Chào các bạn! Truyen4U chính thức đã quay trở lại rồi đây!^^. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền Truyen4U.Com này nhé! Mãi yêu... ♥

34. Mulai Menyadari Perasaannya.

"Apa orang yang penuh keburukan sepertiku juga berhak untuk jatuh cinta?"

-Aomine Daiki.

Siapa yang nunggu-nunggu Akashi jilat ludahnya sendiri?

✨⭐✨

Berkali-kali sudah gadis bernama (Name) ini diperingati jangan jalan-jalan sendirian, terutama saat langit sedang gelap. Namun, sebagai orang yang mudah tidak enakan, (Name) menolak tawaran Kagami dan Kuroko untuk mengantarnya ke stasiun. Karena (Name) melihat jelas wajah mereka sangat lelah seusai mengalahkan Shutoku.

(Name) menunggui taksi di pinggir jalan, namun sial sekali tidak ada yang berhenti karena ada penumpang di dalamnya. (Name) cemas, tambah lama ia pulang, tambah larut pula ia sampai.

Motor berwarna hitam biru terhenti di depannya. Si pengemudi mematikan mesin motor lalu melepas helm biru yang dikenakan. Pemuda itu menoleh ke (Name).

"Ahomine?" sapa (Name) dengan kaget. Kebetulan macam yang diciptakan semesta untuknya? Bertemu semua Kiseki no Sedai dalam waktu bersamaan.

"Ternyata benar kau, untuk apa kau malam-malam di sini aho?"

"Aku menunggu taksi, aku mau pulang ke Kyoto."

"Naiklah ke sini. Aku akan mengantarmu ke stasiun."

Merasa mendapat sebuah bala bantuan, (Name) segera naik ke motor Aomine. Tangannya berpegang pada pinggang pemuda itu, Aomine mulai melajukan motornya.

Jantung Aomine berpacu dengan gila. Aomine bingung mengapa dirinya bisa begini. Jika jawabannya; karena membonceng lawan jenis, rasanya itu kurang valid. Sebab, Aomine tak pernah merasakan sensasi ini kala berboncengan dengan Momoi.

Meminimalisir rasa anehnya, Aomine melajukan motor dengan kecepatan tinggi. (Name) yang panik refleks merapatkan dirinya dan memukuli helm Aomine.

"Dasar aho! Kau pikir nyawa kita ada satu lusin?! Pelankan motornya!"

Aomine menurunkan kecepatan motornya. (Name) bernapas lega, ia sangat takut kalau sampai terjadi hal buruk yang menimpa mereka.

Merasa jalan yang dilewati salah, (Name) lagi-lagi harus meninggikan suaranya untuk menegur Aomine. "Hoi! Ini bukan arah stasiun!"

"(Name). Kau tahu mengapa orang Jepang jarang memakai motor?" Aomine malah mengajukan pertanyaan yang di luar topik.

"Karena sudah banyak transportasi umum dan biaya pajak pemilik motor itu mahal. Oh, jadi kau ingin aku bayar? Tenang saja Ahomine, asal kau mengantarku dengan selamat, pasti kubayar berapapun. Tapi cepat putar balik lagi!" (Name) cemas akan ketinggalan kereta karena dibawa Aomine semakin jauh.

"Aku tidak ingin uangmu, tapi kau harus membayar dengan hal lain."

Kalimat itu sungguh terdengar sangat horror di telinga (Name), sebab laki-laki hidung belanglah yang seringkali mengucapkan itu. Terlebih lagi, Aomine ini sangat mesum. (Name) lagi-lagi memukuli Aomine karena merasa terancam.

"Jangan macam-macam denganku! Cepat turunkan aku! Biar aku jalan atau menunggu taksi."

Aomine menghentikan motornya dengan mendadak. Di balik kaca helm miliknya, tampak jelas kalau Aomine saat ini sedang kecewa.

"Apa aku sebrengsek itu di matamu, (Name)?"

Suasana hening untuk beberapa saat. (Name) tersadar kalau ia telah melakukan kesalahan. Harusnya, ia mendengarkan dulu permintaan Aomine dan tak asal menuduh sembarangan seperti itu.

"Habisnya ... kalimatmu itu ambigu dan menjurus ke hal aneh tau! Katakan dengan jelas, apa bayaran yang kau inginkan?" desak (Name).

Ya, memang salahnya Aomine juga telah merangkai kalimat aneh macam itu.

"Berapa lama lagi keretamu berangkat?" Aomine malah menjawab dengan pertanyaan.

(Name) melirik jam tangannya dan menjawab, "Setengah jam lagi."

"Bayaranmu adalah waktumu."

"Ha? Apa maksudmu? Kenapa harus waktuku?" (Name) tidak mengerti dengan permintaan aneh Aomine.

"Karena aku ingin menghabiskan waktu denganmu aho."

Telinga (Name) memanas mendengarnya. (Name) tidak tahu harus merespon seperti apa. Sulit dipercaya, Aomine Daiki bisa-bisanya berkata seperti itu. Entah apa yang merasukinya.

Aomine melajukan motornya lagi dengan kecepatan biasa. Karena sangat merindukan (Name), Aomine ingin mengajak gadis di boncengannya ini berkeliling selama setengah jam kedepan. Untung waktu itu cukup banyak, Aomine sangat merasa rugi kalau tak sempat menghabiskan waktu dengan pelari Rakuzan ini.

"Kenapa kau ke Tokyo? Ini bukan hari libur, 'kan?"

"Aku menonton Seirin melawan Shutoku."

"Oh..."

Aomine kembali teringat tentang malam itu. Malam di mana dirinya dan (Name) terkapar di lapangan. Di saksikan gugusan bintang dan rembulan yang sangat cantik, Aomine membisikkan sesuatu yang membuat darah (Name) berdesir hangat.

"Tsuki ga kireii."

(Name) yang semula menatap bulan refleks menoleh ke Aomine dengan wajah yang merona. Aomine tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum, figur gadis itu sangat menggemaskan jika dilihat dati jarak yang sangat dekat.

"K-kau menembakku Aomine?"

Faktanya.

Aomine memang menyukai (Name).

Penggila majalah dewasa ini awalnya hanya menyukai tubuh yang dimiliki (Name). Karena dulu, ia tidak mengerti apa itu rasa cinta seperti yang Momoi rasakan pada Kuroko, seperti yang dirasakan fans Kise dan Akashi, seperti yang dirasakan anak remaja seusianya. Tapi, lambat laun ia sedikit paham apa itu cinta.

Aomine mengaku mencintai (Name).

Pemilik kulit eksotis itu awalnya menyangkal perasaannya sendiri, karena rasanya mustahil bisa jatuh cinta dalam waktu yang singkat. Namun, saat bayang-bayang wajah (Name) yang selalu hadir dalam mimpinya, dan jantungnya selalu berdegup tak biasa saat bersama (Name). Dua hal itu sudah membuktikan Aomine benar-benar jatuh cinta.

"Heee, kau mengharap aku tembak, ya?"

Pecundang.

Aomine yang selama ini selalu menyombongkan diri di kancah perbasketan, ternyata menjadi pecundang dalam urusan percintaan. Aomine sendiri menyadarinya. Ia merasa sangat malu mengatakannya dengan jujur. Karena—

"Orang dekil sepertimu jangan bermimpi punya pacar cantik, kau itu cuma merusak keturunan!"

"Kau ingin dikelilingi seperti Akashi dan Kise? Hoi Aomine, memangnya gadis mana yang mau dengan orang mesum, bodoh dan pemalas sepertimu?"

"Ckckck. Berhentilah bermimpi ketinggian Daiki, gadis secantik itu mana mau denganmu."

—Aomine minder, ia merasa (Name) mana pernah sudi menerimanya yang penuh keburukan ini.

(Name) jadi malu karena dipermainkan. Ia memukuli Aomine dengan keras.
"SHINEEE AHOOMINE!!!" (Matilah kau Ahomine!)

Aomine tersenyum-senyum seperti orang gila kala mengingat itu.

"-kun?"

"Aomine-kun?"

"AHOMINE DAIKI?"

"Apa?" Tersadar dari lamunannya, Aomine sepenuhnya mengerahkan fokus ke jalanan. Aomine benar-benar terkejut karena melamun saat berkendara, untung tidak terjadi apa-apa.

(Name) mendengkus kesal karena Aomine lagi-lagi ingin menjemput kematian. "Jangan melamun aho!" bentaknya.

Mengalihkan pembicaraan agar masalah ini tak memanjang, Aomine bertanya pada (Name), "Kau memanggilku mau bicara apa?"

"15 menit lagi Aomine, ayo ke stasiun."

Sial. Aomine terlalu nyaman sampai lupa waktu. Aomine memutar balik motornya dan menambah kecepatan agar cepat sampai, tapi tidak sekencang tadi.

Akhirnya mereka sampai di stasiun. (Name) turun, mengucap terima kasih lalu segera berjalan cepat ke sana. Aomine bergeming menatap punggung (Name) yang semakin mengecil.

Ada sesuatu yang bergejolak dalam diri Aomine. Pertanyaan, ya. Pertanyaan yang selama ini mengusik diri Aomine, ia ingin mendapatkan jawabannya saat ini juga agar kegelisahannya menghilang.

Aomine turun dari motor dan mencabut kuncinya. Tungkai jenjang pemuda itu berpacu dengan waktu, beberapa kali sempat bertabrakan dengan calon penumpang Shinkansen yang membludak. Aomine terus berlari dengan kencang, ia tak ingin kehilangan gadis yang memiliki jawabannya.

"(Name)?!!!" Dipanggilnya nama gadis itu dengan lantang. Sang pemilik nama yang sudah hampir mencapai kereta menoleh pada Aomine.

Aomine berlari, ia tersandung dan jatuh berlutut di hadapan gadis itu. Beruntungnya para calon penumpang kereta sibuk dengan urusan masing-masing, jadi mereka tak sempat menengok scene dramatis yang diciptakan atlet asal Touo dan Rakuzan ini.

"Apa orang penuh keburukan sepertiku juga boleh menyukaimu?"

(Name) membatu, lagi-lagi ucapan Aomine membuat jantung miliknya berdebar. Otak (Name) berhenti bekerja, ia bingung harus merespon seperti apa.

Pemberitahuan kereta akan berangkat membuat (Name) tersentak. Ia membungkuk dan menarik Aomine agar berdiri lagi. (Name) segera memberikan jawaban yang dinanti-nantikan Aomine.

"Semua orang berhak menyukai siapapun, Aomine-kun. Memangnya kenapa? Siapa yang mengatakan kau penuh keburukan? Itu tidak benar Aomine-kun. Kalaupun seluruh dunia yang mengatakannya, aku akan jadi satu-satunya orang yang selalu membelamu!"

Mata Aomine berkaca-kaca mendengarnya.

"Kau itu memang mesum, bodoh, sombong dan pemalas. Tapi, bukan berarti kau tidak punya sisi baik sampai tidak boleh menyukai orang lain."

Sebelum kereta membawa gadis ini pulang ke Kyoto, Aomine mengecup puncak kepala (Name) lalu membawa ke dalam dekapannya.

Aomine sangat bahagia saat ini, karena (Name) sendiri telah memberi lampu hijau.

✨⭐✨

Pagi-pagi sekali, (Name) sudah duduk bersama Katsuki di kelas 1-A. Mereka dimintai tolong oleh Arata untuk mengisi survey tentang sprint. Berlembar-lembar soal sudah dicentang, tinggal tersisa 3 lembar lagi.

Ruang kelas masih sepi, hanya ada 5 orang rajin dan teladan yang sudah duduk di bangku masing-masing. Yaitu; Katsuki, (Name), Akashi dan dua murid perempuan yang duduk di bangku tengah.

Katsuki menoleh ke (Name) untuk mengambil penghapus. Mata biru laut miliknya menangkap cincin perak berbentuk hati di jari manis kiri (Name). Walaupun sering bersama, Katsuki baru menyadari (Name) memakai itu. Ia jadi penasaran karena merasa cincin yang dikenakan (Name) itu bukan aksesoris biasa. Dengan kata lain, itu istimewa.

"Cincinmu bagus sekali (Name)-san."

Menghentikan tulisannya, (Name) menoleh pada si pemuji dan mengulas senyum, "Arigatou. Ini memang sangat indah. Aku pun tak pernah bosan memandanginya." (Name) memandang intens cincin pemberian Mayuzumi dan mengusapnya.

"Sepertinya sangat spesial ya (Name)-san? Kalau boleh tau, dari siapa?"

Akashi yang semula fokus membaca buku jadi tertarik menguping pembicaraan di bangku belakang. Entah mengapa Akashi juga penasatan, siapa gerangan yang memberikan wakilnya itu cincin perak?

"Kau penasaran?"

Katsuki mengangguk, "Sangat!"

"Ini dari ... Ummmm—

Lima detik kemudian.

—Tunggulah setelah jeda pariwara berikut!" Setelah menipu Katsuki, (Name) tertawa terbahak-bahak.

Saus tartar.

Ditipu begitu membuat Katsuki jadi kesal, begitupun manusia yang ada di bangku depan sana. Mereka sangat ingin mendengar jawaban itu segera.

"Aku serius, (Name)-san."

(Name) menopang dagunya dengan kedua tangan. Ia tersenyum jahil pada Katsuki sambil mengedipkan matanya. "Hm? Coba sogok aku dulu." rayunya.

"Dasar." Akashi menggerutu dalam hati.

Makanan.

Satu-satunya cara ampuh menyogok (Name) adalah makanan. Katsuki tahu itu karena mereka sudah sering bersama. Katsuki membuka tasnya dan mengambil satu donat kacang, ia memberikannya pada (Name).

(Name) mengambil donat itu dan tersenyum puas. Ia membuka bungkusnya, menggigit sedikit donat tekstur lembut itu dengan wajah berseri. Sungguh, beruntung sekali gadis bernama (Name) ini, pagi-pagi mendapat rejeki makanan enak.

Tersisa setengah, (Name) akhirnya menjawab pertanyaan Katsuki. "Cincin ini dari orang yang aku cintai, kekasihku."

"Apa?!"

Akashi tidak makan ataupun minum, tapi ia refleks terbatuk karena kaget. Ia tak menyangka, (Name) serius telah move on darinya dan sudah jadi milik orang lain. Akashi tidak tahu memgapa ia tiba-tiba jadi kecewa.

(Name) merasa aneh melihat respon Katsuki seperti itu. "Aku serius! Memangnya aneh, ya kalau aku punya pacar?"

Katsuki menggeleng dan mengambil penghapus milik (Name). "Tidak, kok."

Mereka segera melanjutkan mencentang jawaban survey itu. Setelah selesai, (Name) membereskan barang-barangnya.

"(Name)-san akan kukasih mangga dan kue donat yang lebih besar, tapi kasih tahu aku nama kekasihmu itu." Katsuki sangat penasaran laki-laki mana yang sukses menggaet (Name). Sebagai orang yang ship AkaName, ia merasa kecewa kapalnya itu telah karam.

"Maaf. Aku tidak bisa memberitahumu. Tapi, dia laki-laki yang baik. Aku sangat mencintainya." (Name) beranjak dari kursi dan berlalu meninggalkan kelas 1-A.

"Entah kau peduli atau tidak, entah kau mendengarnya atau tidak. Aku melakukan ini sebagai pembuktian, kalau aku benar-benar sudah move on darimu, Akashi."

"Status pacaran itu cuma bohongan. Tapi faktanya Chihiro-kun memang laki-laki yang baik dan aku mencintainya."

"Tentu saja aku sangat mencintai kakakku melebihi siapapun!"

✨⭐✨

Atap Rakuzan sudah menjadi hak paten manusia bernama Mayuzumi Chihiro dan (Full Name). Tiada hari tanpa mendudukkan diri di sana. Jika pagar pembatas atap bisa bicara, ia akan mengeluh bosan karena tiap hari melihat dua manusia ini.

"Chihiro-kun?

"Hm?" sahut Mayuzumi tanpa mengalihkan fokus dari light-novelnya.

"Kau tidak mau panggil aku 'sayang' atau apa? Selama ini pacaran denganmu hambar sekali," keluh (Name) dengan wajah masam.

Mayuzumi kini mengalihkan fokusnya ke (Name).
"Apa gunanya itu?"

"Ya ada! Biar calon pacarmu—em, maksudnya biar aku merasa dispesialkan karena panggilan itu."

Meskipun menggelikan, turuti saja, Chihiro.

Setelah beberapa saat hening, Mayuzumi membuka suaranya.

"Sayang."

Sumpah demi apa pun, Mayuzumi sangat malu mengatakan itu. Tapi karena (Name) yang meminta, ia harus memenuhinya.

"Heh! Kenapa kau memanggil sayang dengan nada datar seperti itu! Ulang lagi."

Setelah mengorbankan seluruh harga dirinya, naas sekali gadis yang dipanggil 'sayang' ini tak puas. Tetapi memang benar, cara Mayuzumi menyebut kata 'sayang' tadi sangat kaku dan kentara jelas sangat terpaksa.

Mayuzumi memegang kedua pipi (Name). Ia mengulanginya dengan penuh kelembutan.

"(Name)-ku sayang."

Pura-pura. (Name) sadar ini pura-pura! Tapi, entah mengapa ia jadi terbawa perasaan. Seluruh wajahnya memerah setelah dipanggil begitu. Ia belum pernah diperlakukan manis seperti ini.

(Name) menormalkan wajahnya. Ia mensugesti dirinya sendiri agar jangan sampai terhanyut dalam kepura-puraan yang dia ciptakan sendiri. Toh, Mayuzumi sudah punya gadis yang diincarnya.

"Kau benar-benar rela melakukan apa pun demi orang yang kau cintai, ya?" Mengalihkan rasa canggungnya, (Name) mengajukan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya.

Menyingkirkan tangannya dari pipi, Mayuzumi mencubit hidung (Name) hingga memerah. "Tentu saja, bodoh."

Nah, 'kan.

"Beruntung sekali perempuan itu."

Terbesit rasa iri dengki di dalam diri (Name). Ia sangat iri pada gadis yang akan ditembak Mayuzumi di malam festival kembang api. Bagaimana tidak iri? Gadis itu pasti akan bahagia sekali mendapatkan laki-laki seperti Mayuzumi.

"(Name)."

Membuyarkan lamunannya, (Name) menyahuti Mayuzumi dengan gumaman. "Hm?"

"Apa nanti malam kau ada waktu, sayang? Aku ingin quality time denganmu."

Mayuzumi masih sangat geli ketika memanggil (Name) seperti itu. Demi menyenangkan cinta pertamanya ini, Mayuzumi menyanggupinya saja.

Sejak kedatangan (Name) dalam hidupnya, Mayuzumi merasa kehilangan karakter asli. Dulu ia enggan melakukan hal yang dirasa tak berbobot, tapi sekarang, ia berada dibawah kendali (Name). Mayuzumi selalu tak kuasa menolak gadis ini karena terlalu cinta.

"Tentu saja selalu ada Chuhiro-kun sayang!"

✨⭐✨

Sehabis dari toilet, Akashi mengacak rambutnya dengan frustrasi. Belum pernah ia merasa pusing seperti ini hanya karena perempuan, apalagi perempuan yang dipusingkannya itu bernama (Name). Benar-benar tak masuk akal.

Setelah mendengar percakapan pagi tadi antara Katsuki dan (Name), mood Kapten Rakuzan ini buruk hingga sekarang. Akashi sendiri bingung, mengapa dirinya bisa kesal hanya gara-gara mendengar (Name) sudah punya kekasih.

Akashi sangat tak setuju jika jawabannya 'cemburu' karena (Name) itu termasuk dalam jajaran 'Orang yang paling dia benci'. Akashi merasa tak mungkin cemburu pada orang yang sama sekali tidak ia sukai. Lebih tepatnya gadis yang sudah ia tolak mentah-mentah sebanyak empat kali.

"'Jangan terlalu membenci, nanti kau jatuh hati'. Ternyata itu fakta dan bukan sekadar permainan kata." Oreshi mencoba menggoda Bokushi yang tak sadar-sadar dengan perasaannya.

"Tch. Kau bisa diam tidak? Dan berhenti me/lontarkan kalimat tidak berbobot."

Mengelak lagi dan lagi.

Itulah yang selalu Akashi lalukan.

Akashi melewati kelas 1-B, kelas di mana gadis yang memenuhi pikirannya belajar. Ia mengintip dari jendela aktivitas (Name) di bangku paling belakang. Bukannya menjalankan kewajiban sebagai siswi, (Name) malah makan pancake mangga. Buku paket hanya menjadi benteng agar kedoknya tak diketahui sensei.

Akashi mengetuk jendela dengan pelan dan membuat (Name) menoleh dengan panik.

"Kapten?"

Akashi menatap tajam seolah mengisyaratkan. "Belajar!"

(Name) menghentikan acara makan-makannya. Ia minum lalu duduk manis, berlagak seolah-olah murid teladan. Akashi masuk ke dalam kelasnya.

★★★

Sore hari di koridor yang sepi, Akashi menelpon supirnya untuk minta jemput.
Sesuai bertelponan dengan supirnya, Akashi mendapat telpon dari sang ayah. Ia pun mengangkat telpon itu. "Moshi-moshi Otou-san?"

"Kepulanganku akan dipercepat karena aku ingin membahas perihal perjodohanmu."

Perjodohan?!

Bagai tersambar petir tepat diatas kepala, Akashi terlonjak kaget mendengarnya. Kata semacam itu memang sudah tak asing untuk kaum konglomerat seperti dirinya. Akan tetapi, ia sangat tak rela jika dijodohkan.

Bayang-bayang wajah (Name) yang mengusik pikirannya akhir-akhir ini kembali terlintas. Ya, Akashi akhirnya sudah sadar sekarang. Kalau hatinya telah berlabuh pada perempuan itu.

Perempuan tidak beradab, bodoh, cengeng, dan berbeda derajat yang sudah ia tolak mentah-mentah sebanyak empat kali.

Akan tetapi, sosoknya itu telah sukses membuat Akashi (Bokushi) sangat nyaman.

Akashi menggiggit bibirnya dan mengepal erat. Mengapa? Mengapa saat ia baru merasakan jatuh cinta, justru dirinya akan dijodohkan dengan orang lain?

Dan mirisnya, perempuan yang disukainya itu kini sudah menjadi milik orang lain.

"Apa? Aku masih terlalu dini untuk hal semacam itu. Otou-san, aku tidak akan sudi menuruti perintahmu kali ini."

Saking kesalnya, Akashi bahkan rela menentang ayahnya.

"Bersyukurlah kau tidak di hadapanku, Seijuro. Kalau tidak, sudah kupastikan mulutmu itu aku tampar. Sejak kapan kau berani membantahku seperti itu?"

Akashi melempar ponsel mahalnya itu sampai hancur berkeping. Lagi-lagi ia mengacak rambut merahnya dengan frustrasi. Kenapa ia harus sakit secara bersamaan di hari ini?

"Hentikan Katsuki teme!!! Kubunuh kau nanti!!!" pekik (Name) sambil berlari menghindari Katsuki yang membawa Rocky.

"Apa susahnya tinggal jawab, (Name)-san ayolah!"

Arf arf arf.

Mendengar suara bising itu, Akashi membalikkan badannya. (Name) pun menabrak dada bidang Akashi hingga mereka nyaris jatuh. Untunglah Akashi memeluk tubuhnya erat.

Akashi tidak mendoromg (Name) dengan kasar seperti waktu itu. Karena ia sedang kacau, ia sangat membutuhkan pelukan ini sedikit lebih lama.

(Name) yang sadar segera melepaskannya dan menatap nanar Katsuki.

"Mayuzumi Chihiro! Nama kekasihku Mayuzumi Chihiro! Singkirkan anjing itu, Katsuki. Kau ini gila apa? Cederaku masih belum pulih Bakatsuki!"

⭐✨⭐

Yang namanya quailty time tak harus di tempat mewah, yang penting menghabiskan waktu berkualitas dengan pasangan. Seperti saat ini, (Name) dan Mayuxumi tengah merebahkan diri di karpet sambil menonton dorama di TV.

"Bagaimana perkembangan LN yang kau tulis?" (Name) bertanya saat jeda iklan.

"60%."

"Sugoii. Cepat sekali! Ternyata ide gilaku benar-benar membantumu ya? Bukan cuma untuk memperkuat kemistri karakter LN-mu, kau juga bisa mempersiapkan diri untuk jadi pacar gadis itu!"

Kau lebih tepatnya, (Name).

"Kau belum menunjukkan endingnya. Kenapa mereka berkonflik menjelang pertandingan final?" tanya (Name) seraya menyentil-nyentil pipi Mayuzumi.

Mayuzumi membalas kejahilan (Name), ia memainkan hidung gadis itu hingga memerah. "Spoiler itu tidak boleh, bodoh, walaupun kau orang dalam."

Tak mau kalah, (Name) menjewer telinga Mayuzumi.
"Ish jahat! Ya, semoga kau menang."

Mayuzumi menyingkirkan tangan (Name) dan bangkit dari posisi baringnya.
"Bangun. Duduk di sofa dan tutup matamu."

"Kenapa?"

"Lakukan saja."

(Name) beranjak dari posisi rebahannya. Ia mendudukkan bokongnya di sofa, lalu menutup mata dengan telapak tangan.

Mayuzumi mengambil kotak berludru hitam. Ia berjalan ke tempat (Name) duduk. Dibukanya kotak itu dan meraih kaki kanan (Name). Mayuzumi memasangkan sepasang sepatu kaca di kedua kakinya.

(Name) membuka matanya, maniknya berbinar terang saat melihat sepatu kaca yang menghiasi kakinya. "Sepatu kaca? Untuk apa?"

"Untuk ke pesta si bongsor itu. Kau tidak punya, 'kan? Di rak itu hanya ada sepatu sekolah dan sepatu larimu."

Rasanya (Name) ingin menangis. Sejak awal kedatangannya, Mayuzumi Chihiro selalu memperhatikan keperluannya dengan sangat baik.

"Apakah suatu hari nanti aku bisa mendapat laki-laki seperti Chihiro-kun?"

⭐✨⭐

Apa komentarmu tentang part ini?

Kalau aku;

MAMPUS LU BOKUSHI!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com