43. Aku Akan Menghancurkannya
(Name) bersama kelima anggota tim baaket duduk di bangku panjang di pinggiran jalur lari. Posisi (Name) duduk di antara Akashi dan Mayuzumi, atau katakanlah gadis itu diapit oleh dua laki-laki yang sama-sama mencintainya.
Karena ada suatu masalah teknis yang entah apa, pertandingan estafet diundur setengah jam dari waktu yang telah ditentukan. Alhasil, (Name) berkumpul bersama mereka.
Mata Mibuchi menangkap seorang pria berambut keriting yang sedang berbincang dengan pelatih basketnya, Pak Shirogane. Mibuchi pun bertanya pada kelima rekannya untuk memastikan.
"Itu pelatih Touo, 'kan?"
Mereka semua membenarkan.
"Omong-omong, aku naksir dengan pelatih Touo."
Pengakuan (Name) barusan sontak memicu perubahan raut wajah pada semua laki-laki di sana.
"Tapi Manajer-chan, dia sudah tua!" Hayama tak habis pikir seleranya (Name) yang sudah berumur seperti pelatih Touo.
(Name) malah nyengir dan membalas, "Aku, 'kan, memang suka yang tua. Yang tua seperti bapak itu lebih menggoda."
Hayama, Akashi terlebih lagi Mayuzumi jadi gemas sekali sampai ingin mencubit ginjal gadis itu.
"Setidaknya jangan tertarik sama bapak-bapak seperti dia! Bapak itu juga pasti sudah punya istri, manajer-chan." Nebuya yang tadinya sibuk makan roti melon jadi ikut terpancing emosi.
"Dia masih lajang, kok. Aku juga tak masalah kalau seandainya jadi istri kedua Pak Harasawa."
Rasa gatal ingin mencubit ginjal (Name) kian menjadi-jadi. Mereka benar-benar tak menyangka, mengapa (Name) bisa segila itu dengan seorang Harasawa Katsunori.
"Manajer-chan ... kau masih waras, 'kan?" Hayama jadi menduga akal sehat (Name) sudah malfungsi.
"Masih lah!" (Name) tertawa terpingkal-pingkal sampai napasnya terengah-engah. "Aduh, aku bercanda! Lebih baik aku lajang seumur hidup daripada jadi selir. Kalian kenapa mudah sekali ditipu camdaanku, sih?"
Hah, mereka jadi malu sendiri. Mereka lupa kalau (Name) tipikal orang yang suka sekali bermain-main.
"Tapi aku serius suka dengan yang lebih tua. Tua yang kumaksud setidaknya maksimal tiga tahun dariku. Aku malah takut kalau pacaran dengan yang seumuran Pak Harasawa."
Mayuzumi merasa sudah menang karena lolos di kategori yang ini. Sementara Akashi? Ia merasa ketar-ketir tidak akan diterima.
"Apa selisih dua bulan juga termasuk tua?"
"Hah? Y-ya, itu juga termasuk tua bagiku, sih. Memangnya siapa yang kau bicarakan itu, kapten?" (Name) heran sekali Akashi ikut mencampuri pembahasan ini.
"Ada kenalanku yang sangat menyukaimu, tapi dia cuma tua dua bulan darimu." Akashi menjawabnya dengan setenang mungkin, tidak gugup sama sekali sampai mereka semua semua percaya akan kehohongannya—kecuali Mayuzumi.
"Tak peduli usia kita selisih berapapun, lagi pula kau juga pernah mencintaiku. Mendapatkanmu lagi itu mudah sekali, (Name)."
Mayuzumi ikut membatin, "Akashi, Akashi. Kau pikir aku tidak tahu kalau itu dirimu sendiri. Cih."
Mibuchi menanggapi, "Kalau kenalan Sei-chan, pasti dia orang yang terpandang juga. Kau beruntung sekali manajer-chan."
Mibuchi jadi ingin sekali seperti (Name) yang dikelilingi banyak laki-laki.
(Name) memberi komentarnya, "Ah, iya, kah? Hm, aku selalu bingung harus bertindak bagaimana tiap kali ada yang mengatakan menyukaiku. Tapi jujur saja, aku sedang di fase malas membahas percintaan."
Tanggapan (Name) barusan membuat Akashi tertohok.
Sementara Mayuzumi merasa geram. Di dalam hati, ia menyumpah serapahi Akashi karena dialah penyebab (Name) seperti ini. Mungkin kalau ditolak secara baik-baik, (Name) tidak akan sakit hati berkepanjangan sampai berujung mati rasa.
"Tapi kau sudah benar, manajer-chan. Untuk sekarang tidak usah pikirkan percintaan dulu." Mibuchi menasehati, (Name) mengangguk.
Hayama pun bertanya, "Aku masih penasaran sekali, siapa orang yang mematahkan hati manajer-chan sampai mati rasa?"
Mibuchi dan Nebuya juga ikut bertanya-tanya karena sampai detik ini mereka penasaran.
(Name) bungkam lama sekali, karena tidak mungkin ia akan menyebut nama Akashi. (Name) pun berdiri dan beralasan pamit pergi ke toilet lalu kumpul dengan timnya.
"Dia sepertinya sengaja menghindari kita."
Dugaan Hayama barusan disetujui oleh Mibuchi dan Nebuya karena gelagat (Name) kentara sekali sedang menghindar.
Lantas Hayama bertanya pada pemuda bersurai kelabu yang duduk di sebelahnya.
"Mayuzumi-san tau sesuatu?"
"Tau, dan orang itu sudah menjilat ludahnya sendiri." Mayuzumi menjawab apa adanya, tak peduli yang disindirnya itu akan bertindak apa nanti, ia tidak takut, sungguh.
"Memangnya manajer-chan itu kenapa, sih? Cintanya ditolak?" Nebuya asal menebak.
Mayuzumi mengangguk karena memang itulah faktanya.
"Kalau perempuan sudah berani mengungkapkannya, pasti rasa cintanya sangat besar sekali, ya? Kenapa ya dia menolak manajer-chan?" Hayama tak habis pikir..
"Dan gara-gara dia manajer-chan mati rasa. Padahal siapa tau, 'kan, ada laki-laki lebih baik yang memperjuangkan manajer-chan tapi perjuangannya diabaikan." Mibuchi jadi ikut kesal.
Mayuzumi membalas komentar Mibuchi, "Kau benar sekali, Mibuchi. Dan anehnya yang menolak itu berusaha mati-matian membuat (Name) jatuh cinta lagi. Bukankah menurutmu itu aneh?"
"Aneh sekali!" Ketiga bagian Uncrowned Kings menjawab kompak.
Akashi tentu saja sangat tersinggung dikompori oleh Mayuzumi, tapi amarahnya hanya ia pendam dalam hati.
"Sialan kau, Chihiro. Kau pikit aku tidak tahu kalau kau juga mengincarnya? Aku anggap ini pertarungan, dan akan kupastikan dia kembali ke pelukanku."
Mayuzumi turut beranjak pergi, ia tak suka berada bersama tim basket tanpa adanya (Name). Sebenarnya tak masalah jika hanya bersama Uncrowned Kings, kehadiran sang kapten yang membuat dirinya muak.
Mayuzumi menyusul (Name) lalu menepuk pundaknya. (Name) menoleh, raut wajahnya terkejut tapi lekas berubah datar. (Name) berjalan lagi tanpa mempedulikan Mayuzumi.
"Kenapa kau mengacuhkanku dari tadi?"
Mayuzumi sangat lelah dengan perubahan sifat (Name) padanya hari ini. (Name) bisa berbaur bersama yang lain dengan normal, tapi tidak dengannya. Berbicara sepatah katapun enggan.
Tak ada jawaban, (Name) terus berjalan sampai membawanya kembali lagi ke belakang stadion.
"Oi! Ada apa denganmu?" Mayuzumi geram, sengaja meninggikan suaranya. Ia lelah, ia ingin diberi penjelasan.
(Name) berhenti melangkah dan menoleh dengan raut wajah yang terlampau kesal. "Kau menganggapku apa, Hiro-kun?"
Mayuzumi bingung dengan pertanyaan (Name) yang tiba-tiba, tapi ia segera menjawab jujur.
"Segalanya."
(Name) mengernyitkan alisnya.
"Aku menganggapmu segalanya, (Name)." Mayuzumi menegaskan ucapannya.
Alih-alih senang, (Name) justru tambah kesal.
"Hah, omong kosong!!! Terus, kenapa kau kemarin tidak bisa dihubungi dari siang?!"
"Ponsel—" Mayuzumi ingin menjelaskan kalau ponselnya rusak dan sedang direparasi. Namun, (Name) keburu meninju keras perutnya hingga jatuh tersungkur.
"AHOOO!!!!" (Name) berteriak keras, meluapkan emosi yang sedari tadi ia pendam. (Name) masih marah lantaran pemuda yang satu atap dengannya ini tak memberi kabar hingga membuatnya cemas setengah mati.
(Name) kesal tapi juga menyesal telah meninju Mayuzumi sampai terkapar. Gadis itu berjongkok, membantu Mayuzumi berdiri.
"Aku khawatir, aku khawatir sekali kalau kau kenapa-napa. Kenapa kau tidak kasih kabar?! Dasar!!! Jahat! Jahat!!!"
Tak membalas dengan amarah pula, Mayuzumi menarik (Name) ke dalam dekapannya. Ditepuk-tepuk lembut puncak kepala milik gadis itu agar sedikit lebih tenang.
"Intinya aku tidak apa-apa, 'kan?"
(Name) membalasnya dengan gumaman, "Hmm."
"Beri aku waktu menjelaskannya."
(Name) melepas pelukan itu dan mengangguk. Perlakuan lembut Mayuzumi membuatnya luluh, amarah seketika lenyap begitu saja. (Name) bagai kobaran api dan afeksi Mayuzumi adalah airnya.
"Ponselku rusak dan kubawa ke tempat reparasi. Aku mau mengabari pakai ponsel tetangga kita, tapi aku tak ingat nomormu."
(Name) jadi merasa bersalah dan meminta maaf. "Maaf ... maaf kalau aku tadi terlalu emosi sampai meninjumu. Aku begitu karena terlalu sayang denganmu."
Darah Mayuzumi seketika berdesir hangat. Berkali-kali sudah Mayuzumi mendengar kalimat itu, namun tetap saja euforianya terasa.
"Dasar sumbu pendek." Mayuzumi menyentil dahi (Name) hingga gadis itu mengaduh.
Mereka akhirnya berbaikan dan berbincang seperti biasa, tapi Mayuzumi tak menceritakan perihal Himuro yang datang ke rumah. Mayuzumi dan Himuro sudah bersepakat akan menyembunyikan fakta itu dari (Name). Bukan apa, mereka tak mau kondisi psikologi (Name) terganggu.
Padahal tidak ada hubungannya.
Karena mereka punya jiwa masing-masing.
✨⭐✨
Pertandingan lari estafet putri 4x100 meter akan dimulai lima menit lagi. Kedelapan tim sudah bersiap di jalur masing-masing. Pandangan (Name) mengedar ke segala arah, ia menangkap begitu banyak orang yang datang mendukungnya.
Seluruh anggota Kiseki no Sedai plus Kuroko dan Kagami duduk dengan posisi berpencar. Yang paling mencolok adalah presensi Midorima, karena pemuda maniak Oha-Asa itu membawa lucky item kipas angin portabel yang besar untuk (Name) dan memakai topi koboy untuk dirinya sendiri. Midorima tak malu, ia selalu mempercayai apapun yang dikatakan Oha-Asa sekalipun itu aneh.
Tak hanya mereka, ada juga orang tua Mayuzumi, kedua kakak dan ibunya Kise, Himuro Tatsuya dan adiknya Midorima serta masih banyak lagi.
Mereka benar-benar antusias menonton (Name).
"Aku tak menyangka, di sini banyak sekali yang menyayangiku."
(Name) tersenyum dan melambai-lambaikan tangannya.
Hanamiya Makoto yang baru saja tiba di stadion sedikit terkejut (Name) ikut estafet. Ia menyeringai, tanpa dijelaskan pun Hanamiya paham kalau (Name) rela turun karena ingin melindungi tim estafet yang diambang kekalahan. Kebaikan hati dan pengorbanan (Name) mengungatkannya pada 'Si hati Baja' dari Seirin.
"Aku pasti segera kembali untuk menjadi perisai timku. Tak peduli apapun yang akan terjadi, aku rela melakukan apapun agar Seirin menang."
Begitulah kata-kata yang masih Hanamiya ingat saat terakhir kali bertemu pemuda berhati baja tersebut.
"Dia ini benar-benar Kiyoshi versi perempuan. Aku jadi semangat untuk menghancurkannya sampai jadi sampah, sampai dia tak punya harapan lagi."
Suara tembakan pistol pertanda lomba telah dimulai membuyarkan lamunan Hanamiya.
"RAKUZAN, RAKUZAN, FIGHT, FIGHT!!!"
"AYO, AYO, TOUO GAKUEN!!!"
Dan berbagai macam sorakan lainnya mulai bergerumuh.
Kawasaki sebagai pelari pertama tim Rakuzan berusaha semaksimal mungkin untuk segera sampai ke Yoshida. Kawasaki benar-benar tak ingin kekalahan mereka pada tahun lalu terulang lagi. Saat itu, mereka kalah 2 detik dari SMA prefektur Miyagi dan menyebabkan mereka gugur di semi final.
"GANBATTE, SAKIIII!!!"
"SAKIII!!! LEBIH CEPAT LAGI!!!"
Persaingan antar kedelapan pelari urutan pertama sangat sengit. Kawasaki mengerahkan seluruh kecepatannya dan berhasil melampaui kedua pesaingnya. Saat sudah dekat dengan pelari kedua, Kawasaki berteriak keras, "YOSHIDA, TONGKAAAT!!! LARILAH SECEPAT MUNGKIN, JANGAN SAMPAI KALAH LAGI!!!"
"HA'I, AKU JANJI!!!"
Yoshida mengambil tongkat tersebut dan mulai melaju kencang. Sorak-sorai supporter Rakuzan yang terdengar di telinganya bagai asupan doping alami, Yoshida jadi terpacu untuk lebih cepat lagi dan berhasil meningkat di urutan kelima.
Sama seperti yang dilakukan Kawasaki. Sembari menyerahkan tongkat, Yoshida memberi pesan, "FUJII, TONGKAAAT!!! Berjanjilah jangan kalah lagi dan sampaikan pada (Name); kita semua percaya padanya!!!"
"YAAA, AKU JANJIII!!!"
Tongkat kini berpindah ke tangan Fujii. Gadis berambut pendek itu berlari dengan seluruh tenanga yang ia punya, ia tak ingin kalah lagi dan enggan mengecewakan semua orang.
Fujii sekarang berada di posisi ke lima, ia semakin mempercepst langkanya hingga berhasil menyalip pelari dari Nagasaki. Fujii terus melaju agar tak mampu disusul siapapun. Mereka harus mengamankan posisi empat besar jika ingin lolos ke final.
Saat posisinya semakin dekat dengan (Name), Fujii menyampaikan pesan dari Yoshida. "(Nameee)!!! Kami semua percaya padamu!!! Berjuanglah!!!"
"AKU JANJI TIDAK AKAN MENGECEWAKAN SENPAI-TACHI!!!"
Tongkat estafet itu kini beralih di tangan (Name), si pelari terakhir yang dianggap sebagai kunci kemenangan. Tongkat estafet itu bukan sekadar tongkat, di sana tersimpan harapan banyak orang.
Berkat perjuangan (Name) yang berlari dengan sangat cepat, gadis itu berhasil mengubah posisi empat hasil perjuangan Fujii menjadi tiga. Para supporter (Name) bersorak girang, benar-benar salut dengan perjuangan si gadis maniak mangga ini.
"Woii!!! Minggir kalian semua!!! Kamilah yang pantas menang!!!" (Name) beeteriak kencang pada dua pelari di depannya.
Di enam detik terakhir, (Name) berhasil menyalip pelari dari Miyagi. Ia sekarang berduel kecepatan dengan pelari asal Tuan Rumah, lebih tepatnya dari Akademi Touo—sekolahnya Aomine dan Momoi.
Tapi Aomine dan Momoi tidak bimbang sama sekali. Mereka sepenuhnya mendukung (Name) untuk menang. Sama halnya seperti Kise. Tim prefektur Kanagawa juga bertanding, namun Kise justru meneriakkan nama (Name).
Duel itu semakin sengit, seluruh penonton dan supporter kedua kubu jadi lupa caranya bernapas. Kecepatan pelari terakhir Touo bukan isapan jempol semata, gadis bermarga Suzuki itu sudah berkali-kali membawa timnya menang.
Jika di cabang sprint ada Hanako, maka pelari terakhir yang tercepat di cabang estafet adalah Suzuki. Namun, keduanya sudah turun tahta saat gadis ini hadir.
Gadis yang tingkat ambisinya sangat besar.
Dan orang yang menyukai lari lebih dari siapapun.
(Name) meningkatkan kecepatannya hingga berhasil melampaui Suzuki. (Name) terus menggila sampai sukses melebarkan jaraknya dengan pelari yang lain. Sorakan penonton bertambah meriah, terutama supporter Rakuzan.
"(NAMEEE)!!!"
"GANBATTE, (NAMEE)!!!"
"SEMANGAT PUTRIKU!!!"
Pada akhirnya, kaki (Name) yang pertama kali menginjak garis akhir. Seluruh supporter Rakuzan riang genbira melihatnya, bahkan ada yang sampai menangis terharu.
(Name) berhasil.
Dia berhasil menepati janjinya.
(Name) pun mendapat pelukan hangat dari tim estafet putri Rakuzan sebagai bentuk apresiasi. Tangisan haru pecah di sana. Kawasaki dan senior yang lain bahagia akhirnya berhasil ke partai puncak setelah dua tahun berturut-turut gugur di babak semi final.
"Bahagialah sepuasnya, (Name). Setelah ini, akan kubuat kau menangis pilu."
✨⭐✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com