35. Pesta Ulang Tahun Senpainya.
Scene AkaName & MayuName ditambahin, lho:v
Karena (Name) berhak bahagia di kehidupan keduanya.
Seburuk & semembagongkan apapun konfliknya, aku janjiin akhir yang terbaik bersama laki-laki yang tepat.
Dan laki-laki yang tepat itu tentu saja.
.
.
.
.
dia :)
To : (Full Name).
(Name).
Maaf.
Di babak semifinal nanti, aku harus mengalahkanmu.
Ponsel hitamnya ia letakkan kembali di tas. Kakinya mulai berlari lalu melompati segala rintangan yang ada. Hanako menahan airmatanya agar tidak jatuh.
Ia tidak bisa.
Ia tidak sanggup akan dibenci (Name) setelah mengirim pesan itu.
Akan tetapi, keadaan yang memaksanya.
Kanker hati yang diidap Ibunya sudah mencapai stadium tingkat akhir. Wanita itu tak meminta banyak hal di sisa-sisa hidupnya, ia hanya ingin agar putrinya bisa menjadi pemenang di kejuaraan ini. Hanako tentu saja akan memenuhi harapan terakhir Ibunya itu.
Entah bagaimana caranya, ia harus menang. Ia harus menyentuh finish lebih dulu dari pada (Name). Meskipun kecepatannya lebih rendah, tapi taktik dari si jenius Hanamiya Makoto akan membantunya.
"Mengalahkannya itu mudah, Mariko. Kau jangan mengeluarkan seluruh kemampuanmu saat diawal. Tapi, keluarkan saat kakinya mulai melambat. Ambil kesempatan emas itu untuk melaju. Sebab, dia tidak bisa menambahnya lagi karena sudah lelah. Jika dipaksakan pun, dia bisa sakit."
"(Name) itu sebenarnya tidak begitu kuat membawa tubuhnya sejauh 400 meter. Jarak sejauh itu lebih cocok ditempuh oleh dirimu yang fisiknya jauh lebih ringan. Tapi, kenapa justru dia yang selalu menang? Karena ada yang dia miliki, namun kau tak memilikinya. Yaitu; ambisi dan keyakinan yang kuat."
"Mariko. Berhenti berprinsip lari untuk dirimu sendiri. Kau harus menang dan menganggap (Name) rivalmu. Jika bukan untuk Tokyo atau Kirisaki, menanglah demi Ibumu."
⭐✨⭐
22:39.
(Name) mengerang kesal. Tidur nyenyaknya terganggu karena ada manusia tidak beradab yang menelpon. (Name) meraih ponsel di nakas dengan malas. Saat melihat nama Katsuki Kintaro, amarah (Name) tambah meluap.
"Bakatsuki! Kenapa kau menggangguku malam-malam?!" gerutu (Name) dengan ngegas. Tidak ada lagi nada bersahabat seperti biasa, ia sudah terlampau kesal.
Di seberang sana, Katsuki terengah-engah sambil mengusap keringat yang membanjiri wajah. Ia memasuki kamarnya lalu terkapar dengan mengenaskan di futon biru. "Aku mau mengadu (Name)-san. Hukuman dari Akashi-san benar-benar gila. Dia menyuruhku mengelapi seluruh jendela mansionnya."
Alih-alih prihatin, (Name) tertawa terpingkal-pingkal, bahagia bukan main atas musibah yang dialami rekannya. "Hahahaha. Mampus! Siapa yang suruh kau membuat ulah? Ah, tapi, itu tidak penting Katsuki, sebenarnya kakiku sudah mulai lebih baik karena cederanya memang ringan. Tapi, tadi itu gila! Bagaimana kalau Akashi marah padaku gara-gara tidak sengaja kupeluk?"
"Eh. Tentu tidak marah, 'kan Akashi-san membalas pelukanmu, malah sengaja dilama-lamakan." Katsuki optimis lagi kapalnya bisa berlayar. Itu karena—
"Dan kami tidak berpacaran sungguhan! Kami cuma bersandiwara! Dia itu ... kakakku."
—(Name) mengaku cuma menipu.
"Haa?! Kau gila, ya? Lelucon macam apa itu?" (Name) sungguh tak percaya Akashi sudi menyentuhnya.
"Serius (Name)-san. Memangnya kau tidak kerasa ya?"
(Name) mengingat kembali sore tadi. Matanya refleks membola karena perkataan Katsuki itu memang benar. "Ah, sudah-sudah. Itu tidak penting. Padahal, aku tadi mau bercerita tentang Hanako, tapi, karena kau buat onar, aku jadi malas menceritakannya."
Mendadak Katsuki jadi semangat kembali. "(Name)-san kasih tau aku! Nanti aku bawakan jus, pancake, mochi, kue dan semua yang ada mangganya. Juga diskon 30% Katsuki Store."
Mendengar tawaran yang benar-benar menggiurkan membuat (Name) jadi goyah. "Hmm. Baiklah. Jadi begini. Waktu siang sehabis lomba, 'kan gerah. Karena kamar mandi membludak, aku, Hanako dan Azusa-chan terpaksa mandi bertiga, terus—"
"Hush! Jangan cerita hentai dong."
"Siapa yang mau cerita hentai?! Dengar dulu sampai habis kampret!" (Name) jadi geram dengan Katsuki. Jika pemuda itu ada di depan mata, sudah dipastikan ia terkena jurus pukulan KingKong miliknya.
Dasar, apa gen yang warnanya biru tua itu error semua?!
"Ehehe. Aku kira, kau mau cerita hentai."
(Name) melanjutkan ceritanya. "Kami melihat ada bekas luka cambuk di punggung Hanako. Awalnya, dia menolak untuk menceritakan semuanya, tapi, akhirnya dia mau jujur."
"Luka itu dia dapat dari musuh-musuh kakak keponakannya yang licik itu, kau pasti tau, 'kan dengan Hanamiya Makoto? Karena Makoto terlalu sulit untuk dijangkau, jadi sasaran empuk pelampiasan kemarahan mereka adalah Hanako."
"Bodohnya, Hanako ini tidak mau speak up. Padahal, aku yakin, kalau dia mengadu pembulian itu akan berhenti. Tapi Hanako tidak mau mengadu. Secara si Makoto itu 11 12 seperti psikopat, Hanako tidak mau yang membulinya itu mendapat balasan yang lebih keji. Makanya, dia sabar saja."
"Dan kau mau tau mengapa dia phobia laki-laki? Saat kelaa 2 SMP, ayahnya Makoto alias pamannya senfiri melecehkannya. Ditambah lagi dia sering dibully laki-laki, jadi dia menganggap semua laki-laki itu bajingan."
Di seberang sana Katsuki merasa sesak. Mengenyam pendidikan di London nembuatnya terlalu banyak melewatkan banyak hal. Katsuki merasa prihatin, pantas saja gadis bernama Hanamiya Mariko itu takut berdekatan dengan laki-laki.
"(Name)-san, aku tutup dulu telponnya. Terima kasih ceritanya dan maaf mengganggumu."
Katsuki menatap langit-langit kamar dan meremas erat seprai yang melapisi futonnya.
"Akan kusembuhkan fobiamu itu dengan caraku sendiri. Kau harus tahu, masih ada laki-laki yang bukan bajingan di dunia ini."
⭐✨⭐
Saat (Name) berbohong tempo hari, Akashi justru menemukan sepercik kejujuran dalam dirinya sendiri. Bahwasannya, ia telah menyukai perempuan bernama (Full Name). Akan tetapi, Akashi masih sulit menerima perasaan itu. Ia masih tak percaya, bisa-bisanya hatinya berlabuh pada perempuan yang sangat ia benci.
Anehnya, saat mendengar (Name) punya kekasih, ia tidak suka. Dan setelah tahu itu cuma kebohongan belaka, Akashi jadi lega kembali. Medkipun begitu tetap saja, Akashi-lebih tepatnya Bokushi ini masih bimbang untuk mengaku ia telah jatuh cinta.
Rutinitas yang akhir-akhir ini sering dilakukan Akashi adalah menyempatkan mengintip jendela kelas sebelah. Ia ingin memantau kenakalan-kenakalan macam apa yang dibuat oleh (Name). Kadang-kadang gadis itu makan, tidur bahkan bermain game di ponselnya. (Name) hanya akan fokus belajar pada mata pelajaran yang ia sukai.
Selain itu, akhir-akhir ini Akashi cukup sering memperhatikan gerak-gerik (Name). Dan ruang OSIS adalah tempatnya lebih leluasa melakukan aksi itu. Melihat (Name) menyelipkan anak rambut, tertidur di meja dengan pulas dan tersenyum saat membaca light-novel seakan menjadi candu baginya.
Saat ini, (Name) tengah sibuk mengarsipkan berkas-berkas dan menata ulang isi lemari di ruang OSIS. (Name) sendirian, Akashi sedang dipanggil oleh pembina OSIS.
Tapi, (Name) tidak merasa kesepian dan takut meskipun hari sudah mulai gelap. Ada headphone bluetooth yang menyumpal telinganya.
(Name) mengepalkan tangan di udara saat pekerjaannya telah rampung. "Yoshaa!!!"
(Name) menatap refleksi dirunya pada cermin lemari. (Name) merapikan tatanan rambutnya lalu menyemprotkan parfum. Gadis ini memang perhatian dengan semua hal, tak terkecuali fisiknya sendiri.
"Wah, laguku di putar!"
(Name) mereques lagu 'Renai Circuliation' di radio. Karena Mayuzumi cukup sering memutar lagu ini di rumah, (Name) jadi ikut suka.
Gadis itu ikut bernyanyi dan menari dengan lincah seperti anggota idol. Pada dasarnya, (Name) ini memang punya kecerdasan kinestetik dalam dirinya. Kecerdasan tersebut merupakan penguasaan aktifitas fisik seperti halnya olahraga dan menari.
"fuwafuwari fuwafuwaru.
Anata ga namae o yobu
sore dake de chuu e ukabu."
(Name) tak sadar sang pemilik netra heterokrom sedang memerhatikannya di ambang pintu. (Name) terus menggerakkan tubuhnya dengan lincah dan menyanyi dengan riang bak anggota idol. Akashi mengurvakan sudut bibirnya, gemas, (Name) ini perempuan yang imutnya natural tanpa dibuat-buat.
Setelah lagu itu habis, (Name) menurunkan headphonenya ke leher dan menolehkan kepala ke ambang pintu. Matanya refleks membola saat menyadari sedari tadi ia diperhatikan oleh Akashi.
"Whua! Se-sejak kapan kau di situ?"
Sumpah demi apapun, (Name) benar-benar malu! Wajahnya jadi memerah saat ini.
"Sejak bait kedua lagunya."
"Yaampun."
(Name) tak habis pikir. Akashi ini benar-benar ningen yang serba tahu. Bahkan, ia juga tahu tentang lagu ini.
Berarti dia sudah lama, dong?!
(Name) mempoutkan bibirnya, cemberut. Ia membuang muka lantas mendudukkan diri di sofa.
Akashi ikut mendudukkan diri di sebelah (Name).
"Ih. Kenapa dia mengikutiku, sih?" gerutu (Name) dalam hati.
Akashi menyodorkan amplop merah dan diterima oleh (Name).
"Apa ini?"
"Baca saja isinya."
(Name) membuka amplop itu dan mengambil kertas putih di dalam sana. Ia membaca di dalam hati rentetan tulisan tangan rapi milik Akashi. (Name) jadi minder karena tulisannya seperti cacing kepanasan, padahal perempuan itu identik dengan estetika.
Pasti dia mengejek tulisanku yang jelek itu.
Surat harus dibalas, 'kan?
Ini balasanku untuk suratmu tempo hari.
10 Pujian untuk (Full Name).
1. Bodoh
2. Cengeng
3. Kekanakan
4. Tidak beradab
5. Berakal pendek
6. Agresif
7. Pembohong
8. Bebal
9. Pembangkang
10. Emosian.
(Name) tersenyum kecut. Dari pada pujian, itu jelas-jelas lebih pantas disebut cercaan. 10 keburukannya terpampang jelas disana seakan tidak ada lagi nilai plus di mata Akashi.
(Name) mengambil pulpen dan menulis balasan. Ia menggambar emotikon smile. Terkhusus Akashi, (Name) tidak akan pernah terpikir untuk protes padanya karena masih sayang nyawa.
"Hee. Hanya emotikon senyum? Kau tidak ngamuk-ngamuk seperti dulu, ya?"
Seperti dulu, seperti dulu.
(Name) sangat tak suka dan malu mengingat kebodohannya di masa lalu. Termasuk saat dia pernah mengamuk dengan Akashi, ia sampai nyaris mati konyol untuk kedua kalinya.
"Apa tanganmu sedang gatal ingin mencekik seseorang, Kapten?"
"Ya. Aku memang ingin mencekik seseorang."
Tua bangka itu lebih tepatnya.
Mendadak (Name) jadi merinding. Dari pada mati konyol lagi, lebih baik ia segera menghindari malaikat pencabut nyawa ini.
"A-aku dipanggil Arata-sensei."
"Mau kabur dariku?" sindir Akashi yang peka dengan kebohongam (Name).
Sudah tertangkap basah, (Name) masih sempat-sempatnya mengelak. "Ti-ti-tidak kok! Arata-sensei benar-benar memanggilku."
"Kau itu tidak pandai berbohong. Pelatihmu itu, 'kan sudah pulang. Duduklah kembali, aku tidak akan mencekikmu."
"Dasar." (Name) mendudukkan dirinya kembali.
Setelah beberapa saat hening, Akashi membuka suara.
"Aku baru ingat kalau aku harus membantumu. Lalu, kenapa kau tidak ingin jadi atlet profesional saja?"
(Name) menggeleng lalu memberikan alasannya.
"Masalahnya, lari itu termasuk olahraga yang paling rawan kena cedera seperti ini. Bahkan, aku pernah cedera hamstring sampai harus istirahat total 2 bulan. Aku memang ingin jadi atlet dan bertekat sampai ke olimpiade internasional, tapi, itu di nomor duakan saja. Aku tidak mau jadikan atlet sebagai profesi, cukup jadi prestasiku."
Atlet itu memang profesi yang banyak menghasilkan cuan. Tapi, (Name) merasa tidak betah kalau sewaktu-waktu ia harus menganggur saat masa cedera. Contohnya sekarang, ia kesal karena belum boleh latihan keras di lapangan. Padahal, kakinya sudah pulih.
(Name) menginginkan pekerjaan yang menyenangkan dan membuat dirinya sibuk. Tentumya tidak menyebabkan cedera.
"Sebenarnya, aku sudah punya beberapa opsi antara ahli terapi fisik atau terjun di dunia tarik suara. Dan di antara itu, aku prefer ke pilihan kedua." (Name) menyambung kalimatnya.
"Contohnya penyanyi, seiyuu atau penyiar radio?" tanggap Akashi.
(Name) mengangguk. "Hu'um. Aku sudah menemukan jawabannya, aku ingin jadi seiyuu."
Seiyuu : dubber, pengisi suara karakter.
Di antara semua opsi, opsi Kiselah yang paling (Name) suka dan lumayan dikuasai. Saat (Name) meminta pendapat Mayuzumi pun pemuda itu setuju. Jadi, (Name) sudah menemukan jawabannya.
"Mulai bulan depan, kau akan aku masukkan kursus," putus Akashi.
Manik (Name) membola dan spontan melayangkan protes. "Hee?! Tapi—"
Enggan mendengar bantahan, Akashi segera memotong kalimat (Name). "Tapi apa? Kau malam hari juga tidak ada kegiatan selain mengganggu Chihiro, 'kan? Kursusnya paling tidak cuma dua jam."
"Iya juga, sih," gumam (Name) membenarkan. Di malam hari, ia memang tak punya kegiatan selain mengerjakan PR dan mengganggu Mayuzumi.
"Lagi pula, suaramu itu bagus."
Ini baru pujian!
Keduanya mulai berkemas untuk pulang. (Name) dan Akashi keluar lalu berjalan beriringan menuju gerbang. Rakuzan sunyi karena rona jingga yang gelap sudah mengusai langit.
Malam nanti, mereka akan menghadiri pesta sweet seventeen Nebuya Eikichi. Akashi tiba-tiba terpikir hal random, bagaimana caranya (Name) dan Mayuzumi sampai ke sana? Secara kendaraan yang dipunya mereka hanya sepeda.
"Manajer. Aku akan menjemputmu."
"Tapi ... aku pergi dengan Chihiro-kun," tolak (Name) dengan takut. Persetan makanan enak, (Name) tidak akan pergi ke sana kalau bukan dengan Mayuzumi.
(Name) tidak setega itu mencanpakkan orang yang merawatnya lalu pergi dengan Akashi. Terlepas dari (Name) pernah tergila-gila dengan pemilik manik heterokrom itu, tapi keadaannya sudah berbeda sekarang.
Akashi mengenduskan napas lalu meralat ajakannya. "Menjemput kalian."
"Kenapa ... dia makin hari makin baik padaku, sih? Itu Bokushi sehat, 'kan?"
"Apapun itu. Aku tidak boleh jatuh cinta padanya lagi! Tidak boleh! Pokoknya tidak boleh!"
⭐✨⭐
Dari tadi (Name) hanya senyum-senyum di depan cermin. Gadis itu tak bosan-bosan memandangi gaun putih yang memeluk tubuhnya. Terlihat indah dan pas, (Name) sangat menyukai ini.
(Name) menyanggul rambut panjangnya ditambahi hiasan jepit bunga warna putih. Wajahnya dipoles make up tipis seperti biasa. Tinggi badannya jadi bertambah karena sepatu kaca yang dikenakan.
"(Name)?"
Tersadar terlalu lama mematut diri, (Name) segera menyambar kado lalu keluar dari kamarnya, ia langsung berhadapan dengan Mayuzumi. Lihatlah, Mayuzumi Chihiro sampai lupa caranya mengedipkan mata. Di matanya, (Name) yang awut-awutan dan belekan di pagi hari saja sudah cantik, apalagi kalau bersolek bak putri kerajaan seperti sekarang.
Rasanya, Mayuzumi tak jadi ke pesta ulang tahun Nebuya. Ia ingin menculik (Name) dan dibawa ke altar saja.
Tapi sialnya, gadis itu masih 15 tahun.
"Kyaa! Chihiro-kun. Kau tampan sekali!" (Name) sangat terpesona dengan Mayuzumi yang mengenakan kemeja hitam dibalut jas putih.
"Kau juga ... sangat cantik," balas Mayuzumi.
Mayuzumi mengulurkan tangan kanannya dan langsung digenggam oleh (Name). Mereka berjalan berdampingan menuju pintu. Tak lama, datang mobil merah yang terhenti di pekarangan rumah. Sang sopir turun dari sana dan membukakan pintu untuk (Name) dan Mayuzumi.
Di dalam sana, manik heterokrom Akashi mencuri pandang pada gadis di luar jendela. Sosok (Name) benar-benar menarik atensinya, jantungnya sampai berdebar-debar.
Saat sadar bahwa tangan Mayuzumi bertaut dengan milik (Name), entah mengapa Akashi jadi kesal. Akashi memalingkan pandangannya ke depan, mensugesti dirinya kalau sedikitpun tak cemburu dengan pemandamgan itu. Toh, ia tidak menyukai (Name).
Mayuzumi dan (Name) masuk ke dalam mobil. Mereka mendudukkan diri tanpa melepas genggaman tangan. Kendaraan roda empat warna merah itu mulai melaju dengan kecepatan sedang.
Selang beberapa berlalu, radio yang semula memutar jeda iklan kini mengudarakan sebuah tembang romansa yang melegenda. Beautiful in White milik Westlife.
So as long as I live I love you.
Will have and hold you.
You look so beautiful in white.
And from now 'til my very last breath.
This day I'll cherish.
You look so beautiful in white, tonight.
Konon katanya, perempuan yang mendengar lagu itu langsung terbawa perasaan hingga berujung halusinasi. Berkhayal memakai gaun putih lalu dinyanyikan oleh pasangannya dengan romantis. (Name) kini terkena sindrom itu.
"Suatu hari nanti, aku akan menyanyikan lagu itu untukmu."
Manik (Name) refleks membola saat lamunannya tadi dikacaukan oleh suara itu. Suara pria yang samar-sanar hingga (Name) tidak dapat mengenalinya. Akan tetapi, suara itu sangat terasa sangat familier di telinga.
(Name) menghela napasnya. Merutuki dirinya sendiri yang terlalu berhalusinasi berlebihan. Akan tetapi, ia tetap saja masih penasaran dengan suara itu.
"(Name) / Manajer. You look so beautiful in white, tonight."
Batin Mayuzumi dan Akashi.
Tak lama, mereka sampai di kediaman milik Nebuya. Seperti perkataan Akashi, keluarga Nebuya ini termasuk jajaran orang ternama di Jepang karena memiliki bisnis furniture. Rumahnya terlihat sangat megah, dihias dekorasi ulang tahun berdominasi warna putih.
Mibuchi dan Hayama yang melihat kedatangan tiga rekan mereka langsung menghampiri dengan antusias.
"Wah, kebetulan sekali kita sampai bersamaan, ya?" Si laki-laki cantik alias Mibuchi Reo menyapa mereka.
"Kyaaa manajer-chan, kau cantik sekali!" puji Hayama.
Setelah bercengkrama ria, mereka berjalan menuju tempat penyerahan kado. Kelima orang itu sempat bertukar informasi tentang kado apa yang dibawa untuk si bongsor; Mayuzumi, (Name), Hayama dan Mibuchi tidak janjian, tapi sama-sama memberikan pakaian, sedangkan Akashi memberi sepatu basket merk ternama.
Di dekat tempat penyerahan kado, (Name) merasa familier dengan pemuda berambut hitam yang membelakanginya. (Name) menepuk pundak orang itu.
"Hoi Katsuki? Kenapa kau di sini?"
"Eh, (Name)-san. Tentu saja aku datang karena diundang. Hee, kau juga bisa jadi perempuan tulen, ya (Name)-san?" goda Katsuki yang terkejut melihat penampilan (Name).
Wajah (Name) memerah, netranya melototi Katsuki tajam.
"Memangnya, selama ini aku terlihat seperti laki-laki? Selama ini aku terlihat punya jakun, gitu, ya? Ada-ada saja kau ini Katsuki. Tensi darah dan asam lambungku jadi naik, lho." (Name) marah dengan suara pelan karena banyak orang berlalu lalang.
"Pffftt—" Hayama menahan tawanya agar tak meledak.
"Bukan. Tapi, kau terlihat lebih feminim."
Pembawa acara mulai naik ke atas panggung. Para tamu undangan dipersilakan duduk kursi-kursi putih yang disediakan. Tim basket Rakuzan mendapat tempat duduk khusus di depan, alhasil mereka dapat melihat dengan jelas singgasana putra keluarga Nebuya yang berulang tahun hari ini.
Tibalah saat pemotongan kue. Nebuya dan keluarganya di atas sana saling suap-suapan. Para tamu undangan memheri tepukan meriah.
"Sekarang acara bebas. Para tamu undangan dipersilakan menikmati jamuan yang ada, dan dipersilakan untuk siapapun yang ingin mengisi panggung hiburan."
"Yosh makan-makan!" seru Hayama. "Manajer-chan, ayo kita serbu makanan disini!" Si pemilik rambut blonde menarik tangan (Name) dengan semangat.
"Nanti saja, Kotaro-kun."
"Hee?"
Mereka berempat menduga sepertinya ada yang salah pada diri (Name). Padahal, gadis itu sendiri yang semangat ingin makan-makan di sini. Saat hari H raut wajahnya malah sendu.
Akhirnya Mayuzumi dan Akashi peka dengan apa yang (Name) rasakan. Mereka yakin, (Name) pasti sedih melihat kebersamaan keluarga Nebuya di atas panggung sana.
"(Name) / Manajer?" panggil mereka serempak.
"Iya?" sahut (Name) yang kaget dipanggil dua orang secara bersamaan.
"Aku mau ke toilet." Meskipun cemburu, Mayuzumi harus mengalah. Ia menganggap yang ingin dikatakan Akashi itu penting, dan (Name) pasti memprioritaskan Akashi ketimbang dirinya.
Sekarang tinggal Akashi dan (Name) yang tersisa. Hayama dan Mibuchi sudah pergi karena dipanggil oleh Ibunya Nebuya. Sembari menikmati jamuan, kedua orang itu ingin diajak ngobrol mengenai kelakuan putranya di sekolah.
"Jangan sedih."
(Name) membantah, "Aku tidak sedih, kok."
"Pembohong." Akashi menghapus sepercik airmata (Name) yang jatuh. Ia paham betul bagaimana perasaan (Name) sekarang.
Dari kejauhan, Katsuki yang melihat itu jadi senyum-senyum sendiri. Kalau saja situasinya tidak ramai, mungkin pemuda bermata biru laut itu akan jingkrak-jingkrak.
Yosha! Kapalku berlayar lagi!!!
Sementara Mayuzumi sangat dongkol. Ia mengalah karena mengira Akashi akan membahas hal penting dengan (Name), tetapi tidak, Mayuzumi justru disuguhi adegan romantis seperti itu.
Teringat fakta (Name) pernah mencintai Akashi bertepuk sebelah tangan membuat Mayuzumi berpikir; mungkinkah sekarang (Name) sudah mendapat apa yang dia mau? Mayuzumi tersenyum getir.
Pemilik netra kelabu itu sempat jatuh, lalu bangkit, jatuh lagi dan sekarang Mayuzumi ragu untuk bangkit lagi. Karena jujur saja, Akashi di matanya sekarang tidak se bengis dulu, ia cukup sering membuat (Name) senang dan (Name) sendiri nyaman saja berada didekatnya.
Mayuzumi ingin mundur, tapi ... ia sudah terlanjur melangkah jauh.
"Jadi, aku harus apa?"
"Kau mau makan kue?" Akashi berusaha membujuk (Name) agar melupakan kesedihannya.
"Bukannya ... tidak boleh?"
"Sedikit saja tak masalah."
(Name) dan Akashi berjalan ke meja panjang yang disediakan. (Name) mengambil satu potong kue tart lalu memakannya dengan wajah berseri. Sudah lama sekali ia tidak makan manis-manis seperti ini.
"Dasar, kau ini kapan dewasanya." Dengan dua jarinya, Akashi menghapus krim di sudut bibir (Name).
Rasa malu dan deg-degan bercampur aduk. Berapa kali sudah ia berkata kalau tak lagi mencintai Akashi. Nyatanya, perlakuan pemuda ini sukses membuat pipi (Name) bersemu. Meskipun sekecil pasir atau atom, perasaan pada Akashi masih belum sepenuhnya terhapus.
Mayuzumi yang kepalang cemburu pun menghampiri mereka. Ia tak sanggup lagi melihat kebersamaan dua insan itu. Egois memang, padahal (Name) bukan siapa-siapanya.
Tapi bukankah semua adil dalam cinta dan perang?
Membuang piring kertas untuk alas kue tadi, (Name) segera mengintrogasi Mayuzumi. "Chihiro-kun! Kau lama sekali ke toiletnya?"
"Habis makan itu minum, bodoh. Bukannya mengoceh." Mayuzumi mengulurkan gelas miliknya yang berisi jus mangga.
(Name) langsung mengambil gelas itu dan meneguk isinya. Setelah habis, (Name) meletakkan gelas kosongnya di meja. Akashi pergi meninggalkan mereka karena disapa oleh rekan bisnis ayahnya. Mayuzumi lega Akashi akhirnya pergi.
Angin malam mulai menusuk-nusuk tubuh. Tak mau gadis kesayangannya ini kedinginan, Mayuzumi membuka jas putihnya dan menyampirkan pakaian itu di badan (Name).
"Arigatou." (Name) benar-benar senang karena Mayuzumi selalu memperlakukannya dengan baik.
"Ne, Chihiro-kun. Ayo kita foto di sana." (Name) menunjuk dekorasi balon.
Mereka pun berjalan kesana. (Name) meminta tolong Mibuchi untuk memotret mereka dengan background dekorasi balon. Mibuchi mengangguk setuju.
(Name) melepas jasnya; mengembalikan ke sang pemilik. Mereka mengambil gambar dengan 5 pose.
Foto pertama; tangan (Name) berpose 'peace' dan Mayuzumi biasa saja.
Foto kedua; tangan kanan (Name) berkacak pinggang dan Mayuzumi memasukkan tangan kirinya pada kantong celana.
Foto ketiga; mereka bergandeng tangan.
Foto keempat; mereka saling bertatapan. Tangan Mayuzumi di pinggang dan tangan (Name) di bahu.
Foto kelima; Mayuzumi memeluk (Name) dari belakang.
Mereka terlihat sangat romantis.
Sampai seseorang di seberang sana panas hati melihatnya.
"Araa, araa. Ini, sih, terlihat seperti foto prewedding." Mibuchi tersenyum saat melihat hasil jepretannya.
"Ya, semoga saja."
"Di antara tamu yang hadir ada remaja multitalenta. Selain pelari yang lincah, ia juga memiliki bakat menyanyi. Siapa dia? Tentu saja (Full Name)! Ayo (Name), naik ke atas panggung dan buatlah pestanya tambah meriah."
Untung saja (Name) tidak sedang minum. Kalau tidak, gadis itu pasti refleks menyemburkannya. (Name) sangat kaget namanya dipanggil ke atas panggung. Dan (Name) bingung, dari mana pembawa acara tahu informasi tentangnya yang bisa menyanyi?
Para tamu mulai bergerumuh menyerukan nama (Name). Mereka sangat penasaran melihat penampilan atlet Sprinter Cup perwakilan wilayah ini. (Name) mendadak tegang, ia terkena demam panggung.
Ya ampun. Ulahnya siapa ini?
(Name) mendesah pasrah. Rasanya tak sopan sekali kalau mengabaikan pembawa acara dan mengecewakan para tamu. (Name) menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya.
"Apa aku boleh request lagu Renai Circulation?" pinta Mayuzumi.
(Name) mengangguk. Ia melangkah dengan ragu-ragu menuju atas panggung. Tepukan tangan dan sorak sorai para tamu mengiringi langkahnya.
Sesampainya di panggung, (Name) menyebut lagu yang ingin dinyanyikannya pada penata sound. Pembawa acara memberikan (Name) mic.
Awalnya, (Name) menyanyikan lagu itu dengan gugup dan nyaris fals, tapi lama-lama ia bisa sangat enjoy seolah panggung miliknya. Aransemen musik yang begitu ceria benar-benar cocok untuk dirinya.
~fuwafuwari fuwafuwaru.
anata ga namae o yobu
sore dake de chuu e ukabu.
[Melayang-layang. melayang-layang.
Ketika kau panggil namaku.
Hanya dengan itu.
Aku melambung ke angkasa.]
fuwafuwaru fuwafuwari.
anata ga waratte iru sore dake de
egao ni naru.
[Melayang-layang. melayang-layang.
Ketika kau tertawa.
Hanya dengan itu.
Aku pun tersenyum.]
Kami-sama arigatou.
unmei no itazura demo.
meguriaeta koto ga.
shiawase na no.
[Terima kasih Tuhan.
Walaupun hanya permainan dari takdir.
Pertemuan secara kebetulan ini membawa kebahagiaan.]
Sc : Mbah google.
"Ya. Aku sangat bahagia dipertemukan denganmu, (Name)."
✨⭐✨
Oleng atau tetap bertahan?
Kalau aku sih, kapal KatsuHana 😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com