Chào các bạn! Truyen4U chính thức đã quay trở lại rồi đây!^^. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền Truyen4U.Com này nhé! Mãi yêu... ♥

29. Aku Kesal Dengannya.

Aku mau nerjangin sedikit 'ombak' untuk salah satu kapal.

Bakal karam ga ya.

"Aku sangat menghargai perasaanmu, tapi aku tidak akan pernah membalasnya."

-Akashi Seijuro (Boku).

✨⭐✨

Di teras rumah, terlihat dua insan yang sama-sama sedang membaca. Bedanya terletak pada posisi dan jenis bacaan mereka; Si perempuan rebahan sambil membaca komik, sedangkan yang laki-laki duduk dan jenis bacaannya light-novel.

Mayuzumi meletakkan light-novelnya. Pemuda itu mengangkat kepala (Name) agar tidur di atas pangkuannya. (Name) mendongak, mengulas senyum atas afeksi yang diberikan, lalu membaca lagi.

Ini tidak ada hubungannya dengan karya tulis Mayuzumi. Tindakan itu adalah murni berasal dari nalurinya. Mayuzumi pun mengusap lembut kepala gadis di pangkuannya.

"Kau punya banyak teman di Tokyo, F29?"

(Name) mengiyakan. Malah, teman dekatnya kebanyakan dari Tokyo. (Name) baru tersadar tadi Mayuzumi menyebut kode namanya di akhir kalimat, ia pun segera menanyakannya.

"H-hei. Dari mana kau tahu kode namaku, Chihiro-kun? Kau mendengar radio itu ya?" selidik (Name).

Mayuzumi menjawab dengan deheman. "Hm."

(Name) tertawa, tak menyangka kalau pesannya tersampaikan. Dan yang lebih hebat lagi, penerima yang ditujunya 'peka'.
"Tidak kusangka! Padahal kemungkinannya sangat kecil."

Mayuzumi juga tak menyangka, mereka mendengar stasiun radio yang sama dan saling mengirim pesan satu sama lain. Bedanya (Name) tak peka kalau 'YourHero' itu dirinya.

Hero = Hiro, Mayuzumi Chi'Hiro'.

"(Name)." Nada bicara Mayuzumi saat memanggil memang biasa saja. Tapi, tersirat banyak kecemasan disana. "Jangan bergaul dengan sembarang lelaki."

Tak hanya cemburu. Mayuzumi sangat khawatir (Name) tanpa pengawasannya akan kenapa-napa. Melepas (Name) ke Tokyo sendirian saja sudah membuatnya cemas, apalagi kalau gadis itu terlalu banyak bergaul dengan lawan jenis.

"Kau khawatir padaku, Hiro-kun?"

Usapan lembut di kepala berubah jadi jitakan. Tak terlalu keras, tapi sukses mengagetkan (Name). "Bodoh. Tentu saja. Memangnya, siapa yang bertanggungjawab atas dirimu?"

(Name) terkekeh. Ia tahu, Mayuzumi sangat mengkhawatirkannya. Jika tidak, pemuda itu tak mungkin mengirimi pesan tiap satu jam sekali.

"Jangan khawatir. Aku bergaul dengan orang-orang baik, kok."

Mayuzumi kehabisan kata-kata, berdebat dengan perempuan apalagi perempuan seperti (Name) bukanlah keahliannya. Mau tidak mau, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri kalau (Name) di sana akan baik-baik saja.

Mereka pun melanjutkan bacaan masing-masing.

Selang beberapa saat kemudian, (Name) menamatkan bacaannya, ia melempar komik itu dan berteriak heboh.

"Arrghh!!!"

Geram dengan ending komiknya, (Name) memukul-mukul dada bidang Mayuzumi.

"Mengapa mereka tidak jadian Hiro-kun? Padahal mereka kan bukan adik kakak kandung! Aku tidak terima endingnya gantung begini!!! Kapalku harus berlayar!!!"

Mayuzumi sengaja merekomendasi salahsatu komik bertema cinta terhalang zona adik-kakak. Ia ingin tahu, bagaimana sudut pandang (Name) tentang itu.

Dan kebetulan premis di komik itu mirip dengan mereka; Rui dirawat oleh orangtua Takeda, dan mereka memutuskan jadi saudara angkat. Lalu, Takeda jatuh cinta pada Rui, tapi sialnya, mereka sudah terikat dengan status 'adik-kakak'.

"Hentikan bodoh, protes saja dengan mangakanya." Mayuzumi jadi kesakitan karena jadi pelampiasan kekesalan (Name).

Sadar, (Name) pun menghentikan aksi memukulnya. Tapi mulutnya masih belum berhenti mengejek komik itu.
"Argh. Padahal mereka sangat cocok dan kemistrinya kuat! Kenapa akhirnya mengambil jalan masing-masing sih? Argghh mangakanya bodoh!"

"Bagaimana kalau kau diposisi Rui dan Takeda menembakmu?" Mayuzumi mulai menjalankan rencananya.

"Tentu saja aku terima tanpa pikir panjang! Dia sudah ideal jadi kakak, apalagi jadi pasanganku. Lagi pula bukan saudara kandung."

Masalahnya, apa aku ini sudah ideal jadi kakakmu, (Name)?

Mayuzumi lega. Jawaban dari pertanyaan yang ia cari-cari ternyata sudah didapatkan; (Name) 'mungkin' akan menerima cinta zona adik-kakak ini asal dirinya mampu jadi yang terbaik.

Tak ada lagi keraguan di dalam hatinya. Toh, memang benar kata (Name), mereka bukan saudara kandung. Jadi, boleh-boleh saja, 'kan?

Karena Mayuzumi yakin ... dialah yang terbaik dan terpantas untuk (Name).

Lebih dari Akashi.

Atau siapapun itu.

"Hah. Moodku jadi jelek gara-gara komik bodoh itu!" (Name) bangkit dari posisi rebahannya dan masuk ke dalam rumah. Ia ingin melakukan ritual mandi sore.

Mayuzumi ikut beranjak dan memungut komik bodoh yang (Name) lempar tadi.

✨⭐✨

"Bagaimana Hiro-kun? Ini pemberian Okaa-san."

(Name) mendatangi kamar Mayuzumi, ingin meminta pendapat soal outfit yang dia kenakan; Rok panjang motif mawar biru dan atasan baju rajut biru langit dengan pundak yang bolong. Ibunya Mayuzumi yang membelikannya. Tak hanya itu saja, tapi masih banyak lagi.

Meskipun outfit ini bukan seleranya, tapi (Name) adalah orang yang menghargai pemberian orang lain. Ia akan mengenakannya dengan senang hati.

Mayuzumi terdiam seribu bahasa. Ia bingung, terlalu banyak kata yang ingin diucapkan untuk memuji penampilan super feminim (Name). Apalagi rambutnya di gerai, tambah anggunlah gadis itu dimatanya.

"Cocok untukmu."

Sudut bibir (Name) membuat kurva. Gadis itu pun melirik layar monitor laptop. "Boleh aku lihat perkembangannya?"

Mayuzumi mengangguk, (Name) langsung membacanya dengan saksama.

"Kyaaa!!! Dialognya bikin gemas! Narasinya juga! Kau meraciknya dengan manis!"

Mayuzumi tak menyangka tulisannya mendapat respon positif seperti itu. Karena meskipun suka membaca genre drama-romance, Mayuzumi masih agak kesulitan mengeksekusi genre itu karena tidak adanya pengalaman dan bingung mengolah dialognya. Ia lebih merasa cocok menulis fantasi atau shounen.

Ia ikut event ini untuk mencoba keluar dari zona nyaman. Dan hadirnya sosok (Name) membuat imajinasinya mengalir. Memang sejak kedatangan (Name), Mayuzumi merasa hidupnya banyak perubahan. Warna abu-abu dalam dirinya bagai tepercik warna-warni dalam diri (Name).

"Hampir semua dialog heroinenya berasal dari mulutmu," ungkap Mayuzumi.

"Eh, kenapa? Apa itu tidak mengacaukan naskah yang kau buat?"

"Karena kata-kata yang kau ucapkan lebih bernyawa dari karanganku."

Lagi-lagi (Name) membuat kurva lebar. (Name) tak menyangka, si ketus Mayuzumi bisa berkata seperti itu.

"Berarti aku sangat menjiwai Heroinenya? Hahahaha! Tapi memang benar sih, karakternya Mizuhara Keiko mirip denganku."

Karena memang dirimulah yang menjadi nyawa di cerita ini.

"(Name)."

(Name) menatap intens Mayuzumi, ia tahu, sepertinya ada hal serius yang ingin dibahas.

"Setelah projek ini selesai, bolehkah aku melanjutkannya?"

Merasa kalimat yang Mayuzumi ucapkan belum lengkap, (Name) pun bertanya. "Apanya yang dilanjutkan?"

"Menjadi pacarmu."

Mayuzumi tak ada pilihan lain, dengan cara inilah ia bisa memiliki (Name) dan bebas membuat kisah romantis dengannya tanpa terikat status adik kakak.

Mayuzumi ingin menembaknya sekarang juga.

Karena dirinya muak terjebak terus.

"Untuk apa?" (Name) bingung Mayuzumi ingin melanjutkannya.

"Karena aku—"

"Aku tau! Karena kau mau mendapat pengalaman pacaran, ' kan? Hm, boleh saja. Biar suatu saat kau punya pacar, kau sudah terbiasa dan tidak kaku dengan perempuan!"

Sialan, sialan, sialan.

Mayuzumi bersungut di dalam hati. Ia sangat kesal (Name) memotong perkataannya dengan kalimat itu. Namun, perlahan ia tersadar.

Ia tersadar kalau sedang dikendalikan egonya.

"Memangnya apa yang akan terjadi kalau aku mengatakannya? Dia langsung menerimaku? Aku bahkan belum merasa layak untuknya. Dan hubungan kami pasti akan jadi canggung karena pengakuanku ini."

"Tahan dirimu, Chihiro."

(Name) menempatkan satu tangannya di meja, memangku dagunya dan tersenyum jahil.
"Ne, Hiro-kun. Bukannya ini seperti pacar rental ya? Kira-kira kau akan menyewaku berapa lama sampai dapat pacar sungguhan?"

Oh, apa lagi ini. Mayuzumi sungguh tak sudi menyamakan (Name) dengan hal semacam itu.

"Kalau bisa selamanya. Dan aku tidak menganggap dirimu sewaan."

(Name) pun menjewer gemas telinga Mayuzumi.
"Baka! Kalau begitu kapan kau dapat pacarnya?!" (Name) tak terima mereka akan selamanya berpura-pura pacaran.

"Diamlah, aku tidak ingin memikirkannya." Mayuzumi sangat jengkel dengan pembahasan ini. Ia tentu tidak mau punya pacar selain (Name).

"Terus apa gunanya ini? Dengar. Aku cuma mau sampai musim panas berakhir! Kau harus dapat pacar dan membawanya ke festival kembang api," desak (Name).

Mayuzumi menggebrak meja, raut wajah yang senantiasa datar itu berubah jadi garang. (Name) adalah orang pertama yang membuatnya semarah ini. (Name) keterlaluan, kesabarannya sudah diambang batas.

"Aku bilang diamlah! Kenapa kau terus mendesakku punya pacar?! Kenapa kau yang mengatur hidupku?"

Dan untuk pertama kalinya pula, Mayuzumi menggunakan nada tinggi.

(Name) menunduk, tak berani melihat kemarahan Mayuzumi. Lapisan bening mulai berjatuhan dari pelupuk matanya, rasanya sangat sakit dibentak seperti itu, terlebih lagi oleh orang yang paling dia sayangi.

"Chi-hiro..."

Karena mendapat gertakan itu, (Name) jadi tak mampu berbicara dengan lancar. Ternyata benar, kemarahan orang pendiam itu lebih menyeramkan.

"Lupakan, lupakan saja. Anggap percakapan di kamar ini tidak pernah ada. Sekarang pergilah dari sini." Mayuzumi sangat kesal dan mengusir (Name).

(Name) mundur perlahan lalu berbalik dan keluar dari kamar. Isak tangis lirihnya berubah kencang. Saat mendengarnya, Mayuzumi tersadar dirinya sangat kelewatan dan telah melanggar janji sang ayah.

"Jangan membuatnya menangis, Chihiro."

Mayuzumi keluar dari kamarnya dan menyusul (Name).

Sementara itu.

(Name) berlari menuju pintu depan dan membukanya. (Name) menabrak dada seseorang, untungnya tidak sampai jatuh. (Name) kenal bau parfum ini dan refleks mendongak.

"M-maaf Ka-kapten." Setelahnya, (Name) ingin kabur, tapi tangannya dipegang Akashi.

"Kau kenapa? Ck. Kau ini di mana-mana menangis, cengeng sekali."

(Name) tak bisa menjawab pertanyaan itu dan terus menangis. Mayuzumi pun datang dan merebut (Name) dari Akashi.

"Ini urusan rumah kami Akashi. Masuk (Name), aku ingin bicara."

(Name) dituntun Mayuzumi masuk ke rumah, meninggalkan Akashi sendirian yang tak mengerti dengan situasinya. Tapi ia tahu, (Name) menangis karena ulah Mayuzumi.

Sesampainya di kamar. Mayuzumi pun berlutut di depan (Name) dan memegang tangan gadis itu. Persetan dengan harga diri. Ia sangat merasa bersalah dan takut (Name) pergi darinya.

"Maaf."

"Maafkan aku."

"Jangan pergi (Name)."

(Name) menarik tangan Mayuzumi agar berdiri. Setelah pemuda itu berdiri, (Name) memeluknya dengan erat.

"Aku yang salah! Bukan hakku mendesakmu begitu dan aku tak berhak mengatur hidupmu. Maaf Chihiro-kun."

"Tidak. Aku yang salah. Maaf (Name), jangan pergi." Mayuzumi mengusap kepala (Name) lembut. Selang beberapa saat ia mengecup puncak kepala gadis itu.

"Jangan pergi."

Wajah (Name) memerah. Tapi (Name) tak marah, ia menganggap itu bentuk kasih sayang kakak pada adiknya.

Mayuzumi jadi kikuk. Terlalu lama satu atap dengan pemilik sifat sembrono ini membuatnya ketularan. Ia sendiri tak menyangka mengapa bisa-bisanya mencium (Name).

"Jangan menangis lagi." Mayuzumi menghapus semua tetesan airmata (Name) hingga tak tersisa. (Name) pun kembali tersenyum, lega semuanya kembali membaik.

Mayuzumi baru teringat ada sosok mahluk lain di rumahnya.
"Akashi tadi mau apa ke sini?"

Sejujurnya si tuan maniak LiNovel itu tidak suka Akashi datang ke sini. Tapi berkat Akashi menahan (Name), gadis itu tidak sempat kabur.

"Oh, astaga!" (Name) segera meninggalkan Mayuzumi dan menuju pintu depan.

Akashi masih setia di sana dengan bersedekap. Sebelum berbicara, Akashi memandangi dahulu sosok gadis di depannya yang berpakaian feminim. Ia akui, (Name) tampak lebih cantik dengan pakaian seperti itu.

Tak ingin terlalu terhanyut, Akashi segera mengatakan maksud kedatangannya. "Urusan keluargamu sudah, 'kan? Sekarang kau berurusan denganku."

Sebenarnya Akashi juga penasaran dan ingin bertanya; Mengapa (Name) tadi menangis? Mayuzumi melakukan apa padanya?

(Name) bingung, urusan apalagi ini?

"Maaf membuatmu menunggu. Masuklah."

Akashi pun masuk dan duduk di sofa ruang tamu. (Name) juga terduduk di sofa seberang. Meja panjang berbahan kayu menjadi pembatas mereka.

Akashi mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya. Itu kertas putih yang dilipat-lipat. Akashi memberikan kertas itu pada (Name).

Walaupun penasaran. (Name) tak ingin membukanya dulu sebelum dipersilakan.

"Karena kemenanganku mutlak, aku yakin besok kita menang dan memberi kata sambutan," kata Akashi dengan penuh keyakinan. (Name) paham, Akashi menyinggung voting besok.

"Dan itu teks kata sambutanmu," sambung Akashi.

(Name) mengangguk dan berterima kasih. Gadis itu sedikit merasa bingung; mengapa Akashi repot-repot datang kenari cuma untuk mengantarnya? Kenapa tak menyuruh pelayannya atau tidak bisakah dikirim lewat pesan saja?

Kenyataannya ... Akashi (Bokushi) itu tak sadar dirinya merindukan (Name). Oleh karena itulah, ia ingin sekali mengantar kertas itu secara langsung.

A/N : Ciee mulai modus:v

"Manajer-chan!"

Tiga suara laki-laki memanggil nama yang sama. Itu Hayama, Mibuchi dan Nebuya. Mereka berada di depan pintu.

"Senpai-tachi! Masuk, masuk," ucap (Name) mempersilakan.

Para siswa angkatan kedua itupun masuk dan mengambil tempat duduk. Akashi tak menyangka para rekan basketnya datang pula kemari. Begitupun Mayuzumi yang baru muncul.

Hari ini kediaman Mayuzumi seperti basecamp klub basket.

"Araa, araa. Ada Sei-chan!" ucap Mibuchi dengan antusias. Akashi hanya memasang wajah tak peduli.

"Etto ... " (Name) mengendus bau daging sapi yang menyengat. "Mengapa ada bau daging ya? Kami tidak punya daging."

Hayama dan Mibuchi ikut mengendus. Memang ada bau daging, tapi terasa samar-samar.

"Wah, penciumanmu tajam sekali manajer-chan. Sebelum menjelaskannya, aku mau memberi ini." Nebuya memberikan undangan pada (Name). Ia juga memberikan undangan itu pada Akashi.

Nebuya Eikichi's Birthday.
Date : 30th April.
Time : 19.00 - 22.00 pm.
Dress code : White.

"Uwaa! Pasti ada banyak makanan, 'kan?!" tanya (Name) dengan riangnya.

"Tentu saja! Kita juga bisa minta bungkus," celetuk Hayama.

"Aku dan Chihiro-kun pasti datang!" seru (Name). Mayuzumi sebenarnya risi ke acara ramai semacam itu. Tapi kalau bersama (Name) ia tak keberatan.

"Aku datang kalau luang. Tapi ku usahakan datang untuk mengawasi dia." Akashi menunjuk (Name).

"Mengapa kau ingin mengawasi manajer-chan, Akashi? Memangnya dia tahanan rumah?" tanya Nebuya, yang lain dan termasuk (Name) sendiri bingung.

"Aku ingin mengawasi apa yang dimakannya, bukan orangnya," jelas Akashi.

Karena pesta ulang tahun akan tersebar banyak makanan manis. Akashi berinisiatif untuk mengawasi (Name) agar gadis itu tak makan sembarangan. (Name) jadi risi karena itu terlalu berlebihan, dia sudah tahu batasnya.

"Dan ... dari mana bau daging itu? Menurut instingku mengarah ke Ei-chan," duga (Name).

Nebuya membuka tasnya dan mengeluarkan plastik berisi empat kilo daging sapi. Selain Nebuya, Hayama dan Mibuchi juga membawa tas masing-masing.

"Ini kubawakan untuk makan malam kita," jelas Nebuya.

"Karena kami merindukan manajer-chan, kami bertiga mau menginap di sini. Boleh ya? Boleh ya?" mohon Hayama.

Ketiganya memohon pada (Name) dan Mayuzumi. Tuan dan nyonya rumah pun membolehkan.

"Sei-chan tidak mau ikut? Kebersamaan ini jarang terjadi lho." Mibuchi mencoba membujuk Akashi ikutserta agar lengkap. Mayuzumi dan (Name) yang semula biasa saja jadi risi.

"Iie. Aku ada pekerjaan," tolak Akashi.

"Bawa saja pekerjaan Sei-chan ke sini. Tidak ada bedanya, kan? Yang beda hanya tempat." Mibuchi masih berusaha.

"Dasar si maho ini," sungut Mayuzumi dalam hati.

"Baiklah."

Akashi pun keluar dari rumah dan memberi tahu supirnya untuk membawakan keperluan menginap. Sementara Mayuzumi menunjukkan kamar mereka tidur. Rumah ini punya empat kamar; Dua kamar bawah milik (Name) dan Mayuzumi. Dua kamar atas milik orangtuanya dan tamu.

Mayuzumi mengantar mereka ke kamar tamu. Disana ada futon yang cukup lebar, tapi mungkin agak sempit jika ditiduri Nebuya.

"Kalau merasa sempit, salah satu dari kalian ke bawah saja. Aku bisa pindah ke kamar orangtuaku," ujar Mayuzumi.

"Ini muat, kok, iya, 'kan Reo-nee?" Hayama bertanya pada Mibuchi.

Mibuchi mengiyakan. "Tapi pasti sempit kalau Sei-chan ikut bergabung."

"Lagi pula badan monster daging domestik ini melebihi kapasitas. Aku ingin sekamar dangan manajer-chan saja. Dada!" Hayama hanya bercanda dan pura-pura keluar dari kamar untuk memancing keributan.

"Jangan melunjak." Mayuzumi sangat marah meskipun wajahnya datar.

Nebuya menarik baju Hayama dan membantingnya ke futon seperti atlet smackdown.
"Nyawamu ada berapa, Kotaro?!"

"Eh. Sudah-sudah, jangan bertengkar." Mibuchi menghentikan pertengkaran itu.

Hayama mengusap punggungnya yang terasa sakit. "Aku cuma bercanda tau! Hahahaha, dasar sumbu pendek!"

"Akashi tidur di kamarku. Kalau ada yang kesempitan susul saja dia. Jangan sembarangan masuk kamar (Name)," peringat Mayuzumi. Tuan rumah itu pun keluar untuk mengambil alat kebersihan.

Sementara di bawah.

(Name) beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu ingin membuatkan minum dan camilan untuk semua tamunya.

"Kalau kau perlu sesuatu, temui aku di dapur," ujar (Name) pada Akashi sebelum kakinya melangkah pergi.

Akashi pun mengikuti (Name). "Bahkan saat di rumahmu sendiri kau masih melayaniku dengan baik."

"Tentu saja. Itu karena kau tamu."

"Ano ... ada perlu apa mengikutiku sampai sini?" (Name) heran Akashi mengikutinya sampai setengah perjalanan.

"Tertarik melihat-lihat interior rumah ini."

Akashi berbohong. Ia tidak tertarik melihat interior rumah. Akashi mengikuti (Name) karena penasaran ingin melihat sisi feminim gadis itu saat berkutat dengan dapur.

Penasaran. Entah sejak kapan Akashi mulai merasa penasaran dengan (Name).

Tak lama. Sampailah mereka di dapur.

"Ruangannya mentok sampai sini, sebelah kiri kamar mandi tamu, sebelah kanan pintu keluar," terang (Name).

"Aku duduk sini saja." Akashi duduk di kursi putih yang berada tepat si sampingnya.

(Name) menggulung rambutnya dan mulai membuat teh untuk enam cangkir. Saat melihat (Name) menggulung rambunya, entah mengapa Akashi merasakan gejolak aneh di dadanya.

(Name) membuka toples gula dan kosong melompong.

"Kosong?!"

(Name) segera keluar dari dapur untuk mengambil uang. Ia kembali lagi dan menghampiri Akashi.

"Aku mau pergi beli gula sebentar." (Name) pamit pada Akashi.

"Kau pergi sendirian?"

"Iya. Chihiro-kun sedang sibuk membantu membersihkan kamar atas."

Entah mengapa tiba-tiba bayangan (Name) yang hampir dilecehkan itu kembali terputar.

"Aku ikut denganmu," putus Akashi.

"Eh, kau di sini saja. Untuk apa repot-repot—"

"Perkataanku mutlak."

Kalau sudah begini, (Name) harus menurut. "Baiklah."

Mereka pun keluar lewat pintu belakang, sebab sepedanya terletak di sana. Karena sepatu Akashi di depan, ia memakai sandal Mayuzumi yang lumayan kebesaran di kakinya.

Akashi memutar sepedanya, (Name) pun mulai duduk menyamping karena rok panjang itu tak bisa membuatnya duduk seperti biasa. Akashi mulai melajukan sepedanya.

"Kapten," panggil (Name).

Tanpa (Name) tahu. Akashi ternyata sangat menyukai panggilan darinya. Karena Akashi lebih merasa dihargai sebagai dirinya sendiri, bukan karena marga 'Akashi'.

"Hm?" sahut Akashi.

"Apa aku boleh bertanya?"

"Tanyakan saja."

"Jujur saja, aku masih bertanya-tanya. Mengapa kau bersikeras memilihku menjadi wakilmu? Apa bagusnya aku ini? Apa tidak ada orang lain? Contohnya Hayashi Iroha. Dia siswi yang paling pintar di kelasmu, 'kan? Wali kelasku sampai tak bosan-bosan memujinya."

Walaupun sudah diberi jawaban tempo hari. (Name) belum puas dengan jawaban Akashi dan masih sangat penasaran tentang itu.

"Bukannya sudah kujawab? Itu karena kau pelayanku. Mau kau sebodoh apapun, yang penting kau melayaniku."

Karena alasan inilah (Name) merasa jawaban Akashi tidak masuk akal.

"Selama ini aku selalu siap saat kau butuhkan. Apa bedanya kalau aku menjadi wakilmu? Lagi pula, wakil OSIS itu mengemban tanggung jawab yang besar, aku merasa bukan orang yang tepat untukmu."

Sampai sekarang (Name) masih ragu menjadi wakil seorang Akashi. (Name) merasa lebih cocok di bagian anggota bidang jasmani saja. Ia benar-benar tak habis pikir Akashi memilihnya di posisi wakil.

"Manajer."

(Name) menyimak baik-baik jawaban yang akan Akashi beri.

"Aku selalu benar dan tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Aku memilihmu karena aku sudah percaya padamu."

Percaya padaku?

Bukannya puas dengan jawaban itu, pertanyaan (Name) tambah bercabang-cabang; Mengapa kau bisa percaya padaku? Mengapa bukan oranglain yang lebih dulu mengenalmu? Mengapa ... harus aku?

"Dan sekarang, giliranku untuk bertanya."

(Name) jadi gugup Akashi ingin menanyakan apa.

"Mengapa kau dulu bisa nekat sekali menyatakan perasaanmu? Apa kau tidak memikirkan risikonya sama sekali? Kau mempermalukan dirimu sendiri."

(Name) terlonjak kaget, untung tidak sampai terjungkal dari sepeda. (Name) sungguh tak habis pikir, mengapa hal itu yang Akashi tanyakan? Mengapa pertanyaannya sangat tidak berfaedah?

"Hei."

Merasa didesak, (Name) pun segera merangkai menjawabnya. Tentunya gadis itu menghilangkan perihal 'dimensi lain' agar tidak dianggap sinting.

Jawabannya sudah terangkai, (Name) pun menarik napas dan mengembuskannya. Ia akan memberi jawaban yang panjang.

"Aku selalu cepat mengambil tindakan agar tak menyesal, entah pada akhirnya itu benar atau salah."

Dan hari itu adalah kesalahan yang paling aku sesali.

"Karena aku merasa bertemu denganmu itu mimpi. Jadi, aku langsung menyatakannya biar tidak menyesal jika terbangun."

Saat itu aku benar-benar tak menyangka bertemu denganmu dan Chihiro-kun adalah sebuah kenyataan.

Dan meskipun sudah ada kejelasan tentang hidupku, tapi sampai sekarang, aku merasa hidup di dalam mimpi.

"Aku penggemarmu sejak lama. Aku selalu ingin bertemu denganmu secara langsung, tapi tidak bisa. Aku hanya melihatmu dari jauh. Dan aku tak menyangka bisa satu sekolah denganmu di SMA. Aku merasa ... ini mimpi."

Jauh sekali.

Kita hidup di dimensi berbeda dan aku hanya bisa melihatmu dari balik layar monitor laptop.

Aku tidak menyangka tragedi naas 'Rewatch' itu bisa membawaku kemari. Lalu hidup berdampingan denganmu dan yang lain.

Hei. Ngomong-ngomong apa jasadku yang gosong itu sudah dikubur? Apa tiga kucingku diurus dengan benar? Dan apa kabarnya ayah angkatku?

"Aku tidak menyukaimu karena kau orang kaya dan terpandang, aku bahkan tidak tau namamu 'Akashi' waktu itu. Yang aku tahu, kau pemain basket nomor 4 berambut merah yang hebat ankle break dan berwajah sangat tampan."

Sehabis menonton videomu. Lalu, aku searching, ternyata namamu Akashi Seijuro, benar-benar nama yang sangat keren sesuai orangnya.

Dan sewaktu menonton animenya dan masalalumu dijelaskan, aku baru tahu kalau kau orang terpandang.

Memang, sih, auramu menunjukkannya. Tapi, bukan itu alasanku mencintaimu, Akashi.

"Sejak pertama kali melihatmu bermain basket, aku langsung jatuh hati. Aku menyukai semua yang ada pada dirimu. Terlebih lagi mata heterokrommu itu. K-kau sudah membaca surat itu? Itu saja masih tidak cukup, masih banyak alasan mengapa aku sangat mencintaimu."

Matamu adalah titik pertama di mana aku bisa jatuh hati padamu. Ya, aku lebih dulu melihatmu daripada Oreshi. Aku sama-sama menyukai kalian, tapi aku lebih menyukaimu, Bokushi.

"Kau ... kau adalah cinta pertamaku. Kau adalah orang yang membuatku merasakan apa itu jatuh cinta."

Jatuh cinta.

Sampai di titik tergilaku, aku ingin memilikimu sepenuhnya. Padahal, kau hanya ilusi dan tidak akan pernah menjadi nyata. Benar, aku ini memang bodoh.

Lalu ... aku tidak menyangka semua kejadian ini menimpaku. Aku awalnya sangat bahagia bisa hidup denganmu. Aku merasa ini kesempatanku menggapaimu.

Tapi sialnya, aku dihancurkan oleh ekspektasiku yang tetlalu ketinggian.

Pada dasarnya aku memang tidak akan pernah pantas untukmu.

Dan kau tidak akan pernah sudi menerimaku.

"Demo, sekarang aku tidak punya perasaan apapun padamu. Dan sekali lagi, maaf atas semua kesalahanku di masa lalu."

Ini semua salahku.

Kau benar-benar tidak salah disini.

Harusnya, aku tidak melakukan itu.

Toh, wajar saja kau marah, tiba-tiba ada orang memelukmu lalu menyatakan cinta. Cih. Sewaktu mengingatnya, aku sangat malu dan ingin mengubur diriku sendiri.

"Jika aku bisa mengulang waktu, aku ingin memperbaiki semuanya. Tapi, meskipun kau tidak membenciku, aku tidak ingin mengejarmu. Karena aku sadar tidak akan pernah pantas untukmu, Kapten."

Ya, aku benar-benar tidak ingin mengejarmu.

(Name) yang bodoh dan tidak punya tata krama ini tidak akan pernah pantas untuk Akashi Seijuro yang sempurna

Akashi speechless.

Ia tak menyangka, sebegitu besar dan tulusnya perasaan cinta (Name) 'dulu'. Pantas saja, (Name) sampai menangis saat pertama kali bertemu dengannya.

Menerima pernyataan cimta bukanlah hal baru, Akashi sering mendapatkannya. Entah itu lewat surat, lewat perantara temannya atau gadis itu yang menyatakan secara langsung dengan malu-malu.

Catat ini; dengan malu-malu.

Gadis bernama (Full Name) yang pertama kali menyatakkannya secara ekstrem. Akashi jelas sangat marah dan menjatuhkannya saat itu. Menurutnya, (Name) terlalu gila.

Dan Akashi sendiri tak menyangka. Urusan mereka ternyata tak cukup sampai di situ dan terus berkepanjangan hingga sekarang, hingga detik ini.

"Meskipun terlambat, aku sangat menghargai perasaanmu. Tapi, aku tidak akan pernah membalasnya."

⭐✨⭐

FYI : Terhitung sudah 4 kali AkaSei ngomong tidak akan membalasnya.

Awas jatuh cinta loh

Dasar Bokushi gebleg, enaknya diapain nih orang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com