Chào các bạn! Truyen4U chính thức đã quay trở lại rồi đây!^^. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền Truyen4U.Com này nhé! Mãi yêu... ♥

50. Pupuslah Sudah Harapannya

Rona jingga membentang cakrawala. Deburan ombak mengalun indah. Angin menampar-nampar tubuh dengan lembutnya. Hari yang melelahkan, seakan terbayar lunas di tempat ini.

Sepasang muda-mudi tampak tengah asyik bekeliaran seakan pantai ini hanya milik mereka berdua.

Kedua remaja itu adalah (Name) dan Mayuzumi. Mayuzumi berjalan mundur, sementara (Name) terus melangkah maju sambil membawa seekor kepiting. Mendengar fakta kalau pemuda itu geli dengan hewan ini, rasa jahilnya menggebu-gebu.

"Sudah hentikan, buanglah," perintah Mayuzumi, tetapi sama sekali tidak diindahkan (Name).

"Tidak!"

"Buanglah, (Name)."

"Tidak!"

"Buang."

"Tidak!"

"Di belakangmu ada anjing." Mayuzumi berkilah agar (Name) yang takut dan berhenti menjahilinya.

"TIDAAKK!!!" (Name) yang panik refleks berlari kencang dan menghantam dada Mayuzumi. Alhasil, mereka berdua ambruk secara bersamaan di pasir pantai.

Debar jantung Mayuzumi menggila. Mayuzumi seakan susah bernapas, ia tak bisa sedekat ini dengan gadis yang dicintainya!

(Name) mengangkat kepala, saat ini wajahnya dan Mayuzumi hanya berspasi sekian senti. Dekat sekali, hingga mereka bisa merasakan deru napas masing-masing serta melihat pantulan diri di dalam mata.

Entah mendapatkan dorongan dari mana, Mayuzumi menempatkan kedua tangannya di kedua sisi pipi (Name). Lalu berkata, "Cantik ...."

"Siapa?"

Pada dasarnya gadis ini memang bodoh.

"Yang di depanku."

Darah (Name) seakan naik ke permukaan hingga membuat pipi putihnya menjadi merah. Bukan mau sombong, tapi dipuji cantik bukanlah hal yang baru baginya. Namun, saat Mayuzumi yang memuji, ditambah dengan posisi ini, (Name) merasa meleleh.

"Hacchhiim!!!"

Alih-alih membalas dengan terima kasih atau memuji balik, (Name) malah bersin tepat di depan wajah Mayuzumi hingga membuat wajah pemuda itu banjir. (Name) yang tak enak hati pun segera menyingkirkan diri. Tangannya mengatup, memohon maaf dengan mata yang berkaca-kaca.

"Maaf! A-aku benar-benar tak sengaja, Hiro-kun. Jangan marah, ya? Maafkan aku, maaf ...."

"Kenapa aku harus memarahimu karena hal remeh? Ini hanya liurmu, bukan bisa ular." Mayuzumi yang tadinya berbaring pun bangkit. Cowok itu tak lantas mengusap wajahnya yang basah kena percikan, malah lebih memilih membersihkan rambutnya yang terkena pasir pantai.

"Chihiro-kun ...."

(Name) melepas jaket yang dikenakannya, ia mengusap wajah Mayuzumi hingga kering. "Bahkan kau tidak cepat-cepat mengusapnya. Kau ... benar-benar tidak merasa jijik?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Memangnya apa yang membuatku jijik padamu?"

Apa?

(Name) yang selama ini semborono, cengeng, rusuh, bodoh dan merepotkan, tapi Mayuzumi tak pernah bilang kalau jijik atau membencinya, kan?

" ... Tidak ada."

Jawabannya memang tak ada. Mau dicari-cari sampai mana pun, tak ada yang membuat Mayuzumi benci. Bahkan saat gadis itu secara terang-terangan menganggapnya 'Kakak', Mayuzumi tetap tak bisa membenci.

"Tidak ada, dan akan selalu begitu." Mayuzumi herdiri, mengulurkan tangannya. "Sunsetnya mau habis, katanya kau mau foto?"

"Ayooo!!!" (Name) berseru riang seraya menerima uluran tangan itu.

(Name) mengeluarkan kamera pocket-nya, lalu menyuruh Mayuzumi memotret. Gadis itu pun melakukan berbagai pose.
Dua objek indah menyatu dalam gambar, yakni matahari terbenam dan (Full Name).

Tak lama, Sang Senja pun pamit undur diri, (Name) juga sudah mati gaya. Gadis itu berlari kecil ke Mayuzumi untuk melihat hasilnya. Ternyata pemuda itu cukup baik di bidang fotografi. Semua potret yang diabadikan tidak ada yang membuat (Name) mengeluh jelek.

Jingga sepenuhnya telah pergi, berganti ke langit malam yang biru kelam, namun tetap indah karena rembulan dan taburan bintang-bintang. (Name) dan Mayuzumi mampir ke kios untuk membeli jajanan.

Saat tengah asyik menyantap sosis bakar dan es teh, (Name) melihat ada pulau kecil, juga melihat beberapa orang menyebrang dengan perahu. (Name) melitik Mayuzumi.

"Ne, ne, Hiro-kun. Ayo kita ke sana juga!" seru (Name) dengan riang.

"Apa kau sudah kenyang?"

"Belum sih, tapi makan ramen cup di atas sana pasti seru!"

Mereka pun membeli satu ramen cup karena Mayuzumi tak lapar. Setelahnya, kedua remaja itu pergi ke pesisir pantai untuk menyewa perahu ke pulau seberang.

Duduk berhadapan dengan si gadis berambut ponytail itu membuat jantung Mayuzumi berdetak abnormal. Namun, Mayuzumi harus tetap bersikap tenang agar sampan mereka tidak oleng.

(Name) memindai pemandangan malam hari yang terlihat menakjubkan, membuat pupil matanya melebar karena sangat antusias. Cahaya dari rembulan berpendar di matanya, sangat kontras dengan mata kelabu pemuda di depannya yang terlihat hampa.

Sepanjang perjalanan, (Name) tak hentinya berceloteh. Baik tentang pemandangan yang ditangkap matanya, sampai ke kejadian saat sesi latihan tadi siang. Sementara Mayuzumi hanya menyimak seraya membagi fokusnya untuk mendayung.

Puas dengan itu, (Name) memakan ramennya yang kadar panasnya telah menurun. Di suapan ketiga, ia pun menyodorkan sempitnya pada Mayuzumi.  "Aaa."

"Kau saja," tolak Mayuzumi dengan malu-malu.

"Ih, ayolah!" (Name) mengeluarkan jurus merajuknya agar pemuda itu menurut.

Pada akhirnya, Mayuzumi mau juga. Mereka menghabiskan ramsn itu secara bergantian sampai habis.

Setelah perjalanan selama sepuluh menit, mereka akhirnya sampai di pulau kecil yang estetik. Banyak lampion dan hiasan berkilauan di setiap sudutnya, (Name) berdecak kagum.

Banyak muda-mudi yang singgah, baik yang lajang maupun sepasang. (Name) pun mengajak Mayuzumi duduk di ayunan sembari menikmati indahnya laut lepas di malam hari ini.

"Wah, ada bintang jatuh!" seru (Name).

Mayuzumi paham mengapa (Name) seriang itu. Konon katanya, jikalau membuat permohonan maka akan dikabulkan.

Mayuzumi skeptis awalnya, tapi entah mengapa sekarang hatinya tergerak untuk meminta.

(Name) menatap bintang itu dengan tangan yang mengatup penuh harap. Setelah selesai, Mayuzumi pun bertanya karena penasaran.

"Jadi, apa permohonanmu?"

Jangan bilang ingin jadi pacar Akashi lagi.

(Name) tersenyum lebar sekali hingga deretan giginya terlihat jelas.

"Siapa pun takdir benang merahku nanti, aku harap dia bisa menerimaku apa adanya seperti Chihiro-kun!"

Jangan seperti aku! Aku pun mau.

Namun, kata-kata itu hanya tertahan di dalam hati. Mayuzumi sekarang belum punya nyali mengatakannya, dan baru akan ia katakan saat festival kembang api.

"Apa kau juga meminta? Ahahaha, kurasa tidak, kau tampaknya orang yang skeptis dengan itu."

Pertanyaan (Name) membuyarkan lamunannya. Cowok itu pun menjawab, "Aku juga berharap."

"Apa? Apa???" (Name) sangat terkejut karena dugaanya meleset.

"Aku ingin semua keinginanmu tercapai."
 
✨⭐✨

Di pelataran penginapan, seorang pemuda berambut merah tengah memantulkan bola basket dan melakukan ankle break khasnya. Saat terdengar dering telepon, Akashi segera menghentikan aktivitasnya, lantas menuju ke teras tempat ponselnya berada bersamaan dengan handuk dan tumblr-nya.

Dengkusan malas lolos dari bibirnya kala mendapati nama Sang Ayahlah yang menelponnya.

"Bagus sekali, Seijuro."

"Apa yang bagus?" respon Akashi muda dengan tidak santai lantaran masih kesal perihal perjodohan. Ya, sejak saat itu, Ayahnya tak lagi menelpon dan baru sekarang ini.

"Tak kusangka, ternyata kau sudah sangat akrab dengan gadis yang akan dijodohkan denganmu. Jadi, agaknya tak perlu repot-repot lagi mendekatkan kalian."

"Siapa orangnya? Aku bahkan tidak merasa dekat dengan gadis mana pun, kecuali manajerku di SMP dan SMA."

"Manajermu di SMA sekaligus atlet sprint itulah yang akan aku perkenalkan padamu, (Full Name). Aku baru dapat informasi kalau kau sangat dekat dan perhatian dengannya. Sayang sekali waktu itu kau terlalu cepat marah."

Heterokrom Akashi muda melebar, bibirnya bungkam seribu bahasa, dirinya benar-benar terkejut dengan kabar yang barusan ia dengar. Apa itu tadi? Jadi ... gadis yang akan terikat dengannya ke jenjang yang lebih serius adalah (Name)?

Mengapa bisa ada plot twist semacam ini di hidupnya?

Akashi Seijuro bukannya benci dan bukan pula ingin menampik, tapi apa yang mendasari ini? Sebenarnya ... (Name) itu siapa?

Seolah bisa mengetahui Kebingungan sang putra semata wayang, Masaomi pun menjelaskan, "Dia anak teman baikku, (Father Name), tapi lebih akrab disapa "Hikaru" karena sudah berjasa menerangi hidup banyak orang. Dia pewaris tunggal (Last Name) Corp, tapi dia juga berkarir sebagai psikolog. Dia yang selalu mendukungku dan dia pula yang mempersatukan aku dengan Ibumu. Alasan aku pergi ke Amerika karena aku sibuk mengurusi perusahaannya karena baru diakuisisi Akashi Corp. Dan alasanku menjodohkan kalian adalah permintaan Hikaru sendiri."

Akashi muda masih tak habis pikir dengan cara kerja takdir hidupnya.
Dia kira, perjodohan ini akan menjadi penghalang, tetapi malah menjadi pengikat.

Itu artinya ... ia sudah menang, kan?

Tentu saja, ia selalu menang.

Senyuman lebar terukir, tetapi itu lebih cocok disebut seringaian. Rasanya puas sekali telah memenangkan ini. Mulai detik ini, (Name) akan jadi miliknya seorang.

"Masih banyak hal yang belum kumengerti, tapi intinya ... aku benar-benar dijodohkan dengan (Name)?"

"Benar. Aku akan pulang sebentar lagi, dan mungkin saat latihan musim panasmu telah selesai. Aku akan mengatur pertemuan kedua keluarga."

"Baik."

"Baguslah, karena berita ini, setidaknya sekarang kau kembali bersikap sopan pada orangtuamu."

Telepon terputus, tapi Akashi masih mempertahankan senyuman kemenangannya. Dia kembali memantulkan bola oranye itu dengan lebih semangat.

Saat menyadari Mayuzumi datang, Akashi pun mengoper bolanya ke pemuda itu dan dengan refleks ditangkap oleh Mayuzumi.

"Habis berkencan dengan (Name), Chihiro?"

"Ke manapun aku pergi, apa itu urusanmu?" Mayuzumi mengoper  bola itu kembali ke Akashi dengan raut kesal.

"Mulai sekarang segala yang menyangkut tentang (Name) juga urusanku," kata Akashi dengan penuh rasa bangga, kilau mata heterokromnya sangat mengintimidasi, seolah memaksa Mayuzumi segera tunduk dan menyerah.

Dahi Mayuzumi mengerut. "Huh?"

"Pepatah pernah mengatakan untuk berhati-hati dalam berucap karena bisa saja itu akan jadi doa. Perkataanmu tadi siang tentang (Name) yang akan jadi pasanganku, ternyata menjadi kenyataan."

Amarah Mayuzumi pun tersulut. "Bicara apa kau ini?"

"Kami sudah dijodohkan, Chihiro."

Tangan Mayuzumi mengepal erat karena geram. "Omong kosong."

"Suka tidak suka, terima saja fakta ini."

✨⭐✨

Sepulang dari jalan-jalan, (Name)  kembali ke penginapannya. Pintu dibiarkan terbuka lebar, (Name) langsung disambut pemandangan Arata duduk melingkar bersama cewek-cewek klub lari. Mereka memainkan domino dengan heboh. Wajah mereka kotor berlumuran kopi, pastilah itu hukuman yang kalah.

"Ehm. Habis kencan dengan Akashi-san, ya?"

Belumlah mengucap "Tadaima", (Name) sudah dipojokkan oleh pertanyaan Kawasaki. (Name) pun melotot.

"Tidak kok! Mana ada kencan-kencanan. Aku cuma menemui kakakku," tegasnya.

"Alasan saja! Kakakmu kan tim basketnya Akashi-san, pasti sekalian bertemu pangeran merahmu itu," timpal Yoshida.

"Cieee ...," goda mereka semua dengan serempak, tak terkecuali Arata.

(Name) yang jengkel dengan mereka pun marah. "Ah, sudah dong! Kalian kenapa sih selalu jodoh-jodohin aku dengan dia? Nanti orangnya dengar, terus aku yang kena, bukan kalian."

"Kenapa marah? Dari gerak-geriknya kan jelas dia juga menyukaimu," Fujii semakin mengompori.

"Nyenyenye." (Name) masuk karena tak mau ini semakin memanjang. Dirinya lelah, ia ingin istirahat karena besok mereka harus bangun lebih awal.

"Tunggu dulu, (Name)."

Ucapan Arata membuat (Name) berhenti. Dia pun berbalik dan bertanya, "Ada apa, sensei?"

Arata bangkit dari posisi duduknya, lalu merogoh sakunya dan mengambil lipatan kertas HVS. Dia menyodorkan itu pada (Name).

"Sebenarnya tujuan utamaku bukan main domino dengan mereka, tapi ingin mengantarkan ini padamu. Isi ulang formulirnya,"

(Name) mengambil formulir itu. Di sana tertera tulisan pendaftaran peserta Sprinter Cup, persis seperti yang pertama kali ia isi. Dahi (Name) mengerut bingung. Kalau ia saja sudah aman ke babak final, untuk apa registrasi lagi? Jikalau ini untuk tahun depan, bukankah terlalu dini? Yang tahun ini saja belum rampung.

"Tapi kenapa aku harus daftar lagi?"

Arata mengerutkan dahinya.
"Yang benar saja kau tidak tahu kalau namamu diganti?"

"HAAAA???!!!" Rasanya bola mata (Name) ingin meloncat keluar saking terkejutnya, teman-temannya pun begitu. Andai ia punya penyakit jantung, mungkin ia akan pingsan sekarang.

"Bisa-bisanya namaku diganti. Diganti jadi apa? Kenapa aku yang punya nama malah tidak tahu menahu!"

"Namamu sudah diganti jadi Mayuzumi (Name)."

"HEEEEHHH???"

Plot twist macam apa ini???!

Kendati menganggap Mayuzumi saudara, tapi (Name) tidak pernah meminta untuk ikut masuk ke dalam kartu keluarga pemuda itu. Berarti ini perbuatan dari keluarga Mayuzumi sendiri? Mengapa? Untuk apa? (Name) bingung, belum bisa berpikir jernih.

Arata berbicara lagi untuk menyadarkan (Name). "Kelihatannya ini perubahan kecil, tapi justru berpengaruh besar."

Benar, meski yang diubah hanya marga, tapi ini akan berpengaruh besar ke hidup (Name) nantinya.

Gadis itu menerima pena dari Arata. Tangannya gemetar, ia masih tak percaya kalau namanya telah berganti.

Mayuzumi (Name)

(Name) masih tak percaya jikalau ia sekarang menyandang marga baru. Bukan sehagai istri, tapi sebagai keluarga.

"Apa artinya ini aku resmi jadi adiknya Chihiro-kun? KYAAAA!!! Aku harus kabari dia!"

(Name) meninggalkan mereka semua dengan berlari untuk menuju kamar di lantai dua. Aksinya itu mengundang reaksi khawatir dari rekan serta pelatihnya.

"(NAME), JANGAN TERLALU LINCAH, AHOOOO!!!"

Sesampainya di kamarnya, (Name) segera menelpon Mayuzumi dengan tidak sabar. Saat teleponnya tersambung, (Name) langsung berteriak heboh sampai gendang telinga Mayuzumi ingin pecah.

"CHIHIRO-KUN!!! AKU SENANG SEKALI!!! TERIMA KASIH, YA!!!"

Mayuzumi yang sedang dalam kondisi kacau jadi semakin jengkel. Namun, ia tetap meladeni (Name) seperti biasa.

"Apa pun itu, tapi pelankan suaramu, bodoh. Ini bukan hutan dan aku tidak tuli."

"MAAF, MAAF. Habisnya aku sangat senang!!!"

Mayuzumi bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini. Pasti tentang perjodohan, kan? Apa lagi. Toh, (Name) sangat menyukai pemuda itu kan? Wajar kalau (Name) sebahagia ini.

"Chihiro-kun?"

Jelas, rasanya sangat sesak, seakan Mayuzumi berada di ruang tanpa oksigen. Namun, Mayuzumi tetap meladeni gadis itu seolah tak terjadi apa-apa.

"Ada apa?"

"Ada yang berubah loh! Jadi kau juga tidak tau?"

Mayuzumi sedikit lega karena sepertinya tidak mengarah ke perjodohan. Untuk memastikan, ia pun menjawab, "Tidak. Memangnya apa itu?"

"Siapa namaku?"

"Tentu saja (Full Name)." Dahi Mayuzumi mengerut. Aneh sekali (Name) menanyakan ini.

"Ah, berarti kau memang tidak tahu, ya? Sekarang namaku bukan lagi itu!"

"Maksudmu?"

"Sekarang namaku diganti secara resmi jadi Mayuzumi (Name)!!!"

"A-apa???" Reaksi terkejut Mayuzumi memang tak seheboh (Name), tapi kabar itu sukses membuat jantung Mayuzumi berpacu berkali-kali lebih cepat dibanding saat di perahu. Apa ini? Kenapa bisa begitu?

"Iya! Otou-san dan Okaa-san yang mengubahnya! Mereka menjadikanku keluarga dan sekarang aku resmi jadi adikmu! YEEAYY!!!"

Rasanya semakin sesak, membuat bibir Mayuzumi tak mampu lagi mengeluarkan sepatah kata. Kakinya sangat lemas, sudah tak mampu menahan dirinya lagi untuk berdiri. Pada akhirnya, Mayuzumi tumbang dengan posisi bersimpuh.

Untungnya sedang tak ada siapapun yang melihat kerapuhannya di kamar ini. Akashi masih di luar, dan Katsuki masih main dengan teman klub larinya.

Mayuzumi menggigit bibirnya dengan keras. Apa-apaan orang tuanya itu? Harusnya (Name) cukup diberi tempat tinggal, bukan sekalian marganya juga! Kalau begini ... benar-benar sudah tidak ada akses lagi untuk menjadikan gadis itu miliknya.

Ya, faktanya memang bukan kandung, tapi apa mungkin ia menuruti keegoisannya di saat gadis itu sudah bahagia setengah mati menganggapnya kakak?

Ditambah lagi, Akashi mengatakan dirinya telah dijodohkan dengan (Name)?

Tanpa bisa dibendung lagi, air mata penuh kepasrahan luruh dari pelupuknya. Sakit, rasanya sakit.
Kenapa ia selalu jadi pemeran figuran di cerita hidupnya sendiri?

"Chihiro-kun?"

"Chihiro-kun?"

"Onii-chan?"

Takut refleks mengatakan kata-kata yang kasar karena dalam keadaan kacau balau, Mayuzumi menonaktifkan ponselnya. Dirinya benar-benar tak sanggup menerima dua plot twist gila ini secara bersamaan.

"Hm, mungkin baterainya habis." (Name) pun merebahkan dirinya di atas futon.

Mayuzumi memegang erat gawainya. Andai benda pipih itu mudah rapuh, sudah pasti akan retak.

"Bajingan ...."

✨⭐✨

Kapal siapa yang karam ini, ututututu kasiannya

Pretendernya kak˚‧º·(˚ ˃̣̣̥⌓˂̣̣̥ )‧º·˚

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com