Chào các bạn! Truyen4U chính thức đã quay trở lại rồi đây!^^. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền Truyen4U.Com này nhé! Mãi yêu... ♥

49. Kamp Pelatihan Musim Panasnya

Astaga, aku udah hiatus nulis ini selama setahun.

Mana suaranya yang masih nunggu cerita ini update??? Semangatin dong. Aku lagi struggle nyari judul skripsi😭

Maaf ya kalo gaya tulisanku kaku & ga kayak biasanya, ak hampir lupa caranya nulis ueue.

✨⭐✨

Ada banyak kaki laki-laki yang menyerbu kelas 1-B. Mereka bukan ingin tawuran, tetapi ingin melihat hasil raport si gadis paling bodoh di sana.

Sesampainya ruang kelas, mereka semua langsung menghampiri bangku (Name). Gadis itu menenggelamkan wajahnya, tertidur karena lelah setelah beberapa hari digempur ujian.

"Angkat kepalanya, raportnya ada di bawahnya," suruh Arata.

Akashi dan Mayuzumi mengangkat kepala (Name) dan menyingkirkan tangannya dengan hati-hati, sementara Hayama segera mengambil kertas raport yang ada di bawah (Name). Setelah berhasil, Akashi dan Mayuzumi mengembalikan posisi (Name) seperti semula.

"Badannya panas sekali," kata Akashi khawatir.

Mayuzumi menepuk-nepuk puncak kepala (Name) dengan lembut. "Dia terlalu memaksakan diri. Setelah dia bangun, kita harus bawa ke rumah sakit. Badannya benar-benar drop."

Akashi mengangguk setuju.

Hayama, Nebuya, Mibuchi, Katsuki, Pak Arata dan Shirogane yang selesai melihat raport (Name) dari atas sampai bawah bernapas lega.

"YABEEE!!! Manajer-chan sukses, tidak ada nilai merahnya!!!" seru Hayama sambil berjingkrak-jingkrak ria. Nebuya langsung memukul kepala temannya itu dan memberi gestur telunjuk di depan bibir.

"Jangan berisik bodoh, biarkan dia istirahat. Jangan sampai dia tiba-tiba terbangun, kepalanya pasti pusing," peringat Nebuya dengan suara berbisik.

"Araaa~ perjuangannya Manajer-chan berbuah manis. Aku tak bisa membayangkan betapa hampanya kamp pelatihan tanpa Manajer-chan kalau dia remedial." Mibuchi tersenyum bahagia, begitupun seluruh laki-laki yang ada di sana.

Dia memang perempuan yang kuat. Itulah mengapa, aku sangat mencintainya, batin Mayuzumi.

✨⭐✨

Tibalah hari di mana klub basket dan klub lari Rakuzan berkolaborasi untuk berangkat ke kamp pelatihan.
Saat ini, kondisi (Name) sudah jauh lebih baik setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Kondisinya sekarang benar-benar bugar seperti biasa.

Mereka dikumpulkan di lapangan sekolah dan berbaris sesuai klub. Kedua pelatih dari masing-masing klub membagikan nomor kursi di bus. Hal ini bertujuan untuk adil. Sebab, mereka beberapa kali mendengar anak-anak remaja ini memperdebatkan perkara tempat duduk, seperti bocah saja.

Semoga gachaku wangi. Aku mau duduk sama Manajer-chan, batin Hayama.

Tak hanya Hayama, ada beberapa lelaki lain yang sangat mengharap hal serupa. Sementara si gadis yang diperebutkan itu tak memusingkan akan duduk dengan siapa. Namun, (Name) berharap dengan Mayuzumi saja agar tak ada rasa sungkan jika ini itu.

Saat mendapatkan nomor urut, (Name) mendapatkan angka 9. Itu berarti, ia akan duduk dengan pemilik angka 10 yang entah siapa.

Saat seluruh siswa sudah mendapatkan nomor, Arata pun memberikan instruksi, "Pemilik tiket nomor 1 sampai 12, kalian akan masuk terlebih dahulu. Yang punya nomor satu, silakan maju."

Saki, anggota klub lari estafet pemilik nomor satu pun maju terlebih dahulu, disusul oleh pemilik nomor dua, tiga, empat dan seterusnya. Kelihatannya memang rumit, tapi dengan cara inilah dapat meminimalisir keributan.

Giliran nomor sembilan dipanggil, (Name) pun melangkah ke arah bus. Hayama mengembuskan napas kesal karena nomornya 17. Pupus sudah harapannya.

Saat nomor 10 dipanggil ke depan—alias pasangan (Name) maju, beberapa orang di sana berdecak kesal. Kenapa malah orang itu yang hoki???

Yahh, sepertinya jatah hoki Mayuzumi Chihiro sudah habis di bulan ini. Dialah yang berhasil duduk bersama (Name) di saat banyak orang mendambakannya.

Akashi yang mendapat nomor 20 hanya bisa menggigit bibirnya geram. Mau tidak mau, pemuda berambut merah itu harus menerima siapapun teman duduknya nanti. Tak ada gunanya protes atau mengandalkan kekuasaan di sini, Akashi tak mau jika ia akan dicap sebagai cowok kekanakan atau kegatalan.

Ternyata, partnernya Katsuki Kintaro.

Setidaknya orang ini lebih baik daripada Hayama Kotarou.

Akashi kurang nyaman dengan Hayama karena mulut pemuda berambut blonde itu terlalu heboh dan petakilan, sangat kontras dengan dirinya. Walau gadis pujaannya juga begitu, setidaknya (Name) masih bisa menempatkan diri.

Saat seluruh siswa sudah lengkap, bus pun mulai melaju. (Name) masih tersenyum bahagia saat mendapati bersebelahan dengan Mayuzumi, sampai-sampai pundak pemuda itu sudah jadi bantal.

"Senang sekali, seperti habis menang undian," ucap Mayuzumi, ia sedang membaca light novel.

"Memang menang undian! Aku paling nyaman kalau duduk denganmu."

"Kenapa?"

"Apa lagi, tentu saja karena kau kakakku! Denganmu aku bisa jadi diriku sendiri dan tak ada rasa sungkan."

Kakak, kakak dan kakak. Yah, apa lagi? Mayuzumi terlalu berharap lebih. Namun, kalimat terakhir dari gadis itu membuat dirinya sangat senang. Setidaknya Akashi kalah dalam hal itu karena (Name) masih sungkan dengannya, seperti masih ada sekat yang tebal kendati telah berbagai cara Akashi lakukan.

Mayuzumi berharap, sekat itu akan terus tebal dan takkan pernah terkikis.

Di bangku belakang, ada sepasang mata berbeda warna yang memperhatikan bangku 9-10 dengan sinis. Rasanya ia sangat panas hati melihat (Name) bersandar manja pada Mayuzumi. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa—ah, ralat! Lebih tepatnya 'tak mau' berbuat apa-apa.

"Maaf, tapi dari tadi matamu tak lepas menatap kursi seseorang," ucap Katsuki dengan suara pelan.

Akashi menatap tajam Katsuki.
"Kau dari tadi mengawasiku?"

"Bukan hanya dari tadi, tapi selama ini. Etto ... kalau aku boleh jujur, aku penumpang kapal kalian." Katsuki mengaku dengan malu.

Meski jenius, tapi Akashi sungguh tak mengerti apa yang diucap Katsuki itu. "Hah?"

"Kapal AkaName. Aku sangat menyukai pasangan kalian."

"Singkatan macam apa itu?" Akashi berlagak seolah tak suka namanya digabungkan dengan nama gadis itu. Padahal, ia senang ada yang mendukung hubungannya, apalagi membuat kapal-kapalan begitu.

Katsuki geleng-geleng kepala menghadapi Akashi yang terlalu gengsian. "Sudahlah Akashi-san. Walaupun kau mengelak di bibir, tapi matamu tak bisa berbohong. Kau bisa menutupinya dari semua orang, tapi aku tau. Beberapa kali aku sengaja memancing dan kau terlihat cemburu."

Astaga! Akashi tak habis pikir rahasianya yang ia kubur dalam-dalam ternyata diketahui.

"Lalu?" Baiklah, Akashi menyerah jika sudah terbongkar. Barangkali, Katsuki bisa ia jadikan alat untuk mendapatkan (Name) karena pemuda itu yang paling dekat dengan (Name) selain Mayuzumi.

"Kalau kau mau, aku bisa membantu jalanmu untuk mendapatkannya."

Ini dia!

"Aku tidak suka digurui oleh seseorang, tapi kali ini baiklah." Akashi masih mempertahankan raut angkuhnya, tak memperlihatkan rasa bahagia sama sekali meski hubungannya telah didukung sahabat (Name).

Meski mendapatkan respon seperti itu, tetapi Katsuki masih mau menolong Akashi dengan sepenuh hati. Lagi pula, Katsuki adalah pembentuk kapal ini.

"Langkah pertama; perlahan-lahan runtuhkan sekat di antara kalian. (Name)-san itu masih kelihatan sungkan sangat kalau bersamamu, tak seperti saat dia bersama Mayuzumi-san. Jangankan mengambil, kau pasti sulit menyentuh hatinya kalau masih ada pembatas itu. Dia ... selalu takut denganmu."

Saran ini hampir mirip dengan yang Oreshi katakan. Ya, bagaimana? Bokushi selalu beperangai seperti raja iblis. Hari-harinya tak pernah lepas dari memerintah, mengancam dan menatap orang lain dengan tajam. Wajar saja kalau orang sungkan dengannya.

"Apa kau tau tragedi apa yang membuat sekat itu terbentuk?"

"Tragedi?" Katsuki sungguh tak tahu menahu. Sewaktu hari-hari awal masuk dan sampai saat ini, dirinya tak begitu menyimak gosip-gosip yang tidak berfaedah. Akan tetapi, kalau terdengar nama orang yang dikenalinya, Katsuki tak segan untuk melabrak.

"Dia itu sempat mengatakan kalau menyukaiku, tapi aku menolaknya dengan kasar."

Katsuki ingat, ia sedikit mendengar ada gadis kecentilan yang memeluk Akashi tanpa ingin tahu secara spesifik. Ternyata itu rekan larinya sendiri. "Begitu, ya ...."

Akashi mengangguk.

"Berarti kemungkinannya cuma ada dua. Pertama; mau sekeras apa pun Akashi-san berusaha, (Name)-san tak mau lagi jatuh cinta denganmu karena sudah kecewa berat. Respon baiknya selama ini semata-mata cuma menghormatimu. Kedua; kau punya peluang besar untuk mengambil hati (Name)-san kembali karena mungkin saja namamu masih ada dalam hatinya. Terlebih lagi, jika dia tipe orang yamg mudah luluh."

Katsuki benar, Akashi sendiri tak tahu seperti apa perasaan (Name) kepadanya saat ini. Mungkinkah cuma segan? Atau kembali luluh lagi?

"Aku harap yang kedua. Apa lagi, dia itu orang yang mudah luluh."

Katsuki tersenyum, senang sekali karena hari ini ia melakukan satu kemajuan untuk membawa kapalnya ke pelabuhan. Dirinya memandang ke luar jendela, banyak pepohonan rindang sepanjang jalan.

"Waktu dan usahamulah yang akan menjawab. Untuk saat ini, usaha dulu semampumu, aku juga akan bantu sebisaku. Selama (Name)-san belum menjadi milik orang lain, tentu saja masih ada kesempatan. Tapi, kalau sudah ... berarti namamu memang sudah terhapus dan jangan dipaksa lagi."

Jangan dipaksa? Ah, Akashi tak yakin mampu. Sebab jika ia ingin sesuatu, maka sesuatu itu harus mutlak di genggamannya.

"Dan dengar Kintaro, tutup rapat mulutmu, ini hanya rahasia kita."

Katsuki mengangguk setuju.

✨⭐✨

Satu per satu siswa/i menuruni bus secara tertib. Pantai yang menjadi tempat pelatihan mereka sudah di depan mata, perjalanan yang melelahkan kini berbuah manis.

Mereka pun menuju penginapan untuk menaruh barang dan istirahat. Penginapan putri dan putra dipisah.

Hayama menaruh tasnya, lalu membaringkan diri di atas futon dengan malas. "Aku kira, kita akan menghabiskan waktu dengan Manajer-chan."

"Malah lebih bagus jika terpisah. Jika Manajer-chan bergabung dengan kita, kau pasti merengek minta perhatiannya dan tak fokus latihan," balas Nebuya sambil memakan burger raksasa.

"Tapi Manajer-chan akan menemui kita saat sore hari," timpal Mibuchi yang tengah sibuk menata barang-barang.

Sontak saja Hayama terbangun dari posisi baringnya dengan antusias. "Benarkah???"

"Benar. Sekarang kalian istirahatlah. Pelatih pasti memberikan menu latihan neraka."

Bagai diperintah seorang Ibu, Hayama dan Nebuya pun menurut. Sejak satu tahun terakhir, Mibuchi memang berperan seperti ini karena sifat femininnya. Bahkan Mibuchi sudah terbiasa mengurus barang-barang kedua temannya di saat mereka sendiri tak peduli.

Sementara di kamar lain.

Setelah menata barang, Katsuki pun merebahkan dirinya, lalu menatap orang di sebelah kanan dan kiri secara bergantian.

Tempat macam apa ini???

Katsuki tak habis pikir mengapa bisa dirinya satu kamar dengan mereka. Pemuda yang satu sibuk membaca light novel, sementara yang satu lagi tampak serius menonton video-video pertandingan basket dengan earphone. Katsuki tak masalah jika mereka membaca dan menonton apa, tapi suasananya sangat hening sampai mengeluarkan embusan napas pun segan!

Astaga, kenapa aku bisa satu kamar dengan mereka? Kedua orang ini seperti kanebo kering, tidak ada yang bisa kuajak seru-seruan. Harusnya (Name)-san saja yang di sini.

Katsuki pun segera mengenyahkan pikiran anehnya.

Tidak, tidak!!! Justru (Name)-san sangat bahaya di sini. Ayolah, setidaknya bersuara dong!!!

Akashi melepas earphone-nya dan berbicara dengan Katsuki, "Kintaro. Tolong ambilkan pena dan bukuku di tas."

"Baik." Katsuki bangkit dari posisi baringnya dan menuju tas Akashi di lemari. Setelah mendapatkan dua benda itu, Katsuki memberikannya.

"Satu lagi, Kintaro. Tolong temui Reo. Tanya apakah dia yang dia butuhkan."

"Oke." Katsuki pun melangkah keluar untuk menemui orang yang dimaksud.

"Cita-citaku sekarang ingin jadi orang herpangkat saja, biar bisa menyuruh-nyuruh orang walau punya kaki sendiri."

Telinga Katsuki masih bisa mendengar ucapan satire Mayuzumi karena tepat berada di ambang pintu. Cowok itu pun berbalik dan menggelengkan kepalanya.

"E-eh, tidak, tidak, aku tidak masalah kok! Toh aku juga sedang nganggur."

Akashi menatap Mayuzumi dengan tajam. "Aku sudah mengatakan 'tolong' dan kebetulan dia terlihat santai. Aku tak menyuruhnya kalau dia sibuk. Ini sudah menunjukkan kalau aku masih punya adab."

"Kau bicara adab, tapi dengan mudahnya kau memperbudak orang lain. Apa kau akan bertindak begini pada pasanganmu kelak?"

"Apa maksudmu? Apa yang akan kuperbuat pada pasanganku bukan urusanmu. Lagi pula, kenapa kau peduli walau kau tak tahu itu siapa?"

"Kau pikir aku tak tahu kalau kau mengincar (Name)?" Nada bicara Mayuzumi kali ini agak meninggi, meluapkan semua kekesalan yant selama ini dipendamnya.

"Astaga kalian ini ...." Katsuki menepuk jidatnya. Dia memang ingin keheningan terpecah, tapi bukan dengan cara seperti ini. Rasanya situasi ini meningkatkan cuaca panas di musim panas ini.

Akashi menyeringai lebar.

"Hee ... apa kau sudah merasa kalah, Chihiro?"

Mayuzumi menggerakkan giginya sebelum membuat kalimat satire yang baru.

"Hah, ludah sendiri memang minuman paling enak, ya."

"Sialan!" Akashi tak bisa lagi menahan dirinya. Dia hangkit dan mencengkram kerah baju Mayuzumi. "Asal kau tahu saja, sudah lama aku memendam kesal denganmu."

"H-hei! Hentikan!" Katsuki berusaha melerai mereka. Masalah ini cukup di kamar ini, jangan sampai terlalu heboh. Apalagi sampai ke telinga Pak Shirogane.

Mayuzumi hanya bersikap tenang, sama sekali tidak berusaha menghindar ataupun ketakutan.

"Silakan, silakan pukul, cekik atau bunuh aku. Nyatanya aku orang yang paling dia sayangi. Barang hanya segores luka bisa membuatnya benci padamu seumur hidup."

Sadar akan kesalahannya, Akashi segera melepas cengkramannya.

"Sudahlah, Akashi-san, Mayuzumi-san. Tidak perlu bertengkar cuma karena satu perempuan. Kalian tim, bukan musuh."

Yang ditakutkan Katsuki pun benar-benar terjadi. Pak Shirogane tiba-tiba sudah ada di depan kamar mereka karena telinganya mendengar keributan yang bersumber di sini. Pelatih basket itupun bertanya, "Ada ribut-ribut apa?"

"T-tidak sensei, hanya berebutan posisi tidur. Bukan masalah yang besar!" Katsuki mengarang cerita untuk menyelamatkan mereka semua.

Pak Shirogane pun mendengkus kesal.

"Kalian semua sama saja, kupikir penghuni kamar ini adalah yang paling bijak. Apa pun itu, jangan bertengkar berlebihan sampai merusak suasana, apa lagi kalau yang diributkan perempuan. Bertindaklah seperti laki-laki sejati."

Ketiganya mengangguk patuh.

"Istirahatlah. Dua jam lagi, kita mulai latihan keras," titah Pak Shirogane sebelum melangkah pergi.

✨⭐✨

Dua klub dipecah menjadi empat regu. Klub basket putra dan putri serta klub lari putra dan putri. Mereka punya wilayah sendiri untuk berlatih di pantai ini.

(Name) tentunya berada di regu lari putri. Latihannya kali ini bukan dipandu Arata, tapi seniornya yang bernama Kawasaki. Arata melatih regu lari putra.

Namun, alih-alih memulai latihan, klub lari putri malah membicarakan baju renang masing-masing.

(Name) yang baru keluar dari bilik ganti pun langsung menarik atensi rekan larinya.

"Astagaaa! Baju renangmu bagus sekali, (Name)-chan. Sekarang kau benar-benar kelihatan seperti cewek asli," puji Yoshida yang kaget melihat (Name) memakai baju renang hitam.

"Memangnya selama ini aku cewek palsu?" (Name) cemberut. Mulai dari Katsuki sampai Yoshida, mereka sama-sama mengatakan hal yang sama, seakan tak percaya kalau perempuan sungguhan.

"Habisnya kau tomboy," sahut Fujii.

"Bahkan (Name)-san punya otot," timpal Arisa.

"Bagaimana ya reaksi Akashi-san kalau melihatmu secantik ini? Jangan-jangan dia akan menyanyi 'Manajer, you look so beautiful in black'," goda Kawasaki, anggota yang lain tertawa cekikikan. Entah sejak kapan, seluruh klub lari perempuan seakan sudah merestui Akashi dan (Name).

"Urusai. Jangan menggodaku begitu!" (Name) semakin bertambah kesal ketika mendengar nama pemuda itu dibawa-bawa.

"Kenapa malu begitu? Sudah sepantasnya di pantai pakai baju renang. Masa pakai baju barongsai," ucap Yoshida.

Arisa yang dari kejauhan melihat Akashi berjalan ke arah mereka pun berkata, "W-wah, sepertinya Akashi-san memang jodohnya (Name)-san."

Seluruh kepala pun menoleh pada objek yang Arisa amati. Mereka bersikap biasa saja, tapi tak tahan ingin berteriak menyoraki (Name).
Saat Akashi telah dekat, (Name) menunduk. Entah mengapa dia sangat gugup, apa lagi teman-temannya habis menggoda.

Setelah beberapa saat terpesona dengan penampilan (Name) yang tidak biasa, Akashi pun membuka suara.

"Manajer."

"Ada perlu apa?"

Pemuda berambut merah itu oun menyodorkan cardigan transparan berwarna merah dan sunscreen.

"Pakai ini, jangan sampai kulitmu melepuh."

(Name) pun menerima benda itu dengan ragu-ragu karena malu. Paatilah habis ini ia tambah digoda habis-habisan, pasti!

"Terima kasih, ya."

"Uhuk, uhuk." Yoshida yang tak minum apa-apa berakting tersedak.

Akashi pun undur diri untuk meneruskan latihannya. Saat punggung Akashi telah mengecil, koloni klub lari itu mengerubungi (Name).

"Perhatian sekali pangeran (Name)-san," kata Arisa.

"Kalian pikir ide siapa memboyong supporter sebanyak itu? Itu inisiatif Akashi-san! Bahkan di tahun kami tidak seramai ini." Fujii semakin menggembar-gemborkan.

Kawasaki tersenyum jahil pada (Name).  "Aduh, aku tak ingin lagi jadi model. Aku ingin jadi (Name) saja."

Wajah (Name) pun memerah, senada dengan cardigan yang barusan diterimanya. "Kalian menyebalkan!!! Jangan menggodaku lagi!"

Mereka tertawa puas karena telah membuat si barbar (Name) merajuk.

(Name) pun mendesahkan napas lelah. Lama-lama, ia jadi kepikiran. Pikirannya kini memcoba merangkum rentetan kejadian yang dilaluinya bersama Akashi akhir-akhir ini. Benar, makin ke sini, pemuda itu makin perhatian saja.

Apa benar kalau dia mulai menyukaiku?

"Jadi, dari tadi kalian belum latihan dan hanya bergosip?" Entah sejak kapan, Arata sudah berada di hadapan mereka dengan tangan yang menyilang di depan dada.

"Ampun!!!"

✨⭐✨

Baik di klub lari ataupun klub basket, menu latihannya sama-sama seperti neraka. Badan mereka jadi pegal-pegal, bahkan (Name) menempelkan beberapa lembar koyo Roihi Tsuboko di punggungnya.

Untuk menepati janjinya, (Name) yang selesai makan pun langsung menghampiri penginapan laki-laki untuk memantau klub basket. Teman-teman (Name) heran mengapa stamina gadis itu seakan tidak ada habisnya.

Sesampainya di tempat penginapan, (Name) langsung menghampiri rombongan tim inti. Mibuchi sedang memijat punggung Hayama, Nebuya sedang makan daging goreng dan Mayuzumi duduk di kursi yang ada pijatan otomatisnya sambil membaca light novel.

"Lelah sekali, ya?"

"Iya, rasanya aku ingin mati." Hayama mengeluh dengan berlebihan agar (Name) kasihan.

"Jangan mati, kalian kan harus juara Inter High dan Winter Cup. Katanya Kotaro-kun mau jadi bintang lapangan seperti Akashi."

"Tentu saja!" Hayama pun tersenyum, membuat gigi taringnya tampak jelas. Sosok Manajer perempuan memang berdampak besar di tim ini.

"Mana Kapten?" (Name) menanyakan satu-satunya orang yang tak terlihat.

"Dia diskusi dengan pelatih," jawab Mibuchi.

(Name) tertawa melihat Mayuzumi yang duduk di kursi seperti itu.

"Chihiro-kun, kau seperti kakek kakek saja, apalagi rambutmu abu-abu!"

Setelah kakak, terbitlah kakek. Apa lama-lama (Name) akan menyebutnya fosil? Rasanya Mayuzumi ingin menikahi gadis itu saja biar identitasnya tak berubah lagi, yakni; suami!

"Hiro-kun sudah makan?"

"Sudah."

"Ayo temani aku jalan-jalan liat sunset. Aku mau foto-foto!" ajak (Name) dengan antusias.

Meski badannya lelah, Mayuzumi tetap sanggup menuruti kehendak gadis yang disukainya itu. Kursi pijat itu dimatikan, light novelnya dikaparkan saja dengan asal. Mayuzumi ingin cepat-cepat pergi sebelum Akashi datang. Bisa-bisa momennya dikacaukan karena mereka secara terang-terangan telah mengibarkan bendera perang.

"Huaaa! Aku mau iku—HUAAA ITTAI REO-NEE!!! Apa kau ingin meremukkan punggungku??? Aduh sakit sekali ...." Hayama mengaduh kesakitan karena merasa Mibuchi terlalu memijat dengan kasar.

"Kotaro-kun lebih baik istirahat saja. Kapan-kapan, aku akan mengajakmu."

Mayuzumi dan (Name) pun pergi keluar penginapan.

✨⭐✨

Pertarungan semakin sengit.
Tiap kapal berlomba-lomba ngumpulin penumpang!!!

Jadi, kamu di kapal mana???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com