45. Terlampau Rindu Padanya.
Hanamiya Makoto menggigit bibirnya dengan geram. Rencananya untuk membuat (Name) hancur seperti pemain-pemain basket yang pernah ia cederai belum cukup sempurna. Gadis itu masih kuat, masih sanggup untuk bangkit dan mengamankan empat besar kendati luka di kepalanya itu cukup parah.
Hanamiya benar-benar tak habis pikir.
"Hanamiya Makoto?"
Sang empu nama menoleh, mendapati seorang gadis bermasker hitam, kelereng mata ungu serta berambut cokelat muda sebahu.
Gadis inilah yang ribut dengan (Name) pagi tadi.
"Ya?" sahutnya dengan santai.
"Bisa kita bicara?" pinta gadis itu.
"Heehh ... penggemarku, kah? Tapi—" Perkataan Hananiya yang berniat menolak terpotong saat gadis itu menyodorkan dua cokelat batangan. Hanamiya tak berkutik, secara cokelat yang disodori itu adalah merk favoritnya.
"Anggaplah saja begitu."
Hanamiya menerima cokelatnya dan menyeringai. "Ah, baiklah."
Hanamiya dan gadis itupun berjalan ke belakang stadion Hanamiya tak takut sama sekali meski penampilan gadis yang bersamanya mencurigakan. Toh, gadis itu mengaku sebagai penggemarnya.
Sesampainya, Hanamiya dan gadis itu berhadapan. Pemuda beralis tebal itu masih sibuk memakan cokelat sejak berjalan tadi.
BUGH!
Gadis itu tiba-tiba menendang keras perut Hanamiya hingga tersungkur.
"Beraninya kau menghancurkan (Name) sebelum aku!!!"
Hanamiya bangkit dan memegangi perutnya sakit. "Apa maksudmu?"
"Harusnya dia hancur hari ini juga, tapi rencanaku rusak gara-gara kau! Dasar sialan kau Hanamiya! Cih. Jangan sok membuat rencana karena yang kau rencanakan itu payah sekali!" Gadis itu mencak-mencak kesal.
Tanpa dijelaskan Hanamiya sudah paham kalau gadis itu juga ingin menghancurkan (Name). Seketika Hanamiya jadi penasaran perihal apa motifnya. Terlihat dari sorot mata violet yang penuh rasa benci itu, pasti masalahnya besar sekali.
Gadis itu melanjutkan amukannya. "Fisik (Name) itu kuat. Yang harusnya dihancurkan itu mentalnya, bodoh! Hancurkan mentalnya sampai dia tak ingin hidup lagi!"
✨⭐✨
(Name) terbaring lemas di ruang kesehatan. Sehabis memaksakan diri untuk bertanding, kondisinya saat ini drop.
Banyak yang ingin menjenguk, tetapi perawat melarang keras. (Name) butuh ketenangan setelah apa yang ia lalui. Terlalu banyak orang akan memicu keributan karena pasti mereka akan banyak tanya.
Alhasil, hanya keluarga (Name) saja yang boleh menjenguk untuk saat ini—yang tak lain adalah keluarga Mayuzumi.
Yang di dalam bilik hanya Chihiro. Akihiro sibuk menjawabi petanyaan-pertanyaan yang dilontarkan awak media perihal kondisi (Name). Sedangkan Chizuru membeli makanan yang ada mangganya untuk (Name).
Mayuzumi muda membelai lembut pipi (Name). Rasa marah bercampur bangga bercampur aduk jadi satu. Ia kesal dengan sifat (Name) yang sangat nekat, tapi juga salut di saat bersamaan.
"Dasar bodoh," ledek Mayuzumi yang tidak mungkin didengar.
"Makin hari bodohmu tak berkurang, justru bertambah parah," imbuhnya. Dicubit pelan hidung milik si wanodya yang masih menjelajah alam mimpi.
Tak lama, (Name) mengerjapkan mata setelah kurang lebih satu setengah jam terlelap. Samar-samar, ia dapat mendengar perkataan Mayuzumi yang terakhir.
"Apa yang betambah, Chihiro-kun?" tanya (Name) dengan suara lirih.
"Kadar bodohmu." Mayuzumi menjawab secara gamblang. Pemuda itu membantu (Name) untuk duduk. Setelahnya, ia mengambil jus mangga di atas nakas yang sudah dipersiapkan untuk (Name).
"Maaf, ya, Hiro-kun." Hanya ini yang mampu (Name) ungkapkan karena kondisinya masih lemah.
Mayuzumi mendengkus karena masih kesal. Ia membantu (Name) untuk minum jusnya sampai tersisa setengah. Sebelum membaringkan (Name) kembali, ia menghapus sisa-sisa jus yang masih menempel di sudut bibir.
Tubuh (Name) dibaringkan kembali. Mayuzumi mengusap-usap lembut puncak kepala gadis itu. (Name) kembali memejamkan mata, merasa tenang dan nyaman diperlakukan seperti ini karena mengingatkannya dengan ayahnya.
"Bagaimana bisa seperti ini?"
Pertanyaan yang dilontarkan Mayuzumi barusan sontak membuat kelopak mata (Name) terbuka.
"Aku ... dijebak." (Name) akhirnya berterus terang. Kepalang sudah basah, lebih baik diceburkan sekalian. (Name) pun menceritakan semua kronologinya.
(Name) merasa kasus ini memang harus ditindak lanjuti. Dirinya gatal sekali ingin membenturkan kepala pelakunya sampai mengucurkan banyak darah pula. Ia masih dendam setengah mati lantaran nyaris saja tereliminasi menyusul Katsuki.
Setelah mendengarnya, Mayuzumi sangat marah dan ngilu. Terutama di bagian kepala (Name) terbentur sampai berdarah-darah tapi di sana tidak ada satupun yang menolong.
"Tch. Sudah kuduga. Dan ini pasti ulah Hanamiya."
(Name) membantah.
"Kurasa mustahil, Chihiro-kun. Hanako itu baik."
"Yang kubicarakan ini Makoto."
(Name) terdiam. Sebenarnya, ia juga menduga pelakunya adalah Hanamiya Makoto. Namun, mengingat fakta banyak sekali orang yang membencinya, (Name) jadi tak asal-asal menuduh.
"Ya, aku juga menduga dia. Tapi, ada satu orang lagi yang secara terang-terangan bilang membenciku pagi tadi. Dia ingin sekali aku mati. Aku tidak tahu siapa karena dia pakai masker plus kacamata hitam."
Mayuzumi mengerutkan dahinya karena tak habis pikir. Mengapa (Name) ini banyak sekali pembencinya? Kalaupun akar masalahnya adalah Akashi atau tentang persaingan lomba lari, bukankah kelewatan sampai menyuruh-nyuruh mati?
"Kenapa banyak sekali yang memusuhimu?"
(Name) bungkam karena tak punya jawaban.
Di dunianya pun, ia memang sering dimusuhi orang.
"Apa aku ini manusia yang sangat buruk?" (Name) bertanya dengan suara pelan dan netranya berkaca-kaca.
"Bicara apa kau ini?!" Mayuzumi membalas sedikit membentak, tak terima (Name) asal-asalan mendiagnosa.
"Kenyataannya ... banyak yang tidak suka denganku sampai ada yang ingin aku mati. Aku pasti sangat buruk sampai tak layak untuk hidup." (Name) memejamkan mata, menahan matanya yang tengah memanas agar tak sampai menangis.
Sebelum berjanji dengan Akashi, (Name) sedari dulu memang ingin berhenti jadi anak yang cengeng. Akan tetapi ia selalu terjebak di situasi yang membuatnya bersedih.
Mayuzumi menggenggam erat tangan (Name) untuk menguatkannya.
"Kau pikir mereka yang bersorak untukmu tadi apa? Tentu saja kami bersorak untukmu karena dirimu itu berharga."
(Name) tak merespon. Menurutnya, pembencinya yang lebih banyak daripada pendukung.
Mayuzumi mendaratkan kecupan singkat pada tangan gadis yang ia genggam.
"Sekalipun seluruh dunia menganggapmu buruk, aku satu-satunya orang yang tetap ada di sisimu."
✨⭐✨
Kasus ditutup karena tak terungkap. Pelaku telah membereskan tindak kejahatannya dengan bersih. Tak ada satupun jejak yang menunjukkan (Name) dijebak, bahkan surat Yuki yang (Name) taruh di loker itu bisa hilang.
Malah, (Name) yang balik di salahkan saat mendapati tanda lantai sedang di pel beserta pelnya. Panitia pelaksana Sprinter Cup menduga (Name) terlalu ceroboh dan membuat drama seolah-olah dijebak. Nyatanya benda itu sama sekali tak ada waktu kejadian.
Kendati begitu, tidak semua orang menyalahkan (Name). Sesuai perkataannya, Mayuzumi lebih mempercayai ucapan (Name) ketimbang penyelidikan pihak panitia. Begitupun anggota tim basket Rakuzan yang lain, mereka yakin sekali ini jebakan.
Kejadian itu sudah dua minggu lebih berlalu. Sekarang kepala dan kaki (Name) sudah baik-baik saja. (Name) tengah berada di Tokyo lagi untuk menonton inter high.
Namun, (Name) tidak singgah di kediaman Kagami seperti biasa. Dari pada berkonflik dengan Akashi lagi—dan mengantisipasi agar adegan cekikan waktu itu tak kembali terulang, lebih baik ia menurut untuk menginap di hotel saja.
(Name) menolak untuk menginap di mansion Akashi. Ia tak mau terlalu banyak diperhatikan para pelayan di sana (yang mungkin tiap jam akan melapor apapun ke Tuan Muda). Selain itu, jarak mansion Akashi ke stadion lumayan jauh. (Name) lebih memilih hotel yang jaraknya hanya 300 meter.
Dan yang membuat (Name) terkejut adalah hotel itu miliknya Akashi. Sinting memang, aset keluarga itu tersebar di mana-mana.
Tapi bagian baiknya adalah (Name) tidak perlu membayar sepeserpun dan diberikan pelayanan istimewa.
Saat keluar dari kamarnya, ia berpapasan dengan pigur pemuda jangkung bersurai blonde. Dari tas di punggung serta kunci digenggaman, kentara jelas Kise Ryouta telah menyewa kamar hotel.
"Ryouta-kun?"
"(Name)-cchi?! Aaaaa!!!"
Kise langsung memeluk (Name) erat-erat seolah tak berjumpa bertahun-tahun. "Aku sangat merindukanmu-ssu! Hueee!" rengeknya.
(Name) membalas, "Aku jugaaaaa. Sudah lama sekali, ya?"
Kise mengguncangkan tubuh (Name) ke kanan dan ke kiri saking senangnya.
Seorang lelaki yang merupakan petugas kebersihan risi melihat Kise dan (Name). Ia berdeham, memberi kode agar muda-mudi itu menghentikan adegannya karena nantinya mengganggu orang yang lewat.
Di detik itu pula mereka melepas pagutan itu. Kise dan (Name) tersenyum canggung. Mereka segera melarikan diri ke kamar yang sudah disewa oleh Kise.
Keduanya lantas mendudukkan diri pada ranjang hotel. Kise membuka tasnya, mengacak-acak isinya hingga menemukan mika berisi mochi mangga yang tadi ia beli di perjalanan. Kise pun memberikannya pada (Name).
"Makanan ini mengingatkanku pada (Name)-cchi. Jadi, aku selalu membelinya karena aku bisa merasa dekat denganmu."
(Name) menerima mika itu dan memandang Kise dengan tatapan tak percaya.
"Sampai segitunya, Ryouta-kun?"
"Iyaaa! Dan aku tidak mau tahu! Pokoknya hari ini (Name)-cchi harus selalu bersamaku, jangan dekat dengan laki-laki lain-ssu."
"Haa?" tanggap (Namw) yang tak nyaman dilarang-larang.
Kise tersenyum dan menepuk pelan puncak kepala (Name).
"Maaf, maaf. Apa perkataanku tadi membuat (Name)-cchi tak nyaman? Aku cuma bercanda, kok. Ya ... aku juga sadar diri karena bukan siapa-siapanya (Name)-cchi." Senyuman manis seketika menjadi getir.
"Ah, tidak apa-apa." (Name) menanggapinya biasa saja.
Raut muka dan intonasi bicaranya Kise mendadak berubah menjadi serius.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" pinta sang ace Kaijo tersebut.
(Name) mengangguk, mempersilakan. "Hm. Tanyakan saja."
"Jujur. Perasaan (Name)-cchi padaku itu seperti apa?"
Alis (Name) bertaut, ia sangat bingung. Gadis itu mengetukkan jari telunjuk di bibir bawahnya.
"Perasaan yang seperti apa, nih?" (Name) memutar-mutarkan bola matanya. "Seperti ... sayang, kah? Iya! Aku menyayangimu karena Ryouta-kun salah satu sahabat terbaikku!"
Ya ... tidak salah juga, sih.
Kise kecewa. Ekspektasinya terlalu berlebihan menganggap (Name) akan menyukainya setelah diberi begitu banyak afeksi dan kode. Kise membalas tanggapan (Name) dengan lengkungan bibir yang terbentuk paksa. "Aku juga sangat menyayangi (Name)-cchi."
Dan akan kuhuat (Name)-cchi segera jatuh cinta padaku.
Ya ... pada dasarnya gadis itu bukan orang yang mudah peka dengan perasaan cinta mau sebanyak apapun kodenya. Yang mudah ia lakukan hanya makan dan makan saja. Seperti sekarang ini, (Name) langsung membuka mika yang diberi Kise lalu menyantap mochi-nya.
"Jadi (Name)-cchi sudah benar-benar sehat, nih?" Kise mengalihkan topik.
(Name) belum menjawab karena pipinya masih menggembung. Setelah ditelan, barulah gadis itu menjawab, "Iya! Buktinya aku boleh ke sini untuk nonton inter-high!"
"Syukurlah...."
Tiba-tiba Kise memutar kilas balik semi final Sprinter Cup sepekan lalu.
"Aku masih penasaran tentang siapa yang menjebak (Name)-cchi. Aku benar-benar tak percaya dengan berita yang mengatakan (Name)-cchi terpeleset dan membuat drama."
(Name) mengembuskan napas panjang.
"Aku juga tidak tahu, Ryouta-kun. Huh ... gara-gara itu banyak yang mengecap aku ratu drama haus perhatian."
Lengan kekar Kise langsung merangkul gadis yang terduduk di sebelahnya.
"Tenang saja, aku selalu berpihak dan mempercayai (Name)-cchi. Aku yakin sekali ini sebuah konspirasi untuk menjatuhkanmu. Sebab (Name)-cchi itu terlalu bersinar, mereka yang iri dengki ingin meredupkan cahayamu dengan berbagai cara." Kise mencoba menguatkan (Name) dengan kata-katanya.
(Name) tersenyum dan mengangguk, ia merasa jauh lebih tenang. Dua pekan lalu mentalnya agak terganggu lantaran dicemooh banyak pihak. Hanya ada beberapa yang masih mempercayainya.
Telapak tangan Kise mengusap-usap lembut kepala (Name).
"Kalau sudah menjelang babak final nanti, (Name)-cchi jangan jauh-jauh dariku, ya?"
Lagi-lagi alis (Name) bertaut. "Kenapa?"
"Karena aku akan menjaga (Name)-cchi. Kejadian itu tak akan terulang, takkan kubiarkan orang lain melukai (Name)-cchi barang sedikitpun. Jadi, jangan jauh-jauh dariku, ya?" Sekali lagi Kise meminta.
(Name) mengangguk. "Iyaaa. Arigatou, Ryouta-kun."
✨⭐✨
Ruang ganti Tuou Gakuen.
"Apa? Aomine-kun masih belum datang?!" pekik Momoi yang terlampau kesal. Pertandingannya sebentar lagi, tapi sang ace belum menampakkan batang hidungnya.
"Sudah berkali-kali aku menelponnya, tapi tidak diangkat-angkat." Imayoshi ikut mengeluh.
"Dasar dia itu!" Wakamatsu langsung naik pitam.
"Sumimasen, ini semua salahku, sumimasen." Sakurai meminta maaf pada semuanya karena merasa bersalah—yang sebenarnya tidak.
"A-ano ... begini minna, aku punya ide. Sumimasen. Bagaimana kalau jadikan gadis cantik Rakuzan itu sebagai pancingan? Menurutku, Aomine-san masih di sekolah. Dia bisa datang ke sana dan membujuk Aomine-san. Sumimasen kalau ideku terlalu licik, sumimasen." Sakurai mengimbuhi.
"Gadis cantik Rakuzan yang mana? Dan lagi pula itu tidak mungkin! Rakuzan itu, 'kan, di Kyoto!" Wakamatsu jadi geram sendiri.
"Yang pelari itu, ya? (Name) memang incarannya Aomine, sih. Tapi bukankah dia jauh, Sakurai?" tanggap Imayoshi dengan santai, tak panas seperti halnya Wakamatsu.
Sakurai mengangguk.
"I-iya, maksudku memang (Name)-san. Dia ada di sini, tadi pagi aku melihatnya beli jus mangga di vending machine dekat sini."
Kalau sudah ada mangganya, bukankah benar itu (Name)? Momoi tersenyum senang.
"Biar aku yang menelpon (Name)-chan!" Momoi bergegas keluar dari ruang ganti dan menelpon (Name).
(Name) melilitkan handuk di tubuhnya dan mengambil gawai di nakas. "Yahoo! Ada apa, Sa-chan?"
"Umm, begini. Aku dapat info dari Sakurai kalau dia sempat melihat (Name)-chan di dekat stadion basket. Apa (Name)-chan masih di sini?"
"Iya, karena aku mau menonton kalian! Tapi aku lagi mengeringkan rambutku dulu," balas (Name) seraya mengambil hair dryernya di tas.
"Ano .. begini. Si aho itu belum datang dan sepertinya masih di sekolah. Kalau (Name)-chan tidak keberatan, maukah kau menjemputnya? Dia itu terlalu meremehkan Seirin sampai malas datang. Aku yakin dia luluh jika kau yang menjemput." Momoi meminta dengan penuh harap.
(Name) menggertakkan giginya karena geram. Ia tak suka melihat Aomine yang terlalu sombong—padahal dia sendiri juga 11 12 dengan Aomine.
"Ah, tentu saja! Sampai jumpa Sa-chan. Pasti si aho itu akan kubawa dengan mudah."
Momoi mengucap banyak terima kasih. Telepon pun terputus, Momoi menggenggam ponselnya lantas menengadah.
"Dasar Aomine-kun itu. Seandainya (Name)-chan sekolah di Tuou, pasti bebanku bisa berkurang."
✨⭐✨
Sementara itu, (Name) dan Kise sudah berada di dalam taksi menuju Akademi Touo. Kise juga ingin ikut ke sana karena sudah lama tak berjumpa dengan Aomine.
Sesampainya di tujuan, Kise membayar ongkosnya dan muda-mudi itu segera masuk ke gerbang. Mereka berlawanan arah dengan siswi-siswi Tuou yang baru saja pulang dari klub memasak.
"Itu Kise Ryouta?!"
"Kenapa dia bersama pelari itu?"
"Dari pada memikirkan itu, lebih baik minta tanda tangannya!"
"Aaaa! Kise-kun!"
Dan berbagai sorakan heboh dari siswi-siswi lainnya. Mereka langsung mengerubungi Kise. Mau tidak mau, Kise harus meladeni para penggemarnya.
Kise menyuruh (Name) meninggalkannya dan langsung menjemput Aomine saja. (Name) mengiyakan, ia segera masuk area sekolah lalu menuju ke atap. Momoi yang memberi tahu kalau Aomine biasa tidur di sana.
Undakan demi undakan dimaiki dengan tergesa. Setelah sampai puncaknya, (Name) membuka pintu dan menghampiri Aomine yang merebahkan diri seolah tak punya beban.
(Name) berjongkok di sebelah Aomine. Ia menarik napas dan berteriak, "BAAANGUUUNNN!!!"
Aomine sontak terbangun karena kaget. Ia mengucek mata lalu memandang tajam perempuan yang membangunkannya dengan cara yang tidak etis.
Namun, tatapan Aomine melembut serta tidak jadi marah saat menyadari yang membangunkannya adalah gadis incarannya.
Jika saja itu gadis lain, sudah dipastikan Aomine akan membentaknya habis-habisan tanpa ampun.
"(Name)? Kenapa kau bisa ada di sini?"
"Dari pada itu, cepat cuci muka dan ke stadion! Dasar, gara-gara kau Sat-chan dan timmu kerepotan!"
Aomine malah terkekeh.
"Kenapa kalian semua mencemaskan hal yang tak perlu dicemaskan? Aku pasti akan menghancurkan sampah-sampah itu. Karena yang bisa mengalahkanku hanyalah aku."
"Cih, dasar! Jangan lupakan fakta kalau mereka mampu menghancurkan Shutoku dan Kaijo."
Aomine tak gentar sama sekali dengan ucapan (Name). "Tapi mustahil mereka bisa mengalahkan Touo."
(Name) mendengkus kesal.
Aomine yang semula terduduk kini merebahkan dirinya kembali. Aomine memandang pigur (Name) yang masih berjongkok. Pandangannya kini berpusat pada kaki (Name) yang terbalut celana jeans hitam.
"Kenapa dia tidak pakai rok saja, sih? Aku, 'kan, penasaran."
(Name) yang menyadari arah pandang Aomine langsung naik pitam.
"Lihat apa kau?! Mau kucolok matamu pakai ini?!" bentaknya sambil menunjukkan pulpen yang terkalung di lehernya.
Aomine lagi-lagi terkekeh. Ia gemas melihat (Name) yang mengamuk. Sementara (Name) jadi tambah kesal.
"Dan kenapa kau tidur lagi, sih?! Bangunlah! Pertandingannya sebentar lagi! Bangun, Daiki, bangun!" (Name) memaksa.
"Aku akan datang di kuarter kedua. Aku mau tidur lagi. Duduklah dan pinjamkan pahamu, pasti enak dijadikan bantal."
Perkataan Aomine barusan sukses membuat (Name) meledak.
"DASAR!!! DARI PADA DI PAHAKU, KAU LEBIH COCOK TIDUR DI LIANG KUBURAN!!" (Name) memelankan nada bicaranya karena lelah marah-marah dari tadi. "Cepat cuci muka dan pemanasan. Atau aku tidak mau menemuimu lagi sampai kapanpun."
Aomine langsung saja bangkit dan mencubit hidung (Name).
"Ancaman yang bagus, Nona manis. Karena satu-satunya kelemahanku hanya dirimu."
✨⭐✨
Kira-kira apa motif cewek rambut coklat itu, ya? Kok dia ngebet banget ngehancurin (Name)?
Kamu di team mana nih???
Kapalmu gede apa kapal getek?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com