SPECIEAL CHAP ; Piano
Midorima Shintaro x (Name).
"Aku persembahkan lagu ini untuknya."
Timeline : Setelah kisah KiName.
Eits!!!
Sebelum baca, jawab ini dong;
"Bisakah kamu rekomend aku satu judul lagu Jepang / Barat yg romantis banget? Ayo lempar ke sini."
Karena...
Jodohmu, eh maksudnya salah satu cowok akan menyanyikannya untukmu^_^
//Duh pasti penumpang kapalnya kejang2.
💚💚💚
"Shin-chan! Nadanya ada yang meleset tidak?"
Midorima, Sang Tuan pemburu lucky item ini tak menggubris pertanyaan Takao. Ia sibuk menatap sesuatu yang terpampang di layar ponsel lipat hijaunya.
Dua pelajar asal Shutoku ini tengah berada di ruang musik kediaman Midorima. Pengambilan nilai seni musik akan dilangsungkan esok hari, oleh karena itulah mereka berlatih piano di sini.
Lebih tepatnya hanya Takao yang berlatih keras, Midorima cuma bertugas memandu saja. Ya namanya juga sudah pro.
Seperti halnya (Name), Akashi dan lainnya yang punya bakat di luar bidang olahraga, atlet andal milik Shutoku ini juga punya kebolehan di bidang seni. Ia sangat mahir memainkan piano.
"Shin-chan~!" panggil Takao lagi, atau lebih cocok disebut merengek.
Untuk kedua kalinya pula Midorima tak menanggapi sahabat seperjuangan, sekelas, seekskul dan segerobaknya itu. Midorima masih menatap sesuatu di layar ponselnya. Tatapan iris seindah batu emerald tampak kosong, pikiran Midorima kentara jelas tengah berada di tempat lain.
Lebih tepatnya di Kyoto sana.
Takao penasaran, gerangan apa yang membuat sohibnya seperti itu. Takao pun diam-diam mengintip apa yang dilihat Midorima.
Ternyata itu potret (Name) yang sedang melakukan pemanasan di track lari. Senyuman manis nan lebar terpatri di wajahnya yang berkeringat. Aura 'bintang lapangan' gadis itu sangat terpancar. Entah bagaimana Midorima dapat membidik foto dengan momentum yang sangat pas itu.
"Oh..." gumam Takao, membuat Midorima terlonjak kaget dan panik. "Oi Takao!"
Midorima langsung melipat ponselnya. Jantungnya berdegup kencang, wajahnya keringatan dan muncul semburat kemerahan. Midorima ingin pergi meninggalkan Takao, tapi lengannya dicengkram dengan erat.
Dengan sekuat tenaga, Midorima berhasil lepas dari Takao. Ia berlari dan langsung masuk ke kamar dengan membanting pintu.
Malu, malu, malu.
Itulah perasaan Midorima sekarang. Rasanya ia ingin menghilang saja dari planet ini dan pindah ke mana saja, asal tidak bertemu Takao.
Hancur sudah kebohongannya selama ini yang selalu mengatakan ia tidak menyukai gadis itu. Padahal, Midorima sudah berusaha keras menutupi dengan sifat tsunderenya.
Midorima baru ingat; zodiaknya hari ini berada di urutan kedua terbawah. Pantas saja ia ketiban sial.
Dan di bawah cancer ada bintang yang lebih apes lagi dari pada milik shooter Shutoku ini.
Yaitu pisces.
💚💚💚
(Name) tengah berbaring di kamarnya. Badannya sekarang sudah lebih baik dari sore tadi.
"Dia sepertinya ingin sekali mempertemukan aku dengan malaikat maut. Kalau dihitung-hitung, sudah tiga aku hampir mati gara-gara dia. Argh, sial sekali aku hari ini."
(Name) bangun dari posisi baringnya dan mengambil segelas air minum diatas nakas. Setelah minum, ia menghela napas lega.
"Hei, aku jadi penasaran, zodiakku di urutan berapa hari ini? Coba aku tanya Shintaro-kun dulu." (Name) menngambil ponselnya dan langsung menelpon penggila dunia perbintangan itu.
Di Tokyo sana, Midorima masih tak berani keluar dari kamar karena takut Takao menggodanya. Sedari tadi Midorima menunggu-nunggu Takao segera minggat. Namun, bukannya pergi, Takao malah semakin bersemangat menggedor pintu kamarnya.
"Ya sudah kalau kau tidak mau menbukanya. Aku pulang dan aku tidak akan pernah lagi mencarikan lucky itemmu." Takao memberi ancaman pemungkas.
Midorima pun membukanya dengan malas, "Setelah kubuka, memangnya kau mau apa-nanodayo?!"
"Kau menyukai (Name)-chan, ya?!" goda Takao yang jelas-jelas akan dijawab—,
"Tidak!"
—Begitu.
"Ah, bohong! Terus mengapa kau memandangi foto (Name)-chan?" Takao tidak bosan-bosannya menggoda Midorima.
Midorima mendengkus dan menaikkan kacamata. "Dari pada bertanya hal yang tidak berbobot, lebih baik kau selesaikan latihanmu saja karena aku ingin istirahat-nanodayo."
"Jawab du—"
Ponsel digenggaman Midorima berbunyi. Midorima melihat siapa yang menelpon, dan tertera nama 'Orang Kyoto' di sana.
Jantung Midorima langsung doki-doki. Wajahnya memerah lagi dan ia pun langsung menolak panggilan itu.
"Yah, direject. Mungkin Shintaro-kun lagi sibuk belajar. Dia, 'kan pintar, tidak seperti Ahomine-kun yang bodoh." (Name) mengembalikan kembali ponselnya.
"Jadi, siapa yang menelpon sampai kau malu begitu?" tanya Takao yang peka dengan ekspresi sahabatnya. Midorima langsung memalingkan wajah dan menaikkan bingkai kacamatanya, "Bukan urusanmu! Sudah, segera lanjutkan latihanmu karena aku sudah mulai ngantuk nanodayo."
Takao yakin sekali yang menelpon barusan adalah (Name). Takao pun memikirkan cara agar Midorima mau menelpon balik. Pasti (Name) saat ini mengira Midorima sibuk karena panggilannya ditolak.
"Ya, ya, dasar cerewet. Tapi, aku mau keluar sebentar, dahh." Takao meninggalkan Midorima dan keluar dari rumah. Sementara Midorima kembali ke ruang musik.
Beberapa saat kemudian, Takao kembali lagi ke ruang musik dengan membawa sesuatu.
Sesuatu yang Midorina takuti.
"O-oi Takao! Kenapa kau membawanya kemari?! Cepat buang hewan itu nanodayo!" Midorima sangat takut melihat kucing besar berbulu hitam-putih lebat itu.
"Eits. Berikan aku ponselmu dulu!"
"Tidak!"
Takao maju beberapa langkah sambil menyeringai jahil. Midorima refleks menjauh hingga tubuhnya menabrak tembok. Seiring berjalannya waktu, Takao semakin menipis jarak.
"Ya, ya! Akan kuberikan ponselku." Midiorima menyodorkan ponselnya dan langsung disambar oleh Takao. Midorima tak punya pilihan lain. Dari pada bersentuhan dengan kucing, lebih baik menurut.
"Dan berjanjilah jangan mencegahku melakukan apa pun, ya? Atau aku akan—," Takao menyodorkan kucing di gendongannya.
"Aku janji, cepat singkirkan nodayo!"
Takao membawa kucing itu keluar. Setelah selesai, Takao melihat log panggilan terakhir di ponsel Midorima.
📞 Panggilan masuk.
Orang Kyoto.
21:13.
Dengan cepat Takao menelpon kembali kontak itu.
"Yahoo Shintaro-kun?"
"(Name)-chan, ini Takao. Sebentar, ya." Takao berjalan kembali ke ruang musik.
"Ok."
Takao menyerahkan ponsel hijau itu pada pemiliknya, "Ini cepat bicaralah dengan (Name)-chan. Kalau tidak mau, aku ambil kucingnya lagi, lho."
Dengan malas, Midorima menerima telpon itu. Tingkahnya saja yang malas, dalam hatinya sih senang.
"Ada perlu apa?!" Midorima bertanya dengan tidak santai.
"Santai dong Shintaro-kun, apa kau lagi sibuk? Gomenne."
"Ya sangat sibuk, maka dari itu cepatlah bicara kau perlu apa denganku nodayo."
Takao geleng-geleng kepala mendengar percakapan dua manusia berbeda sifat itu.
"Astaga. Jangan kasar-kasar dong Shin-chan. Kau itu termasuk orang yang hoki lho bisa masuk daftar laki-laki yang dekat dengan (Name)-chan."
"Ano, aku cuma ingin bertanya. Zodiakku hari ini sedang diposisi keberapa? Aku sial sekali hari ini."
Midorima menaikkan kacamatanya lalu menjawab, "Pisces sedang di urutan paling bawah. Dan lucky item hari ini globe."
Midorima sebenarnya ingin memberitahu (Name) kalau zodiaknya sangat sial, tapi ia tetlalu gengsi. Dan Midorima juga mengkhawatirkan lucky item (Name) yang terlalu ribet, tak mungkin gadis akan itu membawa globe seharian.
"Astaga! Pantas saja. Ya sudah ya, aku cuma ingin menanyakan itu. Terima kasih. maaf mengganggu. Selamat malam."
Takao segera merebut ponsel itu dari tangan Midorima. "Eh, tunggu! Jangan ditutup dulu (Name)-chan. Sebentar ya."
"Eh? Baiklah." Di seberang sana (Name) sangat bingung.
Takao menekan tombol 'diam' agar (Name) tidak bisa mendengar. "Percakapan kalian tentang Aho-Asa itu tidak berbobot sekali! Ne Shin-chan, kalau kau memang suka dengan (Name)-chan, komunikasi kalian harus lebih lama dan berkesan dong biar (Name)-chan juga menyukainu," omel Takao.
Midorima menghela napas kasar dan menatap tajam Takao, "Aku tidak pernah bilang kalau aku menyukainya-nanodayo."
"Dasar tsunderima! Mulutmu selalu saja mengatakan tidak, padahal hatimu berkata sebaliknya." Bagai muncul bola lampu imajiner diatas kepala Takao. Takao sudah menemukan ide agar (Name) bisa jatuh cinta dengan Midorima. "Dengar ya, kau masih harus menurut denganku. Atau kalau tidak..."
"Apa pun katamu, asal jangan bawa hewan itu kemari."
"Bagus!" Takao menyeringai lebar membuat Midorima semakin tegang. Takao itu orang yang punya seribu akal untuk menjahilinya, apa lagi zodiaknya sedang sial. Tapi Midorima juga tak bisa menolak.
Maju kena, mundur juga kena.
Takao menyambungkan kembali dengan (Name) setelah beberapa saat terjeda. "(Name)-chan?"
"Ya Takao-kun?"
"Shin-chan ingin memainkan piano untukmu. Ya, khusus untukmu. Lagunya sangat romantis, lho."
"Oi—" Takao segera membekap mulut Midorima agar tidak melayangkan protes.
"Hah? Benarkah? Aku jadi penasaran."
Takao menyeret Midorima ke arah piano dan memaksa sahabatnya itu untuk duduk. Midorima sempat menolak, tapi akhirnya ia pasrah saja. Takao mengisyaratkan untuk memulai permainannya.
Sementara di sana, (Name) menunggu-nunggu Midorima sambil tersenyum. Ia senang sekali Midorima akan memainkan lagu khusus untuknya.
Dan juga, piano merupakan alat musik yang menenangkan hati, tentulah ia sangat antusias menantikan permainan Midorima untuk menenangkan suasana hatinya yang diperburuk Akashi.
Midorima mencoba relax. Ia berupaya menstabilkan kerja jantungnya yang bekerja dua kali lebih cepat. Midorima juga berusaha membuang gengsinya.
Perlahan, ia menekan tuts pianonya dengan gemetar. Midorima gugup setengah mati hingga dahinya berkeringat. Debar jantungnya bukannya semakin normal, tapi bertambah cepat.
Aneh, padahal saat latihan Midorima selalu lancar karena membayangkan sosok perempuan itu. Giliran ada kesempatan menunjukkan permainannya kendati via telpon saja, Midorima tak bisa berbuat apa-apa.
Ya, lagunya romantis dan maknanya dalam.
Right Here Waiting.
Sebenarnya bukan Midorima sendiri yang memilih lagu itu, guru seninyalah yang menentukan. Midorima hanya bisa menerima walau sejujurnya ia merasa tidak sreg karena makna lagu itu terlalu melow.
Lagu yang dibawakan Richard Marx ini bermakna tentang seorang pria yang merindukan kekasihnya. Ia akan tetap menunggu dan menunggu. Tak peduli hatinya akan sakit karena penantian ini.
Demi totalitasnya membawakan lagu ini, Midorima berusaha menjiwai lagu itu; membayangkan seolah-olah dirinya terpisah dengan kekasih.
Dan entah mengapa ia malah terbayang kisahnya sendiri. Ya, gadis asal Kyoto itu memang bukan kekasihnya, tapi nyatanya, Midorima senantiasa menunggu gadis itu datang kembali ke Tokyo untuk menemuinya.
Lambat laun Midorima merasa lebih santai. Alhasil, jari-jarinya menjadi sangat lincah menari diatas tuts pianonya. Midorima memejamkan mata, membayangkan (Name) menontonnya secara langsung.
👇Play ini biar tambah baper.
Midorima mungkin tidak pernah menunjukkan rasa sukanya dengan kata-kata ataupun perbuatan. Tapi setidaknya, Midorima bisa mengungkapkan lewat alunan indah melodi ini.
Di Kyoto sana, (Name) mendengarkan lantunan piano Midorima dengan khidmat. Ia sangat terkesima dibuatnya. (Name) tak menyangka kalau Midorima begitu piawai memainkan alat musik itu.
Apalagi Midorima mengkhususkan lagu itu untuknya.
"Di bagian akhir, nyanyi dong Shintaro-kun! Please..."
Karena sudah kepalang hanyut dalam lagu, perintah (Name) bagai sebuah hipnotis. Yap, Midorima menurut! Saat masuk ke bagian reff yang terakhir, Midorima mulai membuka suaranya.
Wherever you go.
[Ke manapun kamu pergi]
Whatever you do.
[Apa pun yang kamu lakukan]
I will be right here waiting for you.
[Aku akan di sini menunggu untuk kamu]
.
"KYAAA! Kau romantis sekali Shin-chan!" Takao menjerit kegirangan melihat keUwU-an mereka hingga membuat Midorima malu meneruskan nyanyiannya. Akan tetapi, jari Midorima tetap menekan tuts.
Ketika lagu sudah rampung, Midorima menghela napas lega. Ia menaikkan kacamatanya yang sudah merosot.
"Kyaaa!!!" (Name) meletakkan ponselnya di kasur dan bertepuk tangan dengan meriah seperti habis menonton konser. "Ini luar biasa, Shintaro-kun!"
Midorima tak menjawab dan mengisyaratkan Takao untuk memutuskan saja sambungan telpon itu.
"Shin-chan sangat malu berbicara denganmu (Name)-chan. Eh, bagaimana perasaanmu setelah mendengarnya?"
"Hee. Tentu saja aku saaangaaatt senang! Permainan Shintaro-kun sangat indah, dan rasanya aku ingin mendengar ini setiap hari. Kau tahu Takao-kun? Hari ini hariku sangat buruk, tapi setelah mendengar ini, aku merasa lega, benar-benar menenangkan."
Telinga Midorima memerah mendengar itu.
"Ne, ne, Takao-kun, ini kau loudspeaker?"
"Ya."
"Hei Shintaro-kun! Arigatou gozaimasu! Kau berbakat sekali, ya. Selain bisa main basket, kau juga berbakat dalam seni. Dan suaramu itu keren, lho."
Cukup, Midorima sangat malu! Ia tak sanggup menanggapi pujian (Name). Takao gemas melihatnya.
"Ya sudah kalau kau tak ingin menjawabku. Kalau aku ke Tokyo, aku akan bawakan sup kacang merah kesukaanmu! Bye-bye."
Telepon pun terputus.
"Aku menunggu kedatanganmu."
💚💚💚
Midorima has joined the war!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com