Chào các bạn! Truyen4U chính thức đã quay trở lại rồi đây!^^. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền Truyen4U.Com này nhé! Mãi yêu... ♥

53. Ketiga Cowok yang Berebut Dekat Dengannya

SELAMAT TAHUN BARU READER-TACHI❤
Apa top 3 wishlist kalian?
Kalo aku : Mau nyelesain skripsi, dapet gelar sarjana ilmu komunikasi & menikah dengan Seijuro Akashi❤

✨⭐✨

Sesi latihan pada hari ini berjalan dengan lancar. Seluruh tim Seirin beristirahat di ruang kumpul. Ada yang saling memijat, ada juga yang melakukannya secara mandiri. Sementara (Name) melarikan diri untuk berlatih sendirian sejak sore tadi.

Kuroko menekuk punggung Kagami. Merasa kesakitan, rekan sekaligus cahayanya itu membentak.

"Aduh, aduh. Itu terlalu sakit, bodoh!!! Apa kau balas dendam padaku karena siang tadi?"

"Sumimasen," ucap Kuroko. "Tapi kalau niatku memang balas dendam, sudah dari tadi aku melemparkan Nigou padamu."

Kagami berdecak. Ya, Kuroko memang bukan tipikal orang seperti itu.

"Apa kau mencemaskan sesuatu? Teknik barumu?" terka Kagami.

"Begitulah." Kuroko mengaku. "Aku ... belum menemukan idenya."

Sejak beberapa hari terakhir, Kuroko berusaha menemukan teknik baru untuk mengembangkan permainan basketnya. Sejak dikalahkan Aomine, tim Seirin bertekad menjadi lebih kuat saat Winter Cup.

Menatap sekeliling, Kagami mengerutkan dahinya. Belum ada tanda-tanda keberadaan (Name) kembali.

"(Name) masih belum kembali?" tanya Kagami memastikan.

"Belum."

"Gadis bodoh itu. Jauh-jauh dari Kyoto bukannya liburan saja, tapi malah latihan lagi sampai malam."

Kagami benar-benar tak habis pikir. Ternyata masih ada yang lebih 'ngotot' darinya dan itu perempuan.
(Name) justru melanggar sendiri, yakni erkataanya yang ingin liburan saja tanpa beban. Setelah mendengar lawan-lawannya semakin berkembang, ia tak bisa diam saja.

"Babak finalnya sebentar lagi. Dia ingin jadi yang tercepat, sama seperti kita," ujar Kuroko.

"Kalau begitu, susul dia." Kagami menepuk bahu bayangannya itu.
"Dia memang bodoh, tapi pasti ada yang bisa kau pelajari."

Kuroko terdiam sejenak sebelum akhirnya bangkit dari duduknya.

"Arigatou, Kagami-kun." Kuroko tersenyum, senang karena Kagami memberikannya kesempatan emas ini. "Tapi sebaiknya orang bodoh tidak boleh menghina orang bodoh."

"Teme ...."

✨⭐✨

Di pinggiran pantai, (Name) sedang duduk sendirian seraya menatap cahaya rembulan. Angin membelai pipinya dengan lembut. Deburan ombak mengalun dengan indahnya. Perpaduan yang sempurna untuk mengistirahatkan jiwa dan raganya.

"Yo, jagoan!"

Mendengar suara laki-laki itu, (Name) menoleh. Kiyoshi Teppei mengambil duduk di sebelahnya.

"Kiyoshi-san?"

Kiyoshi menepuk puncak kepala gadis itu dengan bangga.
"Kau berjuang begitu keras, terima kasih."

"E-eh ... iya, sama-sama."

Jeda beberapa saat sebelum akhirnya Kiyoshi bertanya lagi.

"Apa ada yang kau cemaskan menjelang babak finalmu?"

"Hmm, begitulah. Tapi semua atlet juga begitu, kan?"

"Iya, tapi... apa itu artinya kau sangat waspada dengan Hanamiya kemasan sachet?" Kiyoshi segera meralat ucapan anehnya itu.
"Maksudku, aku telah mendengar berita tentang semi-finalmu beberapa minggu lalu. Menurutku, itu memang sebuah jebakan."

(Name) seketika terdiam, kembali mengingat skandal di babak semi-finalnya. Hanya karena tak adanya bukti apa pun, banyak pihak menyudutkannya sebagai 'si ceroboh tukang buat drama'. Untungnya itu tak berlarut-larut karena ada skandal anggota idol terkenal yang lebih menghebohkan.

Namun, hal itu tak lantas membuat (Name) mundur. Dia tetap ingin juara untuk membungkam siapa pun yang menghinanya.

"Kalau itu memang jebakan, dan dia akan memasang jebakan lain, apa yang harus aku lakukan, Kiyoshi-san? Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah tetap harus berlari." (Name) memejamkan matanya.
"Kalau mau mematahkan kakiku lagi, maka coba saja."

"(Name) ...." Kiyoshi tak menyangka, benar-benar ada orang yang mirip sepertinya. Bahkan setelah diperlihatkan kelicikannya Hanamiya, (Name) masih bertekad terus maju.

"(Name)-san benar-benar seperti Kiyoshi-senpai. Sama-sama berhati besi."

"Oiii!!!" (Name) dan Kiyoshi sama-sama terlonjak kaget karena baru menyadari ada Kuroko yang ikut menimbrung di sebelah (Name).

"Belajarlah muncul seperti manusia normal, Tetsuya-kun!" marah (Name).

"Sumimasen."

Kiyoshi mengembuskan napasnya.

"(Name)-chan, kita melawan orang yang sama. Aku tidak berharap kejadian burukku dengan Hanamiya terulang padamu, tapi benar ... apa pun yang terjadi, kau tidak boleh bersembunyi. Jangan khawatir, kami semua akan menjagamu dengan baik." Cowok itu pun bangkit dari duduknya karena tak mau jadi obat nyamuk.

"Arigatou, Iron Heart."

"Jaa." Kiyoshi melambaikan tangannya, punggungnya semakin mengecil.

Satu tahun lalu, Kiyoshi juga menjadi korban kelicikan Hanamiya yang menyebabkannya cidera parah. Sampai saat ini, Kiyoshi pun masih belum pulih seutuhnya. Berkat tekad dan semangatnya untuk menyelamatkan SMA Seirin, Kiyoshi memaksakan kembali lagi.

(Name) bersumpah akan membalaskan apa yang dilakukan Hanamiya.

(Name) secara tiba-tiba menepuk pundak Kuroko dan berlari meninggalkannya.

"Tetsuya-kun kena! Kejar aku!!!"

Karena tindakan yang mendadak itu, Kuroko jadi cengo. Apa-apaan? Mereka tidak punya kesepakatan untuk bermain kejar-kejaran, kan?

Ah, Kuroko mengerti sekarang.

Bangkit dari duduknya, Kuroko mulai berlari dengan tempo lambat dan berangsur-angsur meningkat. (Name) menoleh ke belakang dan menambah kecepatannya. Rembulan yang bersinar terang mengikuti keduanya, seakan andil menjadi saksi dari perlombaan mereka.

Inilah yang dimaksud Kagami.

Walaupun (Name) tak bisa membantunya dalam basket, tapi bersamanya ia pasti menjadi lebih kuat. Lagi pula, (Name) adalah pelatih fisiknya.

Bugh!

Karena sandalnya putus, (Name) jadi tersandung mencium pasir. Kuroko sangat panik dan berlari lebih kencang lagi.

"(Name)-san?"

(Name) bangun lagi dan membersihkan wajahnya. Gadis itu malah tertawa melihat wajah polos Kuroko yang sangat mencemaskannya. "Sandalku putus, hehehe. Tak masalah kok! Jangan panik."

"Kaki (Name)-san tak apa? Ada yang luka?" Kuroko refleks menyentuh kaki gadis itu, memastikan tak ada segores luka yang tercipta. Namun, dengan cepat Kuroko menyingkirkan tangannya karena takut (Name) risi.

"Tidak, tidak. Kakiku baik-baik saja." 

Kuroko melepas sandalnya. "Pakai saja sandal milikku."

"Eh? Terus Tetsuya-kun pakai apa?"

"Tidak usah cemaskan aku, yang penting kaki (Name)-san terjamin tidak terluka sedikitpun. Ini sudah malam, jadi tak terlihat jelas apa saja yang dipijak di pasir. Kaki adalah bagian penting dirimu."

Bukankah sama saja? (Name) balik mencemaskan pemuda itu. "Kalau Tetsuya-kun yang bertelanjang kaki, bukankah kakimu sendiri yang akan luka? Kaki juga sangat penting untukmu."

Tiba-tiba, muncul sebuah ide cemerlang di kepala Kuroko.

"... Sebagai jalan tengahnya, bagaimana kalau aku menggendong (Name)-san?"

Dengan begitu, mereka adil, kan?

"Ehh? Tidak usah repot begitu." Sejujurnya (Name) juga ragu Kuroko kuat mengangkatnya.

"Aku kuat, kok." Kuroko menepuk punggungnya. "Naiklah, kupastikan (Name)-san selamat."

Cara Kuroko yang sangat memperhatikan dan rela berkorban untuknya itu membuat (Name) blushing. (Name) tak menyangka, Kuroko yang dingin bisa seperti ini juga.

"Tapi ... kalau Tetsuya-kun lelah, kita berhenti dulu, ya?"

"Aku mengerti."

(Name) pun naik di punggung Kuroko, Kuroko memakai sandalnya kembali. Sejujurnya badan (Name) terasa berat untuk dirinya angkat. Namun, Kuroko tetep berusaha untuk kuat. Hitung-hitung sebagai latihan fisik, kan?

Perlahan tapi pasti, di setengah perjalanan pulang ke penginapan Seirin, Kuroko masih kuat mengangkat (Name). Walau sebenarnya, Kuroko terganggu oleh detakan jantungnya yang semakin gaduh.

Kuroko memutar otak agar dapat mengalihkan debaran menggila itu. Saat teringat obrolan Izuki tentang festival kembang api, Kuroko jadi ingin mengajak (Name).

"(Name)-san?"

"Ya?"

"Apa ... kau mau melihat festival kembang api bersamaku nanti?"

Festival kembang api? Seingat (Name), ia sudah lebih dulu mengajak Mayuzumi. Namun, karena hubungan mereka merenggang, apakah itu masih berlaku?

"Aku pastikan dulu jadwalku di hari itu, ya, Tetsuya-kun."

✨⭐✨

(Name) membuka mata. Karena pandangannya tertembak lurus pada jam dinding, seketika dirinya terlonjak kaget. Dia bangun terlalu siang! Bahkan Riko sudah tidak ada lagi di sebelahnya.

Tanpa mempedulikan penampilan, (Name) segera berlari dengan tergesa menuju dapur karena Riko pasti sibuk menyiapkan sarapan.  Teppei menegurnya agar tak perlu buru-buru, mengatakan bahwa semua orang masih ada di sini.

Di ambang pintu dapur, (Name) membungkuk penuh penyesalan dan terus-menerus minta maaf seperti Sakurai Touo.

"HUEEEE RIKO-CHAN. Maaf aku kesiangan. Sumimasen, sumimasen, sumimasen."

"Ya ampun, tak apa (Name)-chan, dirimu tidak ada kewajiban apa pun di sini." Riko meyakinkan (Name) agar tak perlu merasa bersalah. "Lagi pula, kau juga latihan keras, 'kan? Dan aku sudah dibantu Mitobe-kun."

"A-ah, aku jadi tidak enak."

"Lebih baik kau basuh muka dulu, matamu banyak tahinya, tuh," ujar Riko. Mitobe mengangguk dan menyunggingkan senyum tipis, seolah setuju dengan perkataan kejam itu.

"RIKO-CHAAANNN!"

Tak terima diejek begitu, (Name) meninggalkan dapur untuk membasuh wajah dan sikat gigi. Riko tersenyum dan geleng-geleng kepala.

Terlihat Kagami yang sedang menggosok gigi. (Name) berjalan pelan lalu mengejutkannya.

"DOORRR!!!"

"Oi teme! Muncullah dengan normal!" amuk Kagami.

"Aku normal! Yang muncul dengan tidak normal itu bayanganmu." (Name) pun membasuh wajah dan menyikati giginya. Kagami juga melanjutkan kegiatannya yang tertunda oleh ulah (Name).

Karena sosok Kuroko disinggung, Kagami jadi penasaran: ke mana saja mereka tadi malam? Sampai saat ini Kuroko masih tepar, tampak sangat kelelahan.

Mereka menyemburkan air kumuran secara bersamaan. Lantas, Kagami bertanya, "Apa yang kalian lakukan semalam? Dia tampaknya kelelahan, jadi masih belum bangun-bangun."

"Urusan bisnis dong."

"Bisnis apa?"

"Bisnis jual ginjal!" jawab (Name) dengan kesal karena Kagami terlalu banyak tanya. "Kami lari sampai ke ujung pantai. Sandalku putus, jadi dia menggendongku. Makanya kami pulang agak larut."

"Heh, memangnya Kuroko bisa menggendongmu?" tanya Kagami tak percaya.

"Bisa," jawab orangnya langsung, yang tahu-tahu sudah ada di sebelah (Name).

"KUROKO / TETSUYA-KUN!!!"

"Ohayou." Amukan kedua orang itu malah dibalas dengan ucapan selamat pagi.

"Ya ampun, kenapa rambutmu begitu?" Melihat rambut Kuroko yang sangat acak-acakan membuat (Name) secara refleks membetulkannya. Perlakuan (Name) saat ini seperti seorang Ibu yang mengurus anak, membuat Kuroko merasa tenang dan nyaman. Rasanya, Kuroko ingin diperlakukan begini tiap pagi.

"Arigatou, (Name)-san."

Kagami berdecih, merasa geli dengan aksi keduanya.

Sementara itu, ada dua orang laki-laki yang melewati lorong. Satunya bersetelan oranye, satunya lagi memakai kaos putih.

"Astaga, tempat ini sangat kumuh. Apa kita akan benar-benar tinggal di sini? Aku merasa seperti akan bertemu setan di sini," keluh Takao.

"Diamlah, Takao," sahut Midorima.

(Name), Kuroko dan Kagami menatap lekat-lekat kedua orang yang baru saja melewati mereka. Sudah tidak salah lagi, itu memang Midorima dan Takao.

Takao dan Midorima pun menoleh.

Mereka saling menatap dengan mata yang mendelik.

"KALIAN???"

"Doumo. Lama tak berjumpa," sambut Kuroko.

"Hai, Shutoku!" (Name) juga ikut menyapa.

"Apa yang kalian lakukan di sini?!" tanya Midorima dengan tidak santai.

"Harusnya aku yang bertanya!" balas Kagami dengan tak kalah beringas.

"Shutoku punya tradisi untuk latihan bersama di sini," jelas Takao.

"Sedangkan kalian bisa-bisanya menikmati liburan di sini!" timpal Midorima. Laki-laki berambut hijau itu menunjuk (Name). "Dan kau, Orang Kyoto! Apa di Kyoto tidak ada tempat seperti ini??? Kenapa kau juga ada di sini???"

"Mau orang Kyoto, mau orang Zimbabwe, memangnya kenapa??? Ini tempat umum, Shintaro-kun, aho!" Darah (Name) jadi ikut mendidih gara-gara Midorima.

"Dan kami tidak liburan, tapi latihan musim panas. Dia datang karena kami undang," tambah Kagami.

"Lama sekali kalian? Kami sudah menunggu di kantin." Di tengah keributan itu, Aida Riko hadir dengan memegang pisau daging serta celemek beruang yang berlumuran darah. Kedatangannya itu seperti psikopat yang habis membantai korbannya.

(Name), Kagami, Kuroko, Midorima dan Takao seketika jadi pucat pasi.

"SEKOLAHMU ITU APA, KUROKO???" teriak Midorima.

"Seirin desu," jawab Kuroko dengan santai.

"BUKAN ITU MAKSUDKU!!!"

(Name) menepuk jidatnya. Sudah tidak salah lagi, Riko pasti memotong daging dengan cara yang sembrono hingga darahnya muncrat ke mana-mana.

"Are, Shutoku juga ada di sini?Bagaimana kalau kita latih tanding bersama?" tawar Riko pada dua pemain Shutoku itu.

"Negosiasikan saja itu dengan pelatihku, aku ingin sarapan dulu nanodayo," jawab Midorima, lalu pandangannya fokus ke (Name). "Kau, orang Kyoto, ikut denganku."

"W-woy!!! Apa-apaan? Seharusnya kau izin dulu dengan kami!!!" Kagami mengamuk tak terima.

Midorima menaikkan kacamatanya. Manik emeraldnya menatap Kagami dengan tajam.

"Kau bersikap seakan aku kriminal. Lagi pula, apa untungnya aku menculik orang Kyoto ini? Asal kau tahu saja, adikku yang sangat membutuhkannya-nanodayo."

"Sebentar ya, Seirin-tachi." (Name) pamit dengan orang-orang di sekolah itu.

(Name) mengikuti Midorima yang berjalan terlebih dahulu. Sementara Takao masih diam sambil cengar-cengir. Karena ada (Name), Midorima jadi melupakan eksistensi dirinya. Ini sangat lucu bagi Takao Kazunari.

"Kalau lama, pastikan (Name) dikasih sarapan! Dia belum makan apa-apa!" teriak Kagami. Midorima menoleh sekilas dan mengangguk.

"Sudahlah, Kagami-kun. Pagi-pagi kau sudah banyak mengamuk." Kuroko berusaha menenangkan cahayanya itu.

"Habisnya si hijau lumut itu terlalu menjengkelkan!!!" amuk Kagami.

"Ah, rumitnya kisah cinta genre Reverse Harem ini," ucap Riko, membuat Takao tertawa terbahak-bahak.

"Bwahahaha!!!"

Sementara itu, (Name) dan Midorima sampai di kedai pesisir pantai, tempat ini di luar penginapan, berbeda dengan kantin yang Riko maksud.

Kedua muda-mudi itu memesan makanan, tentunya biaya makan ditanggung oleh Midorima. Sembari menunggu dihidangkan, mereka mengamati pemandangan pantai di pagi hari yang masih sepi.

"Shin. Apa kau lupa kalau namaku (Name)?"

"Aku tidak ingin mengingat yang tidak penting."

(Name) tertawa.

"Kalau aku tidak penting bagimu, kenapa kau membawakanku kipas angin?"

"Karena stadion itu panas."

"Pfffttt. Alasan bagus. Lain kali bawalah AC! Lalu, kenapa kau berikan aku pensil dewa yang katamu ajaib itu untuk ujianku?"

"Karena orang bodoh sepertimu sangat butuh itu."

"Kau ini sangat lucu, Shintaro-kun."

Ah, cukup. Midorima tidak bisa dipojokkan terus seperti ini. Maka, ia mengutarakan niatnya.

"Shimizu sore ini ada lomba karate."

"Hee? Iya, kah???" (Name) sangat antusias.

Midorima merogoh saku untuk mengambil gawainya. Terdengar nada sambung selama beberapa saat sebelum akhirnya telepon itu dijawab oleh suara gadis belia yang lucu.

"Moshi-moshi?"

"Shimizu, aku sedang bersama Onee-san kesayanganmu." Telepon hijau itu lantas berpindah tangan pada (Name).

"Mizu-chan, apa kabar???"

"Baik! Bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik! Ne, Mizu-chan, semangat, ya! Kau pasti bisa menang! Kalau kau menang, nanti akan kuberikan hadiah!"

"Benarkah???"

"Iya!"

"Baiklah, aku akan menang demi hadiah itu!!!"

Sebelum mengakhiri panggilan, Shimizu berbincang sebentar dengan kakaknya. Tak lama setelah itu, makanan yang dipesan (Name) dan Midorima telah dihidangkan. Mereka menyantapnya dengan tenang.

Tapi tidak dengan isi kepala Midorima.

Mulutnya memang tak bersuara, tetapi kepalanya sangat berisik saat ini.

Bagaimana cara menahan (Name) agar gadis itu bersamanya lebih lama lagi? Meminta secara terus terang? Mustahil tentunya.

"Shin."

Lamunan Midorima seketika buyar, cowok berambut hijau itu refleks membentak."J-jangan dulu!"

Dahi (Name) mengerut bingung. Padahal, ia belum mengatakan apa-apa. "Apanya yang jangan dulu?"

Malu, Midorima memalingkan wajah dan menaikkan bingkai kacamatanya. "Tidak, bukan apa-apa-nanodayo."

"Kau ini makin hari makin aneh saja." (Name) menopang dagunya dengan kedua tangan, menatap Midorima dengan intens. "Ada apa, Shin? Kenapa kau selalu menyembunyikan semuanya sendiri? Iya, aku tahu kalau kau tsundere, tapi ... bagaimana aku bisa memahamimu kalau kau memendam kata-katamu?"

"Kenapa ... kau ingin memahamiku?"

"Karena kau butuh orang yang memahamimu?"

Iya, sejujurnya itu valid. Tapi tetap saja, Midorima tidak tahu harus merangkai kata seperti apa untuk diucapkan.

"Lalu, apa yang Shintaro-kun inginkan?"

Sedetik setelah lontaran pertanyaan itu, gawai hijau Midorima berdering. Saat dilihat, ternyata adiknya yang menelpon lagi. Midorima menekan loudspeaker.

"Onee-san!!! Aku tidak ingin hadiah karena ada yang lebih pantas menerimanya. Orang yang sedang bersamamu itu hari ini ulang tahun!"

Bip!

Telepon diputus sepihak oleh Shimizu.

"Haahh???" Meski cepat, namun (Name) dapat menangkap apa yang dikatakan: 7 Juli, Midorima Shintaro berulang tahun.

"Jadi, Shin-kun ingin memberitahuku tentang ulang tahunmu, ya?"

"Tidak!" Wajah Midorima merona karena malu sekaligus bahagia. Ini memang bukan hal yang ingin ia katakan, tapi ini adalah sepercik harapan untuk menahan (Name) lebih lama dan mungkin ... diberi sedikit perhatian?

(Name) geleng-geleng kepala. Sifat tsundere Midorima sudah di level paling kronis. Gadis itu pun tersenyum, lalu memberi ucapan ke bintang Shutoku itu.

"Selamat ulang tahun, Shintaro-kun! Semoga kau selaku sehat dan banyak hal baik yang datang di lembaran barumu ini."

Ucapan (Name) barusan terdengar begitu hangat, rasanya Midorima ingin mendengarnya lagi dan lagi. Cowok itu pun mengembuskan napas dan membalas, "Arigatou."

"Ne ne, apa yang Shintaro-kun inginkan di hari ulang tahunmu ini?"

Ketika mendapatkan tawaran itu, jantung Midorima berdebar-debar. Ada banyak sekali kata yang ingin diucap, tetapi ia sangat ragu untuk mengatakannya. Namun, kesempatan emas tak datang dua kali, kan? Ini adalah hari ulang tahunnya, hari miliknya, anggaplah ia adalah Raja dalam sehari.

"... Aku ingin ... kau ... banyak waktu denganku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com