryouta dari wangi parfum yang dikenakan, dan postur tubuhnya memperkuat praduga itu.
Kise juga berhenti, menoleh pada si pemanggil. Merasa familier dengan wajah gadis yang menyapa, Kise melepas kacamata dan maskernya. Tampak keringat bercucuran di wajah tampan itu.
"Ternyata fans-chan! Kau hebat sekali-ssu. Aku mengcopy gerakan larimu untuk lolos dari kejaran fansku," puji Kise. Pemuda itu menoleh ke belakang sekilas lalu menghela napas lega. Sudah benar-benar lolos dari kejaran para penggemar. Biasanya, Kise selalu gagal kabur dan berakhir naas. Entah itu ditarik-tarik, dicakar hingga dipeluk sampai sesak napas.
Bukan karena staminanya kurang untuk berlari. Namun, penggemar Kise selalu menyerbu di saat yang tidak tepat. Kise saat ini sedang lelah sekali untuk meladeni fans.
Mungkin orang awam mengira pekerjaan sebagai model itu menyenangkan karena hanya bercekrak-cekrek ria. Nyatanya tidak begitu. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Mulai dari menemukan angle kamera yang pas, mengatur pose sang model, memperbaiki make up yang luntur serta tetek bengek pemotretan yang lain. Itu membuat Kise sangat lelah. Dan berkat meniru kecepatan langkah kaki (Name) tadi, Kise berhasil lolos.
"Demo ... aku juga fansmu, lho," ujar (Name) dengan senyuman lembutnya. Suasana hati gadis itu sudah berangsur membaik setelah bertemu Kise.
"Tentu beda. Kau itu fans favoritku," ungkap Kise seraya membalas senyuman lembut gadis itu.
(Name) jadi meleleh. Mendadak dia melupakan sosok mengerikan Hanamiya Makoto dan hanya terfokus pada ketampanan Kise Ryouta seorang.
"Ne, Ryouta-kun. Kita sama-sama lelah. Sebaiknya, kita cari tempat minum," usul (Name). Kentara sekali gadis itu lelah dari keringatnya yang bercucur deras.
Gadis itu bersyukur Kise tak sadar kalau dirinya habis menangis, mungkin karena airmata dan peluh bercampur aduk. Jika Kise tahu, entah apa jawaban yang akan diherikan, tak mungkin mengatakan, 'aku hampir dicium Hanamiya'.
"Ayo fans-Eh, siapa namamu? Maaf, aku lupa." Kise menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sangat tak enak hati karena melupakan nama gadis itu.
"(Full Name)."
Mendadak (Name) jadi cemberut, kecewa Kise melupakan namanya. Tapi ia segera menormalkan raut wajah dan berusaha untuk memaklumi. Kise itu banyak kenalan. Sedangkan (Name) baru sekali berjumpa di meet&greet itu. Jadi, wajar jika Kise tak ingat.
(Name menduga, tak hanya Kise yang lupa namanya. Midorima juga pasti tak ingat karena masih saja memanggil 'orang Kyoto'. Lalu Aonine, pemuda itu juga memanggil 'aho'. Hanya Kagamilah yang mengingat namanya.
Kise peka, sempat ada raut kecewa yang tercetak di wajah ayu itu.
"Maaf (Name)-cchi. Sekarang, akan selalu kuingat namamu disini." Kise menunjuk kepala blondenya. Lalu telunjuk itu menurun ke rongga dada. "Dan di sini."
(Name) jadi terkekeh dan tersenyum lebar. Entah itu tulus atau gombalan belaka, Kise sukses membuatnya bahagia lagi.
Tanpa izin dahulu. Kise sekonyong-konyong mengamit tangan (Name). "Ayo (Name)-cchi, kita cari minum."
"Tutup wajahmu Ryouta-kun, nanti ada paparazzi.'
Si model itu langsung menurut. Ditutup kembali wajah tampan nan memikat kaum hawa itu dengan masker dan kacamata hitamnya.
"Bagaimana (Name)-cchi tadi tahu ini aku?" tanya Kise penasaran.
"Aromamu," jawab (Name) yang sukses membuat Kise speechless.
Kini mereka berdua mulai berjalan dengan tangan yang saling bertaut.
"(Name)-cchi atlet ya? Larimu seperti sangat terlatih-ssu," terka Kise.
"Benar. Dan apa itu 'cchi'?"
"Aku selalu menambahkan 'cchi' pada nama orang yang kuhormati kehebatannya. Dan larimu tadi sangat mengagumkan-ssu! Aku ingin sepertimu," ungkap Kise dengan penuh kekaguman.
(Name) manggut-manggut paham. "Tapi kau, "kan sudah meniruku Ryouta-kun. Itu sudah bagus."
"Tapi tak sebagus aslinya," pungkas Kise.
Sampailah mereka pada vending machine. (Name) membeli jus mangga dan Kise rasa cappuchino. Setelah meneguk minuman masing-masing, mereka sangat lega.
"Kapan-kapan kalau Ryouta-kun senggang, ayo kita lari bersama."
"Sekarang aku tidak sibuk-ssu. Ayo, kebetulan ini dekat SMP-ku dan ada jalurnya." Kise menyetujui demgan senang hati.
"Tapi, aku belum bisa lari lagi, perutku keram gara-gara lari sehabis makan banyak."
(Name) ingin lari bersama Kise detik ini juga, tapi apalah daya.
"Aku sebenarnya juga lelah, sih. Bagaimana kalau kita karaokean saja?" Kise mengajukan opsi lain.
Mendengar tawaran Kise barusan, (Name) jadi gugup.
"Ka-ra-oke?" tanyanya memastikan.
Kise mengangguk. "Iya."
Mendadak kilas balik ucapan seseorang dari dunia asalnya terngiang.
[Hei (Name), berhentilah bernyanyi! Suaramu itu jelek tahu.]
Tanpa (Name) tahu, ucapan teman perempuannya itu bohong. Dia hanya ingin membuat (Name) minder dan tidak jadi ikut lomba menyanyi di sekolah.
Padahal suara (Name) itu bagus dan pintar mengolah napas. Selain itu, (Name) tipe orang yang sangat ekspresif, ini membuatnya mahir menjiwai sebuah lagu. Karenanya, (Name) mampu bernyanyi dengan baik dan tidak pernah meleset mengambil nada apapun.
Oleh karena itulah, si temannya yang mengejek tadi merasa punya saingan berat. Dia tahu (Name) sangat sensitif, terbukti hanya mengejek seperti itu sukses membuatnya minder bernyanyi, bahkan terbawa sampai di sini.
"Se- sebenarnya aku mau tapi malu. Ada yang bilang suaraku jelek, aku jadi minder bernyanyi didepan orang lain," ungkap (Name) sejujurnya.
"Suara (Name)-cchi itu imut, ayolah-ssu," bujuk Kise.
(Name) menimbang-nimbang sejenak. Akhirnya gadis itu mengangguk. "Baiklah!"
"Kapan lagi dapat kesempatan karaokean dengan Kise Ryouta?" batinnya.
✨⭐✨
Mereka berdua sudah ada di bilik karaoke tipe medium. Kerlap-kerlip lampu menghiasi setiap penjuru, pengharum ruangan sangat nyaman dihirup, udara AC menyejukkan tubuh mereka yang habis dilumuri peluh.
Kise dan (Name) duduk berdampingan di sofa. Pemuda berambut kuning itu tengah memencet remot, mencari tembang yang akan dinyanyikan. Sedangkan (Name) memainkan ponselnya, membalas pesan dari seseorang.
From : Kagami Taiga.
Oi (Name), mengapa kau lama sekali?
Maaf Kagami-kun. Aku main dengan temanku dulu ya.
Kau punya teman di Tokyo?
Punya.
Sebenarnya Seirin mau latihan. Aku taruh kuncinya di bawah keset, masuk saja tanpa harus menungguku.
Baiklah.
Kise yang daritadi memperhatikan (Name) jadi penasaran, siapa gerangan yang dihubungi? "Pacarnya (Name)-cchi, kah?" tanyanya.
(Name) memasukkan kembali ponsel itu. "Bukan, kok, aku tidak punya pacar."
Kise menghembuskan napas lega seraya tersenyum.
Suara intro lagu yang dipilih Kise mulai menggema. Tembang itu berjudul 'Shalala Goes On'
A/N : Itu salahsatu character songnya Kise Ryouta.
Kise menyanyikan lagu pilihannya dengan sangat apik, membuat (Name) terpukau. Meskipun suars Kise cempreng saat mengobrol biasa, tapi saat bernyanyi, suaranya jadi sangat sopan masuk telinga.
Lagu yang Kise nyanyikan habis, (Name) bertepuk tangan dengan senangnya. Kise mengacak surai milik (Name) dan memberi mic. "Giliranmu."
Tangan kanan (Name) menerima mic itu, sementara tangan kirinya mengetik judul lagu yang akan dinyanyikan. Beberapa saat kemudian, intro tembang berjudul [Your Fav Japanesse Song] mulai bergema di bilik karaoke.
Lirik pertama mulai berjalan, namun gadis itu masih bergeming diam. Dirinya takut, Kise akan mengejek suaranya. "Ryouta-kun ... aku takut habis ini kau langsung ke dokter THT."
Kise menepuk pundak (Name), berusaha meyakinkan.
"Tidak (Name)-cchi. Bernyanyilah-ssu."
(Name) mulai bernyanyi di bait kedua karena terlambat. Suaranya sempat fals di awal-awal karena grogi berat. Namun, lama-lama (Name) terbiasa juga.
Kise sangat menikmati alunan nyanyian gadis disampingnya. Tipe suara (Name) memang semerdu itu.
Kise membatin; andai saja (Name)-cchi lebih percaya diri dengan suaranya, dia juga bisa berprofesi dalam bidang tarik suara, entah itu sebagai penyanyi, seiyuu atau penyiar radio.
Lagi pula (Name) sendiri masih belum tahu dewasa nanti akan jadi apa.
(Name) menyanyikan bagian reff dengan apik, Kise tak henti-hentinya menyerukan kekaguman di dalam hati.
Setelah lagu (Name) habis, Kise menangis bombay karena terharu. (Name) jadi ikut menangis karena mengira telinga Kise berdengung sakit.
(Name) mengatupkan tangannya.
"Gomennasai Ryouta-kun! Ayo kita ke dokter THT."
"Hueee (Name)-cchi, aku terharu-ssu, bukannya sakit telinga. Suaramu merdu sekali," jelas Kise dengan tangisan bombaynya.
Setelah acara tangis menangis lebay itu, (Name) dan Kise menyanyikan lagu secara duet. Tembang berjudul [Your Fav Duet Song] dinyanyikan dengan epic oleh mereka.
Kise sangat senang menghabiskan waktu bersama (Name).
Dan (Name) berharap, waktu berdetik lebih lambat.
Karena dia sangat nyaman dekat dengan Kise Ryouta.
✨⭐✨
Astaga (Name), rem dikit sifat sembronomu itu:') Konflik dengan Akasei hampir kelar, udah berkonflik dengan setan yang lain. Ibarat keluar kandang macan, masuk kandang buaya:v
//Lah kan elu yang ngendaliin dia author kampret.
: Bukan aku yang kampret! Si Hanamiya Makoto yang kampret.
Nama 'Makoto' jadi ternodai gara-gara si kampret itu. Soalnya udah klop sama Tachibana Makoto yang ganteng, penebar aura positif, ramah, bijak, penyayang kocheng nan pintar berenang dari anime Free!.
HUAAA kenapa dia tamvan sekali sih😭😭😭 Kepikiran buat ff dia juga setelah Rewatch tamat.
//Oi Author geblek, salah server lu bangke, ngapain bawa2 anime Free di ff Kurobas?
: Maap-maap.
BTW sharing dikit dong, siapa karakter Kurobas yang sifatnya kurang lebih mirip sama kamu?
Kalau aku : Mayuzumi Chihiro.
Sama-sama kang menyendiri, otaku dan kadang gak dianggap ada:v Aku juga buruk dalam berinteraksi sama orang, makanya aku survive di jurusan ilmu komunikasi untuk belajar ngubah itu.
Kalau kamu? : ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com