22. Ikut Melihat Pertandingannya
Suasana Stadion sangat meriah. Ratusan peserta Sprinter Cup dari berbagai jenjang pendidikan memadati lapangan. Di pinggiran, ada banyak sponsor yang mempromosikan produknya.
Seluruh peserta dan guru pembimbing telah berbaris rapi. Peserta memakai setelan training dan jaket kebanggaan sekolah masing-masing, sedangkan guru pembimbing memakai pakaian bebas pantas. Satu banjar diisi oleh delapan orang, dan (Name) bersebelahan dengan Hanako di saf ketiga.
Entah mengapa (Name) merasa Hanako hari ini auranya beda, tatapannya terlihat kosong. Hanako hanya menyunggingkan senyum sekilas saat mereka bertemu, setelah itu tak lagi berinteraksi.
Dentuman lagu penyemangat yang tadinya terputar kini dihentikan. Mikrofon mulai diambil alih oleh pembawa acara, membicarakan kata sambutan, tata tertib dan rentetan lomba yang lain.
Setelah lama mengoceh, pria yang selaku ketua penyelenggara itu mengakhirinya.
"Dengan ini, kejuaraan Sprinter Cup resmi dilaksanakan."
"Yorushiku Onegaishimasu!" sahut seluruh peserta.
Lalu mereka semua bertepuk tangan dengan meriah.
Barisan dibubarkan dan sekarang mereka diberi waktu bebas untuk berkeliling, berkenalan atau berbelanja. Anak-anak SMP dan SD berebutan ingin lomba lari di track. Yang SMA rata-rata berkeliling sembari mencari kenalan lawan jenis. Ah, maklum masa pubertas. (Name) pun seringkali diajak berkenalan oleh peserta laki-laki.
Setelahnya (Name) tengah memilih-milih pelindung lutut, dan pilihannya jatuh pada warna kelabu agar senada dengan yang di tangan. Saat membayar, gadis itu dipeluk seseorang dari belakang.
"Nnnn!"
(Name) menoleh dan mendaparti sosok gadis berjaket Kirisaki Daiichi. Tampak sekali ia ketakutan.
"Hana—"
"Hanako-san!" panggil Katsuki sambil berlari menghampiri mereka.
Hanako menyeret tangan (Name) seolah menyuruh menjauh pergi. Namun (Name) bergeming karena ingin meluruskannya. Alhasil Hanako berlindung di punggung (Name).
"Katsuki-kun, mengapa kau mengganggunya? Jangan macam-macam dengan peserta lain atau kau bisa kena diskualifikasi!" tegur (Name) pada pemuda bermanik biru laut itu. Ia tak menyangka, Katsuki yang dia kenal sopan dengan perempuan malah mengganggu peserta lain di sini.
"Jangan salah paham (Name)-san, aku tidak mengganggunya. Hanako-san itu temanku di SMP. Saat aku ingin menyapanya, dia tiba-tiba lari dan menyusulmu," jelas Katsuki meluruskan tuduhan (Name).
(Name) menoleh ke belakang, menyuruh Hanako memberi penjelasan. Dengan segera
Hanako mengetik dan memberikan ponselnya.
Itu benar. Tapi dia tidak tahu kalau aku baru mengidap phobia dengan laki-laki. Itu karena dia pindah sekolah ke London.
"Se-serius? Kau phobia dengan laki-laki?" tanya (Name) tak percaya. Gadis itu pernah mendengar soal Androphobia lewat novel, dan ternyata memang ada.
Hanako mengangguk membenarkan.
"Katsuki-kun, kau sudah dengar kan? Jadi bicaranya dari jauh saja."
Hati Katsuki terasa diremat lalu hancur berkeping. Pemuda itu meremas jaketnya. Ia sungguh terpukul mendengar pengakuan Hanako.
Karena gadis itu adalah motivasinya sampai ke kejuaraan ini.
Karena gadis itu ... orang yang disukainya sejak SMP.
Hanako kini memberanikan diri keluar, ia berdiri disamping (Name) sambil memegang lengan kirinya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Katsuki pada Hanako.
Dan dijawab oleh acungan jari jempol serta senyuman. Padahal itu bohong, gadis itu tidak baik-baik saja.
"Aku cuma ingin mengatakan, kalau aku senang bertemu denganmu lagi," ungkap Katsuki. Sebenarnya, masih banyak yang ingin dirinya tanyakan. Tapi ... Katsuki masih shock dengan pengakuan tadi.
Katsuki langsung pamit pergi meninggalkan mereka. (Name) masih bingung dengan kecanggungan ini dan Hanako tampaknya juga ikut sedih.
"Memangnya kalian tidak pernah berkomunikasi lewat ponsel?" tanya (Name) penasaran.
Waktu itu dia belum diberikan ponsel.
"Aku merasa kalian terlihat sangat dekat dan saling merindukan."
Hanako bungkam, tentu saja jawabannya iya. Tapi sisi lain, ia takut berdekatan dengan laki-laki.
["Pembagian blok sudah diserahkan pada guru pembimbing masing-masing."]
"Kyaa! Bloknya sudah dibagi! Ayo kita lihat, Hanako."
Dan merekapun berpencar, menghampiri guru pembimbing masing-masing. (Name) menghampiri Arata yang sedang duduk lesehan di pimggir lapangan sebelah barat. Tak lama, Katsuki pun menyusul.
Arata mengamati kertas putih di tangannya lamat-lamat. "Lihat. Kalian berdua sama-sama dapat blok neraka. Itulah mengapa aku ingin kalian tetap latihan di hari libur."
"Itu artinya aku satu blok dengan Hanamiya?"
"Dan aku satu blok dengan Takahashi? Naruse juga?"
(Name) dan Katsuki menyebut rival berat mereka masing-masing. Dan dibalas oleh anggukan.
"Hanya ada empat pelari yang lolos di blok masing-masing, menu latihan kalian harus ditambah." Arata melipat kertas itu dan memasukkan dalam saku kemejanya. Kini alisnya bertaut saat menatap (Name), "Dan kau (Name), aku dapat laporan kau banyak makan gula?"
"Da-dari mana sensei tau?" (Name) bertanya gelagapan. Kini jantungnya deg-degan karena takut dikurung dengan anjing besar pelatihnya itu.
Mati, mati, mati!
"Aku tahu, karena Akashi melaporkannya."
"Me-ngapa dia yang melatihku? Mengapa bukan sensei? Dan mengapa Katsuki-kun tidak?" (Name) memberikan pertanyaan bertubi-tubi.
"Karena pelari yang aku tangani bukan cuma kalian. Akashi sendiri yang berbaik hati menawarkan dirinya, dan Katsuki sudah berlatih dengan Ayahnya yang mantan atlet juga."
(Name) membuang napas kasar, untuk apa Akashi menawarkan dirinya?
"Kalau begitu, mengapa aku tidak diajak latihan dengan Ayah Katsuki-kun juga?"
"Tentu tidak mungkin. Karena rumahku banyak anjing peliharaan Gintaro dan Ibuku. Dan bukankah (Name)-san bilang selalu liburan ke sini kalau libur?" Kali ini Katsuki yang menjawab (Name).
Dan (Name) hanya menghela napas pasrah.
Arata mengeluarkan dua ampiop dari saku celananya.
"Ini ongkosmu, Katsuki sudah ada." Arata memberikan amplop itu pada (Name). "Kalian pulanglah duluan, aku mau ke Kanagawa," sambungnya.
'Kejarlah ilmu sampai ke negeri China' di mata Arata telah berubah jadi 'Kejarlah cinta sampai ke Kanagawa.' Guru muda ini ingin menemui pujaan hatinya di prefektur itu.
"Wah, sensei. Aku juga mau ke Kanagawa."
"U-untuk apa kau membuntutiku?" tanya Arata gugup saat mendengar (Name) ingin ikut ke tujuan yang sama. Ia malu kalau sampai kedoknya diketahui. Wibawanya sebagai pelatih tegas akan hilang kalau (Name) memergokinya berkencan.
"Aku tidak membuntuti sensei! Aku ingin melihat pertandingan Seirin melawan Kaijo," bantah gadis itu.
Arata lega, karena tempat yang dituju (Name) bukan sekolah tempat pacarnya bertugas.
"Setelah nonton langsung pulang. Besok kau sekolah."
"Sensei. Apa dispensasiku bisa ditambah lagi?" goda (Name) yang sudah mulai akrab dengan pelatihnya, ia sudah tak canggung berinteraksi dengan guru muda itu. Hingga yang biasanya 'watashi' berubah menjadi 'ore'.
"Bisa. Asal kau mau dikurung dengan anjingku."
✨⭐✨
(Name) menunggu tim Seirin di stasiun. Gadis itu sendirian karena Arata ada urusan. Lebih tepatnya ingin membeli hadiah untuk sang kekasih.
"Seirin!"
(Name) berjalan cepat ke rombongan tim basket itu. Kagami lah yang mengajaknya ikut ke Kaijo, dan (Name) mau-mau saja karena ini pertandingan pertama yang dilihatnya.
Setelah bercengkrama ria, mereka memasuki kereta. Berjaket Rakuzan di antara warga Seirin membuat (Name) merasa seperti orang aneh. Tapi Kuroko melontarkan kalimat yang sukses membuat gadis itu tersenyum lega.
"Untuk apa merasa aneh? Seluruh Jepang sudah tau Rakuzan sekolah yang kuat."
Karena bangkunya ada tiga, alhasil (Name) duduk ditengah Kagami dan Kuroko. Kagami disebelah jendela, dan Kuroko di sebelah jalan.
Ketiganya sibuk dengan aktifitas masing-masing; (Name) tengah membaca light-novel, Kagami memejam sembari mendengarkan lagu dengan headset lalu Kuroko hanya diam tanpa melakukan apa-apa.
Karena bacaannya sudah tamat, (Name) memasukkan buku itu ke ransel. Ia ingin mengajak ngobrol Kuroko. Namun, Kuroko yang mengajak ngobrol lebih dulu.
"Aku dan Ibuku sangat suka teh yang dibawakan (Name)-san," ucap Kuroko membuka pembicaraan.
(Name) sangat senang mendengarnya.
"Kyoto memang penghasil teh terbaik. Nanti aku bawakan lagi."
"Tidak usah repot begitu (Name)-san." Sungguh, Kuroko bukan tipe orang yang suka main kode-kode untuk mendapatkan sesuatu.
"Tentu tidak repot, Tetsuya-kun, 'kan teman pertamaku," ujar (Name) yang memang tak sungkan. Dekat dengan Kiseki no Sedai—minus Akashi—adalah keinginannya, meskipun ada dari mereka yang menjengkelkan tanda kutip Aomine Daiki.
Kuroko pun berterima kasih, ia sangat senang dipertemukan dengan (Name).
(Name) mengangkat tangan kanannya, meneliti kuku jarinya yang memanjang. Gadis itu membuka ransel lalu mengambil kantong plastik dan pemotong kuku.
Saat ingin memotong kuku jempol kiri, yang pinggirannya tak sengaja ikut terpotong. (Name) meringis pedih, sebercak darah segar muncul darisana. Entah mengapa, gadis ini memang selalu tak bisa memotong kuku dengan benar, pasti ada saja jarinya yang luka.
Di dunia asalnya, orangtuanya atau sang ayah angkat selalu memotongi kukunya. Kalau disini, (Name) merasa harus melakukannya sendiri.
Kuroko yang melihat itu sigap mendatangi Riko yang ada di sebelahnya. Pelatih Seirin itu duduk ditengah Hyuga dan Izuki.
"Pelatih, aku minta plester dan obat merah untuk (Name)-san." Intonasi dan raut wajah Kuroko datar. Tapi pemilik surai biru langit ini khawatir.
"Eh, dia kenapa?" tanya Riko sambil membuka tasnya dan mencari benda yang dimaksud.
"Terluka saat potong kuku," jawab Kuroko. Kini ia sudah mendapat benda yang dipinta.
"Kalau begitu kau bantu potongkan kukunya," ujar Riko yang disetujui Hyuga dan Izuki.
"Ha'i."
Kuroko kembali ke tempat duduknya. Gadis itu tengah meniup-niup jarinya agar rasa pedihnya hilang.
"Berikan tanganmu (Name)-san, aku akan mengobatimu," titah Kuroko. (Name) mengulurkan tangan kirinya pada Kuroko, dan pemuda itu dengan hati-hati mengobati (Name).
Setelah jari jempol (Name) terbungkus plester, Kuroko mengambalikan obat merahnya pada Riko. Kuroko pun mendudukkan diri lagi, dan (Name) mengucap terima kasih.
"Biar aku yang meneruskannya," ucap Kuroko. (Name) memyerahkan gunting kukunya.
Tangan kiri Kuroko memegang bagian pergelangan tangan, dan tangan kanannya memotongi satu persatu kuku (Name) dengan hati-hati. Saat semuanya sudah terpotong, Kuroko mengikirnya agar halus.
"Arigatou Tetsuya-kun," ucap (Name) dengan senyuman kikuk. Ia sangat malu karena tak bisa melakukan hal semudah ini.
"Sama-sama."
"Potong kuku saja tak becus kau (Name)," ledek Kagami seraya memasukkan headphone ke tasnya.
"Urusai Bakagami."
Mereka terus berdebat sampai ditegur oleh Riko. Sementara Kuroko tengah asyik memainkan game di ponselnya.
Kereta terhenti, penumpang pun berguyur turun. Tim Seirin dan (Name) berjalan beriringan menuju SMA Kaijo yang kata Riko lumayan dekat dari stasiun.
Dan memang benar dekat, hanya dengan sepuluh menit berjalan mereka telah sampai. (Name) serta yang lainnya terkagum-kagum dan tak hentinya memuji sekolah elit Kanagawa itu.
Disaat semua orang sibuk memuji SMA Kaijo, Kuroko lebih tertarik memperhatikan Kagami. Penampilan pemuda beralis belah itu memang sangat buruk. Karena minimnya waktu tidur, matanya memerah dan mukanya pucat.
Perkataan (Name) semalam benar-benar menjadi kenyataan, Kagami terlihat seperti zombie.
Kuroko pun bertanya, "Kagami-kun, apa yang terjadi dengan matamu?"
"Urusai," tanggap Kagami.
"Bakagami ini terlalu bersemangat sampai tak bisa tidur semalaman. Dia tertawa-tawa seperti monster menakutkan," timbrung (Name) yang berjalan di sebelah Kagami.
"Memangnya kau anak kecil yang akan berdarmawisata?" ejek Kuroko yang tak habis pikir dengan kelakuan cahayanya itu.
"Apa katamu?!" Kagami murka mendengar ejekan bayangannya.
Karena merasa tali sepatunya kendur, (Name) ingin berhenti sejenak, ia menyuruh Kuroko, Kagami dan yang lain tetap jalan. Gadis itu pun menepi lalu berjongkok untuk membetulkannya.
"Hei kalian!" seru pemuda bersurai blonde sambil belari.
(Name) sangat familier dengan suara cempreng itu. Dan memang benar, suara itu milik Kise Ryouta.
"Tempat ini sangat luas, jadi aku menjemput kalian," ucap Kise saat berhadapan dengan tim Seirin.
"Doumo," sapa Riko sambil membungkukkan badannya sopan.
"Oi, Kise." Kagami menyapa dan menghampiri Kise. Namun si empunya nama hanya acuh.
"Kuroko-cchi. Sejak kau menolak tawaranku untuk bergabung dengan kami, aku menangis setiap malam seperti ini," rengek Kise seraya memeragakan tangisan bombaynya.
Tingkah lebay Kise itu membuat Seirin merasa aneh. Dan (Name) yang bukan bagian dari Seirin bingung apa yang dimaksud model tampan itu.
"Ada apa dengannya?" tanya Hyuga ketus.
"Tunjukkan saja jalannya pada kami!" Kagami menggeram. Ia ingin segera bertanding, ia kesal Kise menghambat waktu saja. Numun lagi-lagi Kise mengabaikannya.
Manik madu Kise menangkap gadis yang tengah membetulkan tali sepatu. Karena rambut gadis itu dikuncir dua, di punggungnya nampak jelas tulisan 'Rakuzan' dengan huruf kapital.
"Sugoii," gumam Kise.
(Name) selesai dan bangkit. "Yahoo Ryouta-kun!"
Tim Seirin terlebih Kuroko dan Kagami kaget (Name) bisa mengenal Kise dan memanggil nama depannya.
"(Name)-cchi ... kau juga tahu, 'kan kalau tidak ada satupun perempuan yang menolakku?" Kise bertanya pada gadis itu, dan (Name) mengiyakan saja.
"Bisakah kau menghentikan sindiranmu?" Kuroko akhirnya angkat bicara karena kesal, kendati wajahnya tetap datar.
Kise pun merangkul (Name). "Wah, ternyata kau dari sekolah hebat-ssu. Lalu mengapa kau tidak sekolah dan malah bergabung dengan mereka (Name)-cchi?" Lagi-lagi Kise seakan menyindir dan meremehkan Seirin. Hal ini membuat Kuroko dan tim Seirin bertambah geram.
"Oh, aku hanya ingin menonton. Aku tidak sekolah karena upacara Sprinter Cup," terang (Name).
"Kau akan memihak siapa?" Meskipun datang bersama Seirin tapi Kise mengharapkan (Name) menjawab Kaijo saja. Namun jawaban (Name) membuatnya kecewa.
"Aku netral saja, karena kalian terlihat sama-sama hebat," jawab (Name) sejujurnya.
Kise melepas rangkulannya. Pemuda blonde itu menghampiri Kagami.
"Aku merasa tertarik dengan orang yang membuat Kuroko-cchi mengatakan itu. Aku tidak peduli dengan gelar Kiseki no Sedai, tapi aku tak bisa mengabaikan tantangan seperti itu," cerocos Kise panjang lebar.
Jeda beberapa detik sampai Kiae kembali bersuara.
"Aku akan mengalahkanmu dengan seluruh kemampuanku," tandas Kise.
Setelah mendengar itu, Kagami jadi tersenyum senang.
"Terdengar menarik."
Mereka melanjutkan perjalanan. (Name) masih belum dapat mencerna sepenuhnya apa maksud dari pembicaraan antar tripple K alias Kuroko, Kagami dan Kise. Tapi gadis itu dapat menyimpulkan satu hal yang pasti; Kagami dan Kise sama-sama ingin menujukkan siapa yang paling hebat.
Kalau bicara yang paling hebat, tentu saja jawabannya Akashi. Tapi kalau di antara mereka berdua? (Name) bingung memutuskannya.
Sesampainya di gymnasium Kaijo, (Name) serta rombongan Seirin terkejut dengan lapangan yang dibagi dua. Setengah untuk latihan dan setengah untuk tanding. Mereka—terutama Riko sangat heran, mengapa hanya bermain setengah lapangan?
"Kyaaaa! Kita kedatangan gadis cantik dan seksi!" seru Moriyama yang langsung dapat tendangan maut Kasamatsu.
"Oh, sudah sampai. Selamat datang, aku Takeuchi, pelatihnya." Pelatih Kaijo ini memberi sambutan pada Seirin.
Muncul perempatan di dahi Takeuchi saat melihat (Name) dari sekolah Rakuzan ikut bergabung dengan Seirin. Takeuchi melirik satu persatu orang, dan tidak merasakan ada sosok pelatih yang mendampingi. Ia mengira Riko hanya manajer.
"Yang mana pelatih kalian? Dan siswi Rakuzan ini ada kepentingan apa?" Takeuchi akhirnya bertanya.
"Jika berkenan, saya hanya ingin menonton pertandingan ini," ujar (Name) formal.
Takeuchi mengangguk membolehkan, tak mungkin juga ia mengusirnya. Sebenarnya Takeuchi heran, ia mengira (Name) hanya membuang waktunya untuk menonton pertandingan yang tak berguna.
"Dan aku pelatihnya, Aida Riko. Yorushiku Onegaishimasu." Riko memperkenalkan diri.
Takeuchi tambah merasa aneh, bisa-bisanya siswi menjadi pelatih.
"Jadi ... apa ini?" Akhirnya Riko memberanikan diri untuk bertanya perihal lapangan.
"Seperti yang kau lihat, kita akan bermain setengah lapangan. Sebab, tidak ada yang bisa kami pelajari dari pertandingan ini," jelas Takeuchi yang kentara jelas meremehkan tim Seirin.
Tangan Riko terkepal kuat, aura gelap kini menyelimutinya. Pelatih Seirin ini sangat murka timnya diremehkan. Terlebih lagi di hadapan (Name) yang dari sekolah hebat, harga diri Seirin seakan diinjak-injak.
(Name) melakukan hal yang sama, kendati dirinya hanya orang asing tapi (Name) sangat geram.
"Dasar," desis (Name) geram. Kuroko langsung menepuk-nepuk pundak gadis itu agar emosinya tidak kelepasan.
"Mereka kira kita ini payah?!" gerutu Kagami.
Takeuchi melihat Kise memakai seragam, pria ini menyuruh Kise melepasnya karena si blonde itu tidak termasuk starter. Takeuchi mengatakan kalau Kaijo pasti menang walau tanpa dirinya.
Seirin dan (Name) yang tak sengaja mendengar itu bertambah murka. Kaki (Name) gatal, ia ingin mendatangi Takeuchi dan melabraknya, namun tangannya di cekal oleh Riko dan Kuroko.
"Tenanglah (Name)-chan / san."
Kuroko dan Riko tak menyangka (Name) akan sebuas ini jika marah. Bahkan lebih buruk dari Kagami yang masih lumayan bisa mengontrol diri. Gadis anti pikir panjang ini memang harus didampingi orang untuk mengontrol emosinya.
(Name) mengatur napasnya dan berusaha mengendalikan diri. Ia pun tersadar sedang membawa nama Rakuzan. Tak lucu kalau kabar (Name) melabrak pelatih Kaijo sampai kesana dan mencoreng nama baik sekolah.
Kise pun datang untuk meminta maaf. Pemuda blonde itu juga menantang agar Seirin membuat 'kejutan' jika ingin dirinya dibolehkan bermain.
"Antarkan orang-orang Seirin ke lokernya." Takeuchi menyuruh salahsatu muridnya.
Seirin dan (Name) mulai berjalan menuju tempat yang dimaksud.
"Bersiaplah Kise-kun. Kami tidak akan membuatmu memunggu." Sembari berjalan. Kuroko berseru kalau menerima dengan senang hati tantangan tadi.
✨⭐✨
(Name) duduk bersama Riko. Kedua perempuan itu menganalisis tim Kaijo dengan saksama. Riko dapat melihat angka-angka luar biasa di tubuh mereka, sementara (Name) mendapat informasi dari ingatannya tentang skill apa saja yang dimiliki pemain Kaijo.
Secara fisik memang Kaijo lebih unggul dari Seirin. Tapi Riko berusaha optimis.
Tak lama, peluit panjang menyadarkan mereka. Tip off pun dilakukan dan Kaijo yang mendapat bola.
Bola yang didribble Kasamatsu sukses dicuri oleh Kuroko. Kasamatsu mengejar si bayangan itu, dan Kuroko langsung memberi umpan manis pada Kagami.
Power forward Seirin ini kentara jelas sangat bersemangat, sampai-sampai ia tak sadar sudah mematahkan ring milik Kaijo akibat dunk luar biasanya.
"YOSHAA!" seru Kagami seraya mengangkat ring itu ke udara.
Semua yang melihat itu melongo. Kagami sendiri kaget saat melihat patahan ring di genggamannya. (Name) mati-matian menahan tawanya meledak, sementara Riko takjub sekaligus cemas tentang berapa uang yang mesti dikeluarkan untuk ganti rugi.
Riko pun menghampiri Takeuchi untuk meminta maaf. Kuroko dan si pelaku juga ikut menghampiri pelatih Kaijo itu. Kuroko tampak tulus meminta maaf, sementara Kagami tersenyum puas.
"Maaf. Kita tidak bisa bermain. Jadi, bisakah kita gunakan seluruh lapangan?" pinta Kuroko.
Raut wajah Takeuchi jadi garang, ia tak menyangka akan dapat 'kejutan' seperti ini dari tim yang menurutnya ecek-ecek.
"Gunakan seluruh lapangan!" putus Takeuchi. Lapangan pun segera dipersiapkan.
Kise dan (Name) menghampiri dua orang yang jadi cikal bakal rusaknya ring.
"Huahahaha! Kagami-kun, kau hebat sekali! Aku mau kau melakukannya lagi," ucap (Name) yang masih merasa geli Kagami merusak ring.
"Aku sangat bersemangat (Name)! Kalau Kise masuk, kemungkinan akan terulang lagi," tanggap Kagami.
"Ini tidak boleh terulang lagi," cegah Kuroko. Satu ring saja mahal, entah bagaimana kalau ditambah lagi. Bisa-bisa kas klub dilipat gandakan.
"Hahahaha! Inilah kejutan yang aku maksud. Aku belum pernah melihat wajah pelatih seperti tadi," timbrung Kise sambil terkekeh puas.
"Bilang pada pelatihmu itu, inilah balasan karena meremehkan kami," ujar Kagami yang masih dendam kesumat dengan Takeuchi.
"Entah berapa ganti ruginya," gumam Kuroko seraya berjalan menjauhi mereka.
"Apa?! Kita harus ganti rugi?" Kagami tak terima. Padahal, kerusakan ini ulahnya.
"Tentu saja Bakagami-kun, kau sudah merusak fasilitas tim lawan," tanggap (Name) yang masih berada di sisi Kagami. Sementara Kise sudah pergi untuk ganti seragam.
"Kalau begitu, aku tak mau mwngulangnya lagi," ucap Kagami yang cemas uang kas klub akan bertambah.
Tak lama Kise telah kembali lagi dengan seragamnya.
"Maaf telah membuat kalian menunggu," ucap Kise pada tim Seirin.
"Akhirnya kau masuk," sahut Kagami yang memang sudah tak sabaran menghadapi Kise.
"Dan (Name)-cchi, ku pastikan kau tidak netral lagi setelah aku masuk," sambung Kise. (Name) hanya membalas dengan senyuman.
"Kau lebih keren seperti ini daripada jadi model," puji Kapten Seirin.
"Dia hanya pamer," celetuk Kuroko.
(Name) menyetujui pendapat Hyuga. Ia lebih suka Kise jadi atlet saja dari pada model. Karena otot-otot Kise sangat keren saat berseragam basket.
Terdengar riuh teriakan para gadis berseragam abu-abu menyoraki nama Kise.
"Apa itu?" Hyuga terheran-heran melihat keramaian.
"Oh. Itu fans Kise. Mereka selalu seperti itu kalau Kise dimainkan," jelas Kasamatsu.
Kise melambai-lambai dan mengucapkan terima kasih pada penggemarnya. Kasamatsu geram, ia langsung menendang adik kelasnya itu hingga Kise mengaduh kesakitan.
Pertandingan pun dimulai, (Name) kembali duduk disebelah Riko. Aliran pertandingan tampak sangat panas, semakin Kagami berusaha Kise semakin membalasnya lebih kejam.
"Riko-chan, ini buruk." (Name) cemas saat melihat tim Seirin kelelahan.
"Aku mengerti."
Dan Seirin mengambil time out.
Di tempat yang berbeda, Kuroko dan Kise sama-sama membahas tentang aliran permainan yang cepat ini bisa membuat Kuroko cepat kelelahan.
⭐⭐⭐
"Referee time out!"
Pelipis Kuroko terluka akibat Kise tak sengaja memukulnya karena mengejar Kagami. Kepalanya mengucurkan darah segar.
Riko memberikan kotak obatnya pada (Name) dan gadis itu langsung lari menghampiri Kuroko. Sekarang gantian (Name) yang mengobati pemuda itu. Setelah diobati, Kuroko mencoba berdiri.
"Kau tidak apa-apa Kuroko?" tanya Hyuga dengan cemas.
"Tidak apa. Pertandingannya baru saja—" belum sempat Kuroko melanjutkannya, pemuda itu ambruk dihadapan (Name). Dengan sigap (Name) memeluknya, menahan tubuh Kuroko agar tak jatuh.
Kuroko pun di istirahatkan, pertandingan berlanjut tanpa adanya sang bayangan. Selisih angka Seirin masih tertinggal jauh dari Kaijo.
Riko jadi ketar-ketir, jika ini terus berlanjut tidak menutup kemungiinan Seirin akan kalah telak. "Seandainya ada Kuroko-kun," harapnya. Memang sangat disayangkan Kuroko terluka disaat seperti ini.
Sementara (Name) mengelus puncak kepala Kuroko sambil mengipasinya dengan buku.
"Aku mengerti." Kuroko tiba-tiba bangkit dan membuat (Name) kaget. "Ohayou," sambungnya.
Kuroko VS (Name) dan Riko saling berdebat Penyebabnya karena Kuroko ngotot ingin main. Padahal, kondisinya masih sangat buruk.
Sepertinya kalimat 'perempuan selalu menang dalam perdebatan' itu keliru. Riko dan (Name) akhirnya kalah dan pasrah. Koroko dibolehkan bermain, dengan syarat; kalau kondisinya semakin memburuk ia akan langsung digantikan dan tanpa bantahan.
🏀🏀🏀
Terdengar bunyi peluit panjang, pertanda pertandingan telah usai. Setelah begitu banyak cobaan, Seirin berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 100-98 dan membuat Kaijo bungkam.
Tim Seirin terutama Kagami sangat senang. Namun, lain halnya dengan Kise, pemuda itu tampak murung hingga menitikan airmata.
(Name) yang netral bingung mengeluarkan ekspresi apa. Ia senang Seirin menang, tapi tak sanggup melihat Kise menangis.
"Kalau (Name)-san memang netral, pergilah dan hibur Kise-kun sampai tangisnya berhenti," usul Kuroko. Meskipun Kuroko sangat risi dengan tingkah Kise, tapi Kuroko tak tega melihat mantan rekannya itu terpukul.
"Untuk apa melakukan itu? Kita akan pulang dan (Name) harus kembali ke Kyoto," sergah Kagami.
"Kuroko-kun benar. Kalian pulang duluan saja. Aku bisa sendiri kok," ujar (Name).
"Barangmu di rumahku tidak ada yang tertinggal, 'kan?" tanya Kagami dan dibalas anggukan.
Seirin pulang tetlebih dahulu. (Name) menghampiri Kise yang masih tampak sedih.
"Ryouta-kun?" panggil (Name).
Tanpa babibu, Kise langsung memeluk gadis itu.
"(Name)-cchi," rengeknya. Saat ini Kise merasa seperti pecundang.
(Name) pun mengusap lembut punggung Kise.
"Jangan menangis terus seperti perempuan, Kise!" tegur Kasamatsu. Ia tidak ingin menendang Kise dengan posisi itu, bisa-bisa mereka berdua terjatuh dengan posisi ambigu.
Kise pun tersadar, ia melepas pelukan itu dan menghapus bersih airmatanya.
"(Name)-cchi mau keliling Kaijo sebelum pulang?" tawar pemuda itu.
"Boleh."
Kise meminta izin pada Kasamatsu. Kapten Kaijo itu membolehkannya saja, setidaknya dengan bersama gadis itu membuat Kise bisa bahagia lagi.
(Name) dan Kise hanya berkeliling di daerah belakang sekolah, sebab jika di depan akan membuat kehebohan.
Kini mereka tengah di taman belakang SMA Kaijo. (Name) berdecak kagum. Taman itu tak kalah indah dari milik Rakuzan.
"Bagus sekali Ryouta-kun," puji (Name).
"Ini tempat favoritku kalau sedang sedih dan butuh waktu sendiri," ungkap Kise.
(Name) terdiam. Setiap orang memang punya sisi tersembunyi masing-masing. Terlepas dari sifatnya yang ceria, Kise juga orang yang mudah rapuh.
Kini mereka terduduk di bangku putih panjang.
"Kalau Ryouta-kun ingin bercerita atau butuh sandaran, aku selalu siap, kok."
Dan di detik itu juga Kise bersandar di pundak kiri (Name). Kise menggenggam erat tangan kiri gadis itu seolah minta disalurkan kekuatan. Dan tangan kanan (Name) mengelus lembut surai kuning miliknya.
Kelembutan dari belaian gadis itu membuat Kise tenang dan plong. Setelah lama melakukan itu, Kise pun menyuruh (Name) berdiri.
"Tutup matamu-ssu, dan jangan mengintip. Tenang, aku tak akan meninggalkanmu," perintah Kise.
(Name) pun menurut saja, gadis itu memejamkan kedua matanya. Kise langsung mengamit tangan (Name), menuntun gadis itu entah kemana. Tetiba (Name) merasa deg-degan, ia pernah membaca adegan semacam ini di novel romansa.
Kise ternyata mengajak (Name) ke arah tanaman bunga mawar. (Name) sendiri tahu karena dapat mengendus aromanya.
"Jangan takut ya (Name)-cchi, aku harus melepasmu sementara," ucap Kise sambil melepas genggamannya. (Name) pun mengiyakan saja.
Kise melepaskan dua tali rambut di kepala (Name) hingga terurai panjang. (Name) semakin deg-degan atas perlakuan Kise ini.
Kise lalu memetik satu persatu bunga itu dan membuat sebuah mahkota. Entah dapat tutorialnya darimana, Kise bisa dengan lihai membuat mahkota bunga yang cantik itu.
"Sekarang buka matamu (Name)-cchi," ucap Kise sambil mengambil ancang-ancang memasang mahkota itu.
(Name) membuka matanya dan speechless melihat Kise memegang mahkota mawar itu.
Kise langsung memasangkan mahkota itu pada (Name), lalu kedua tangannya memegang pipi gadis itu yang sudah memanas semerah tomat.
"Kau sangat cantik (Name)-cchi," puji Kise setulusnya dengan suara yang sangat lembut
Di detik itu juga (Name) merasa ingin terbang melayang diatas awan.
"Terima kasih sudah menemaniku hari ini-ssu."
💛💛💛
Berada di kapal manakah kamu sekarang?
Astaga.
Ini hampir 4000 kata, padahal pertandingannya banyak di skip.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com