25. Janjiku Padanya.
Sialnya, kau sudah menutup aksesku untuk menggapai hatimu.
-Mayuzumi Chihiro.
⭐✨⭐
Dua atlet sprint berbeda gender tengah selonjoran di tembok ujung lapangan. Katsuki sedang memakan donat kacang dan tumben-tumbennya (Name) hanya makan satu buah mochi mangga.
Katsuki merasa ada yang tidak beres. Mungkinkah bumi akan kiamat sebentar lagi? Begitulah pikirnya.
"(Name)-san? Kau sariawan, ya?"
(Name) menggeleng, "Tidak, kok. Kenapa kau bisa mengira aku sariawan?"
"Biasanya, 'kan porsi makan (Name)-san seperti kuli bangunan."
(Name) tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
"Aku sudah kenyang. Sehabis debat tadi Akashi mentraktirku, hebe."
"Wah, wah." Sebagai tim 'ship' mereka, Katsuki tambah gemas mendengarnya.
(Name) kini tengah menulis lalu menggulung kertas kecil-kecil untuk bermain Truth or Dare (Name) dan Katsuki melakukan janken. (Name) mengeluarkan gunting dan Katsuki kertas.
Dengan harap-harap cemas, Katsuki mengambil salahsatu gulungan yang ada. Pemuda bermanik biru itu membukanya dan membaca tulisan disana dalam hati.
Truth.
Keringat dingin mulai tampak di dahi, ia menggigit bibir bawahnya geram. Tapi, ia harus sportif. Apapun yang tertera di kertas harus dijalankan, baik itu truth atau dare.
Lagi pula, yang menyarankan permainan ini Katsuki sendiri.
"Truth," ucap Katsuki pada akhirnya. (Name) tersenyum puas.
"Ne, Katsuki-kun, apa kau menyukai Hanako?"
Katsuki sudah menduga kalau itu yang akan ditanyakan.
"I-i-iya," jawab pemuda itu dengan terbata.
(Name) semakin menggebu-gebu ingin bertanya. "Sejak kapan? Dan mengapa kau bisa menyukainya? Apa kau sudah pernah menyatakannya? Ohiete kudasai!"
"Astaga (Name)-san, kau sendiri yang bilang cuma satu pertanyaan dan tidak merambat-rambat." Katsuki mengeluh. Ia malu menceritakan masa-masa cinta monyetnya di SMP.
"Demo ... aku penasaran tahu." (Bame) mencebikkan bibirnya.
"Berarti giliranmu juga aku rambat-rambati ya?" ancam Katsuki.
"Eeh jangan-jangan! Baiklah." (Name) akhirnya menurut juga. Ia tidak mau kalau pertanyaan atau tantangan dari Katsuki berlipat ganda dan aneh-aneh.
"Kalau perasaanmu masih sama, berjuanglah." (Name) memberikan semangat pada rekan larinya itu. Katsuki pasti putus asa, tak mudah mendapatkan cinta gadis yang phobia dengan laki-laki.
Katsuki tersenyum pahit dan berkata, "Kurasa ... itu mustahil."
"Hei, jangan pesimis begitu tahu! Kita ini atlet, kan? Atlet punya semangat juang tinggi dan pantang menyerah." (Name) masih berusaha menyemangati Katsuki.
Katsuki tertegun, meresapi kalimat yang dilontarkan gadis itu. Ia pun menghela napas panjang lalu berujar, "Kau benar. Mungkin ... aku akan berjuang pelan-pelan."
(Name) tersenyum senang, ia berhasil menguatkan hati rapuh rekannya itu.
"Wah. Sekarang giliranku ya." (Name) mengambil salah satu gulungan dan membacanya dengan terpekik heboh. "Dare?!!"
Sekarang giliran Katsuki yang tersenyum puas, lebih pantasnya disebut seringaian licik. Tujuannya memainkan ToD ini adalah untuk menjahili (Name).
"Awas saja kalau aneh-aneh! Aku tidak mau belanja denganmu lagi!" (Name) gelisah setengah mampus. Firasatnya kini sangat tak enak, ia merasa seperti akan ada malapetaka yang terjadi.
"Kau harus sportif (Name)-san. Namanya juga tantangan. Dan tantanganmu adalah—" Katsuki menggantung ucapannya hingga membuat (Name) deg-degan seperti konstestan audisi.
"Tulis sebuah surat, dan temanya 'Sepuluh pujian untuk Akashi'. Lalu, kau berikan padanya."
Netra gadis yang ditantang membelalak lebar. Ia benar-benar tak setuju dengan tantangan itu.
"APA?! Apa tidak ada dare yang lebih waras?! Ganti, pokoknya ganti!"
"Kau harus sportif. Kalau kau tidak mau, aku bawakan Rocky kesini dan usap kepalanya satu menit." Katsuki memberi ancaman maut agar (Name) menurut.
"Jangan!!!" cegah (Name).
"Nah, kalau begitu, lakukan darenya." Katsuki masih bersikeras. Ia sangat berambisi mendekatkan (Name) dan Akashi.
"Ganti dulu." (Name) benar-benar tak ingin melakukan tantangan gila itu. Ia tak mau jikalau Akashi beranggapan ini taktik untuk mengemis cintanya. (Name) tidak menyukai Akashi lagi, tidak lagi.
Katsuki berdiri dan berjalan beberapa langkah. "Aku jemput Rocky ya." Dan berlari kecil meninggalkan gadis itu.
(Name) mengejar Katsuki dan menahan lenganmya.
"Argh! Baiklah-baiklah, jangan jemput anjing itu!" (Name) terpaksa harus melakukannya. Lebih baik memuji Akashi daripada menyentuh anjing.
(Name) langsung duduk, mencari buku dan penanya, lalu menulis surat yang dimaksud.
Dear
(Name) langsung mencoret-coret dan menyobek kertas itu.
"Tidak bisa! Aku tidak pernah menulis surat. Please, ganti." (Name) memasang wajah melas seperti orang tidak makan 3 hari.
"Sportif (Name)-san, ayo sportif. Kita ini atlet, 'kan? Atlet harus sportif." Katsuki tak terpengaruh dan terus memaksa. Bahkan, ia meniru ucapan (Name) tadi.
"Baiklah! Aku memang pelari, tapi tak pernah suka lari dari tantangan! Dan aku bukan pengecut, apa yang kumulai pasti kuselesaikan." Bagaikan ada pelangi imajiner di atas kepalanya, (Name) langsung menulis dengan lancar jaya.
Setelah selesai, (Name) langsung melipat kertas itu. Katsuki senang bukan main. Ia menyeret (Name) ke gymnasium.
"Tunggu pembalasanku kalau kau dapat dare!" (Name) sangat geram dan tak sabar ingin membalas dendam.
Katsuki bergidik ngeri karena (Name) ini tergolong orang yang sadis.
Belumlah sampai gym, sosok yang ingin ditemui sudah ada di depan mata. Akashi tengah berjalan dengan langkah cepat, pundaknya menyangking tas selempang. Ia ingin pulang lebih awal karena ada kesibukan mendadak.
"Sukses," bisik pemilik netra sebiru lautan itu.
Katsuki melepaskan (Name) dan pergi meninggalkannya begitu saja, ia bersembunyi di lorong untuk mengintip. Sementara (Name) menunduk dalam dan meremas pakaiannya dengan erat.
"Ka-kapten," panggil (Name) dengan gugup. Badannya panas dingin seperti dispenser. Tantangan Katsuki benar-benar gila! Ayolah, yang dihadapinya ini Akashi.
"Apa?" sahut Akashi dengan ketus. Ia sedang sibuk, kehadiran (Name) baginya hanya mengganggu.
"Ano ... ada yang ingin kukatakan padamu." Seluruh wajah (Name) memerah padam karena malu.
Sialan kau Katsuki. Lihat saja kalau kau dapat dare! Kau harus menari ular di depan Hanako.
Akashi yang absolut ini malah salah mengartikan. Ia mengira gelagat (Name) itu seperti ingin menyatakan perasaan cinta.
"Apa kau ingin menyatakan perasaanmu lagi? Kau ini sangat keras kepala, ya? Kau pikir, sikap peduliku selama ini karena aku mulai menyukaimu? Cih. Tentu saja tidak, bodoh. Berhentilah berharap padaku karena aku tak akan pernah membalasnya," omel Akashi panjang lebar.
(Name) pun segera menyanggah, "Bu-bukan! Serius, bukan itu yang ingin kukatakan. Aku, 'kan sudah bilang kalau tidak mencintaimu lagi."
"Jadi apa maumu, manajer? Cepatlah, aku buru-buru," desak Akashi.
"Aku ingin mengatakan kalau ... kalau." (Name) sangat gugup mengatakannya.
"Kalau apa?!" Akashi geram sendiri karena bertele-tele.
"Ja-jangan marah begitu. Aku tambah takut mengatakannya."
(Name) masih menatap lantai. Tak berani memandang Akashi yang sudah pasti ekspresinya sangat garang.
"Bagaimana aku tak marah kalau kau bertele-tele? Cepatlah!"
"A-aku ingin memgatakan kalau aku menulis sebuah surat untukmu." (Name) memberikan surat itu dan diterima oleh Akashi. Lalu, (Name) berlari sekencang-kencangnya.
"Katsuki no bakaaa!!! Huaaa. Kami-sama tolong teleportasikan saja aku ke pluto! Awas saja kau BAKATSUKI!" teriak (Name) menggema sepanjang langkahnya. Ia tak berminat melanjutkan permainan bodoh itu, dan lebih memilih pulang.
Dan (Name) sangat malu menampakkan diri di depan Akashi. Tapi, rasanya mustahil jika mereka tak bertemu lagi, (Name) sudah terikat dengan kaisar maha absolut itu.
Katsuki keluar dari persembunyian dan berteriak. "(Name)-san!"
"Aaaa baka yarou! Aku tidak mau belanja denganmu lagi!" Suara (Name) mulai tertelan jarak.
Akashi jadi penasaran dengan isi surat yang membuat (Name) mengamuk seperti itu. Lalu, ia membukanya.
Dear, Kapten Akashi.
Jangan salah paham ya!
Aku menulis ini bukan sebagai media menyatakan perasaan cinta!
Karena aku sudah tidak mencintaimu.
Aku menulis ini untuk memenuhi dare dari Katsuki. Si sinting itu menyuruhku menulis sepuluh pujian tentangmu. Kalau tidak ku lakukan, dia akan membawakanku anjing.
Jadi, jangan marah ya! :)
Ah, tidak-tidak. Kau boleh marah karena aku menyita waktu berhargamu untuk membaca surat tidak bermutu ini. Tapi, kumohon jangan menyakitiku. Aku takut mati.
Sepuluh ya?
Baiklah.
1. Matamu sangat indah, baik itu milikmu atau temanku. Tapi jujur, matamulah yang lebih unik dan aku selalu menyukainya.
2. Rambutmu juga indah, seperti bunga mawar.
3. Pokoknya, semua yang diwajahmu itu mempesona.
4. Permainan basketmu hebat.
5. Ototmu keren!
6. Kau sangat jenius.
7. Kuat.
8
. Berwibawa.
9. Kau selalu melakukan yang terbaik.
10. You are perfect.
Akashi tersenyum samar. Ia melipat surat itu seperti semula dan memasukkannya ke dalam saku.
⭐✨⭐
Karena kesiangan akibat kebablasan main game diamond rush, (Name) tidak bisa berangkat sekolah dengan jogging. Ia akan menaiki sepeda seperti biasa agar sampai sekolah tepat waktu.
Mayuzumi juga kesiangan, ia jadi merasa bersalah karena tidak membangunkan (Name). Tapi gadis itu tak sedikitpun menyalahkan Mayuzumi, ini seratus persen salahnya sendiri.
"Astaga! Badanmu panas Hiro-kun." (Name) panik saat memegang pinggang pemuda itu, amat terasa panas.
Mayuzumi memang drop. Ia semalam mengantar otangtuanya ke stasiun dan pulang dalam keadaan hujan-hujanan.
Sebenarnya ia memyempatkan diri untuk berteduh, tapi lama kelamaan ia kesal hujannya tak kunjung reda. Sebab, banyak tugas yang harus ia tuntaskan. Dan pada akhirnya, Mayuzumi memutuskan menerobos saja.
(Name) pun segera turun dari sepedanya. "Turun Hiro-kun."
Mayuzumi menurut. Ia tak boleh gegabah membawa kendaraan saat sedang sakit, atau bisa mencelakai dirinya sendiri dan (Name). Terlebih lagi (Name) dua hari lagi akan bertanding, tentu saja tak boleh cidera barang sedikitpun.
"Aku pesan taksi. Kita ke rumah sakit, ya?"
Mayuzumi menolak ajakan (Name). Menurutnya, itu terlalu berlebihan. "Tidak usah."
"Tapi kau harus diobati." (Name) memaksa. Ia sangat khawatir dengan keadaan Mayuzumi.
"Kubilang tidak usah." Mayuzumi tetap menolak.
"Hiro-kun bodoh! Orang sakit harus berobat tahu."
"Obat bisa dibeli di apotek, tidak perlu ke rumah sakit. Dan jangan berpikir untuk membakar light novelku."
(Name) mendengkus kesal. Kemarin, dia mampu membuat lawan debatnya bungkam. Tapi kali ini dirinya yang kehabisan kata-kata.
"Huh, ya sudah. Yang penting kau sembuh. Masuklah, aku akan pergi membeli obat." (Name) mengambil alih sepeda dan duduk di jok depan.
Meow!
"Ah, ambil Mayuu-nya Hiro-kun."
Mayuzumi mengambil kucing kelabu yang terguling di keranjang. Mereka memang selalu mengajak kucing itu, dan menitipkannya di penitipan hewan yang dekat dari rumah.
"Sekolahmu?"
(Name) mengulas senyuman lembut.
"Aku tidak peduli tentang sekolah, yang terpenting dalam hidupku itu kau. Jaa." (Name) mulai melajukan sepedanya ke apotek.
Dengan sempoyongan, Mayuzumi berjalan masuk ke pintu rumahnya.
Yang terpenting dalam hidupku itu kau.
Ditengah rasa sakitnya, Mayuzumi tersenyum samar. Ya, seorang Mayuzumi Chihiro yang datar ini bisa dibuat tersenyum karena gadis bernama [Full Name].
Kucing kelabu itu ditaruh di lantai dan berkeliaran bebas. Mayuzumi melanjutkan langkah sempoyongannya.
Tak lama. Mayuzumi telah sampai di kamarnya, ia langsung merebahkan diri. Sementara (Name) tengah mengayuh sepedanya menuju apotek yang jaraknya agak jauh.
• • •
(Name) telah kembali, ia tengah mengompresi dahi Mayuzumi agar suhu panasnya menurun. Obat yang dibelikan sudah diminum. (Name) bersyukur pemuda itu bukan tipe orang yang anti minum obat seperti dirinya. Ia jadi tidak perlu repot membujuk.
"Dah, sekarang tidur ya?" titah (Name) seraya mengelus lembut rambut abu-abu itu. Gadis ini ternyata bisa menjelma berbagai macam versi. Ada kalanya ia jadi sosok childish yang menjengkelkan, ada kalanya juga ia jadi sosok keibuan yang perhatian seperti sekarang.
"Berangkatlah ke sekolah." Mayuzumi balas memerintah. Meskipun senang dengan kalimat tadi, tapi ia tak mau (Name) tertinggal pelajaran demi merawatnya.
Kesal karena Mayuzumi terlalu memikirkan sekolah, (Name) mencubit hidung pemuda itu sampai memerah.
"Kubilang tidak penting, aku akan bolos untuk merawatmu. Istirahatlah."
Kalau begini, mau tidak mau Mayuzumi harus pasrah. Gadis itu memang benar-benar keras kepala, semua kemauannya harus terpenuhi.
Perlahan, manik abu itu tertutup oleh kelopak. Efek obatnya sangat cepat berekasi di dalam tubuh. (Name) tersenyum, Mayuzumi akhirnya beristirahat.
Bagi (Name), wajah tidur pemuda itu sangat menggemaskan. Tentu saja ia harus mengabadikan momen ini dengan ponselnya.
Cekrek.
"Ups."
(Name) segera mengatur kameranya agar tak berbunyi, lalu ia memotret ulang figur damai Mayuzumi sampai puas. Karena tidak dicharger sejak semalam, baterai ponsel itu habis. (Name) segera menchargernya dan mengambil light novel untuk dibaca.
(Name) kembali mendudukkan diri di samping Mayuzumi, matanya fokus membaca light novel. Karena cuma kedapatan tidut 4 jam, (Name) jadi mengantuk. Ia tak sadar sudah ambruk disebelah Mayuzumi.
Pemuda itu mengubah posisi tidurnya dan memeluk (Name). Keduanya sama-sama tak sadar dengan posisi itu.
Selang empat jam kemudian, Mayuzumi terbangun. Netra abunya membelalak lebar ketika (Name) ada di dalam dekapannya.
Mayuzumi bingung menuruti hati atau akal sehatnya; hatinya mengatakan nyaman diposisi ini, akal sehatnya mengatakan segera menjauh. Pada akhirnya pemuda itu memilih menyingkir, tapi sebelum itu ia membelai lembut pipi chubby milik (Name).
Sungguh, ia menyukai setiap inci wajah gadis itu. Terutama pipi menggemaskannya. Dan sebelum (Name) bangun dan menuduhnya hentai, Mayuzumi menyingkir jauh.
Meskipun suhu badannya sudah normal, badannya masih lemas dan sedikit pusing. Mayuzumi tak kuat mengambil air di dapur, sialan sekali teko yang di nakas sudah habis.
(Name) terbangun, ia menengok sampingnya dan mendapati Mayuzumi tengah menatap kosong langit-langit kamar.
"Hiro-kun mau sesuatu? Akan aku ambilkan." (Name) bertanys dengan suara serak khas bangun tidur.
"Mau minum."
(Name) bergegas bangkit, ia menuju dapur untuk mengambil segelas air dan beberapa persediaan buah; mangga, pisang dan apel. (Name) mengirisi buah-buah itu dengan cekatan, lalu meletakkan semua itu di nampan. Ia pun kembali lagi ke kamar.
Mayuzumi kini terduduk sambil membaca light novel. (Name) mengernyit kesal, bukannya istirahat saja, orang sakit itu masih menyempatkan diri untuk berkencan dengan light novelnya.
Otaku akut ini sangat meresahkan.
(Name) meletakkan nampannya di nakas dan merampas bacaan Mayuzumi. "Jangan baca dulu!" (Name) pun meletakkan LN itu diatas tumpukan koleksi Mayuzumi yang menggunung.
Mayuzumi mendengkus sebal, ia tengah membaca scene yang seru tapi keburu dirampas oleh gadis barbar ini.
(Name) menyerahkan segelas air yang dipinta Mayuzumi, pemuda itu meneguknya hingga tandas. (Name) meletakkan gelas itu dan mengambil nampan berisi buah-buahan. (Name) mendudukkan diri di samping Mayuzumi.
"Setelah makan baru boleh baca. Sekarang makan dulu." (Name) menyuapi seiris buah apel. Mayuzumi membuka mulutnya dan memakan apel itu.
"Sudah, aku bukan bocah," keluh Mayuzumi seusai menelan makananannya. Sejujurnya, ia senang disuapi seperti ini.
Tapi gengsi.
(Name) menyeringai, dan mengambil satu potongan mangga.
"Hee. Aku jadi tertarik melihat orang tua sepertimu berlagak jadi bocah yang manja. Ayo lagi, aaaa." (Name) segera menempelkan buah itu pada bibir Mayuzumi agar tidak sempat mengucap penolakan.
Dan benar saja, pemuda itu tidak sempat menolak dan langsung menyambut suapannya.
"Sudah cukup, aku bukan bocah." Mayuzumi bertambah gengsi, tingkahnya malu-malu tapi mau seperti orang tsundere.
"Terus. Kalau Kaa-san dan Tou-san tidak ada, selama ini siapa yang merawatmu kalau sakit?" (Name) mengalihkan perhatian Mayuzumi dan terus menyuapinya. Bagai terkena hipnotis, pemuda itu akhirnya menerima suapan ketiga tanpa protes.
"Sendiri," jawab Mayuzumi. Ya, begitulah selama ini. Mayuzumi akan berjuang sendiri mengobati dirinya, mulai dari mengompres dan mengambil ini itu.
(Name) memegang pundak pemuda itu dan tersenyum lembut. "Ne, Hiro-kun. Karena sudah ada aku, kau tidak akan sendiri lagi. Aku berjanji akan selalu bersamamu dalam keadaan apa pun."
Setelah mendengar ikrar itu, ada rasa senang yang membuncah dalam diri Mayuzumi hingga tak terbendung lagi, ia tak tahan ingin mengekspresikannya.
Mayuzumi menggeser nampan buah yang menjadi penghalang, lalu memeluk (Name) dengan erat.
"Aku juga." Pemuda itu mengucap ikrar yang sama. Bahkan, ini kedua kalinya dia ucapkan. Yang pertama saat (Name) ketiduran di kamar ini, di hari menemukan Mayuu.
"Dan juga. Aku merasa pertemuan kita bukan sebuah kebetulan, tapi memang takdir. Itu karena kita mengisi kekosongan satu sama lain."
"Tapi sialnya, aku tidak diizinkan mencintaimu."
✨⭐✨
(Name) sungguh berat hati meninggalkan Kyoto karena takut sakitnya Mayuzumi kambuh. Tapi, pemuda itu bersikeras (Name) tetap pergi tanpa harus mengkhawatirkan dirinya.
Pagi buta ini. Kagami sukarela menjemput (Name) di terminal. Ia menunggu bus dari Kyoto yang diperkirakan tiba pukul enam pagi.
Dan tak lama, bus yang ditunggu-tunggu itu tiba. Penumpang mulai berduyun-duyun turun, (Name) berjalan dengan sempoyongan mencari eksistensi Kagami.
Kagami segera menghampiri gadis yang dinanti-nantinya.
"Kau ngantuk, ya?" tanya Kagami, tampak jelas dari cara jalan (Name) seperti orang teler mabuk, mata (Name) juga seperti panda.
"Iya, aku baru tidur jam 2 pagi. Gamenya sangat seru, aku tak tenang kalau belum men-hoaamm." Belumlah selesai menuntaskan kalimatnya, gadis itu keburu menguap. Terkutuklah game diamond rush.
Kagami berjongkok dan menunjuk punggungnya. "Naiklah sini, aku akan menggendongmu sampai rumah. Dari pada kau berjalan seperti orang teler."
"Eh, tidak usah. Apartemenmu 'kan jauh dari sini. Lagi pula, aku bawa ransel berat." (Name) menolak tawaran Kagami.
"(Name), jangan keras kepala. Ayo naik sini," psksa Kagami.
(Name) pun menurut, ia menaiki punggung Kagami. Kagami mulai berdiri lalu berjalan dengan memikul beban di punggungnya.
Tapi Kagami tak keberatan, ia melakukannya dengan senang hati. Sedangkan (Name) merasa tak enak, pagi-pagi buta, pemuda itu sudah direpotkan ditinya.
(Name) mengantuk berar, ia pun ketiduran. Gadis ini memang ekstrem, kalau sudah sangat mengantuk ia bisa tidur di mana saja tanpa peduli situasi dan kondisi. Kagami memaklumi, sebab (Name) terlihat sangat loyo dan butuh istirahat.
Delapan menit perjalanan, peluh sudah berguyur membanjiri. Tapi, Kagami masih belum merasa letih. Ia terus melangkah. Kagami Taiga memang laki-laki yang gentle.
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, mereka sampai di apartemen. Bersamaan dengan itu, (Name) bangun dari tidur singkatnya.
"Turunkan aku. Taiga-kun pasti lelah, 'kan?" pinta (Name).
"Ta-taiga?! Oi, sejak kapan kau memanggilku seperti itu?" Tidak segera menurunkan (Name), pemuda ini malah bertanya perihal nama panggilan.
"Sejak tadi! Lagi pula namamu keren, lho. Taiga itu Tiger alias macan, 'kan? Kau memang kuat seperti macan!" jelas (Name) dengan riangnya.
Kagami menurunkan (Name) dan mengacak-acak rambutnya gemas. Iya, dia sangat gemas dengan penjelasan (Name).
Mereka pun masuk ke apartemen, (Name) langsung menuju ke kamarnya untuk menaruh ransel.
"(Name), kau sudah sarapan belum?" Kagami bertanya dengan suara keras karena berada di meja makan.
"Belum." (Name) menjawab dengan lantang pula.
"Sini. Ada nasi goreng dan burger keju," seru Kagami.
(Name) jadi ngiler mendengarnya, tapi ia harus mandi dulu karena baunya tak sedap. "Nanti. Aku mau mandi dulu, ya."
(Name) langsung mengambil peralatan mandinya dan outfit ganti; Baju kaos hitam, kemeja panjang kotak-kotak hitam-putih dan celana dasar hitam. Sejak dikritik Aomine waktu itu, (Name) selalu memadukan kaos pendek ketatnya dengan outer kalau bepergian.
oOo.
(Name) bertambah imut saja, karena kali ini mode rambutnya twintail. (Name) tipe orang yang mudah bosan, makanya gaya rambut harus berganti-setidaknya dua hari sekali. Rambut panjangnya memang cocok dibuat mode apa saja.
Setelah selesai dengan aktifitasnya, (Name) keluar kamar dan ke meja makan. Di sana tidak ada Kagami, pemuda itu sibuk memantulkan bola basket di ruang tamu.
"Dasar kepala basket!" ledek (Name). Ia tak habis pikir, Kagami sangat lengket dengan bola orange itu seperti belahan jiwanya.
"Makanlah (Name)," titah Kagami. Tangannya masih setia memantulkan bola.
Dan (Name) mulai mengambil nasi goreng telur mata sapi. Meskipun laki-laki. Masakan Kagami memang sangat layak diacungi empat jempol (tangan dan kaki).
Setelah merasa kenyang, (Name) mencuci piringnya dan menghampiri Kagami. "Nee, Taiga-kun. Bagaimana kalau kita jogging?"
"Ayo." Kagami menghentikan dribblenya dan menaruh bola itu.
(Name) dan Kagami ke kamar masing-masing untuk mengambil handuk kecil. (Name) tak lupa membawa tas ransel kecil berisi ponsel, dompet dan parfum. Ia juga membawa headphone bluetooth untuk menyemangati aktifitas joggingnya.
Setelah siap, keduanya langsung keluar. Mereka melakukan pemanasan sejenak, tentu tidak boleh asal-asalan jogging sebelum otot dipanaskan.
Lalu, kaki mereka mulai beriringan menjelajahi jalanan Tokyo yang masih sepi. Tapi sesekali terlihat orang yang juga jogging seperti mereka.
Kedua atlet beda cabang olahraga ini sama-sama punya stamina yang besar. Jadi, mereka memutuskan untuk jogging selama satu jam setengah.
Kagami menepuk pundak (Name), gadis itu mengecilkan volume musiknya agar bisa mendengar ucapan Kagami.
"32 besar Sprinter Cup besok pagi, 'kan?" tanya Kagami. Ia mengetahui itu dari majalah.
"Iya. Kau akan datang?" (Name) berharap pemuda itu datang. Tim basket Rakuzan tidak ada yang bisa datang karena kesibukan masing-masing. Mereka hanya menonton dari televisi.
"Tentu saja. Dan meskipun aku tinggal di sini, tapi aku mendukungmu sampai menang."
(Name) tersenyum bahagia mendengarnya.
✨⭐✨
#PukulKatsuki
#AkaNameTidakBolehBerlayar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com