13
₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪
Samin membungkukkan badannya di hadapan Yuraq, menyandarkan kedua bahunya pada kedua lengannya, yang bertumpu pada kedua lututnya. Kini wanita itu dapat bertatapan muka dengan gadis muda itu.
"Hai... Kak Samin." Yuraq hanya bisa menyapa dengan gugup. "Sekarang... apa yang harus aku lakukan Kak?"
"Ngurusin ladang, yang pasti" jawab wanita muda itu.
Yuraq menjadi semakin bingung. "Aku tau, Kak... tapi ngurusin ladang dalam hal apa?"
"Oh gitu..." Wanita itu tersenyum puas setelah memberikan jawaban iseng tersebut. "Kamu kan baru datang di sini... gimana kalo kita mulai cabutin gulma?"
"Ah... boleh Kak."
Samin mengangkat badannya dari posisi bungkuk, kemudian memutar badannya ke arah terasering ladang. Sebelum mulai berjalan, dia menoleh pada Yuraq.
"Ayo ikut Kakak" ajak wanita muda itu.
"Iya" jawab Yuraq.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Mereka berjalan menuruni terasering itu, melalui tangga yang terbuat dari batu. Sebelum sampai di tangga tersebut, mereka berdua berjalan lurus ke arah kanan rumah Hakan. Kemudian, mereka mengambil belokan satu-satunya di jalan tersebut, yaitu ke kiri.
Di tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan gubuk Yuraq. Namun, gadis itu tidak berkata apa-apa soal hal tersebut. Dia hanya memandangnya selagi berjalan. Kemudian sejauh 10 rikra dari gubuknya, mereka menemukan tangga tersebut.
Di tengah perjalanan melalui tangga terasering itu, Samin mulai bercerita.
"Kemarin kami nyabutin gulma di sebelah sana tuh." Samin menyempatkan diri untuk berhenti, lalu menunjuk petak-petak tinggi yang berada di belakang mereka berdua. "Di bagian sana ladang jagungnya udah bersih sih, petak-petak atas udah gak ada gulmanya lagi. Tapi bersihinnya itu laaama banget. Dari pagi sampai mau malam. Sampai matahari terbenam. Itupun belum bersih semuanya, masih ada gulma lagi... tapi ntar teman-temanku yang nyabutin."
Samin melanjutkan ceritanya pada Yuraq, dimulai dengan menunjuk petak-petak rendah di depan mereka berdua dan yang berada pada level mereka di kiri dan kanan. "Ini... dari tengah sampai bawah sini, semuanya masih bergulma. Belum dibersihin sama sekali."
Yuraq menjadi penasaran dengan masalah pergulmaan ini. "Kak... yang di– maksudnya di tingkat teratas itu, bersihinnya sampai sehari?"
"Oh lebih Dek" jawab Samin. "Yang kemarin itu tahap-tahap terakhirnya. Eh, maksudnya, pas gulmanya udah mauh habis di tingkat itu. Jadi, sisa-sisa gulma dari lusa dihabisin semua kemarin, jadi harusnya hari ini benar-benar udah habis. Kalo untuk satu tingkat sendiri, katakanlah memakan waktu 2 hari.
"Wah... lama juga ya Kak. Itu berapa orang yang kerja?"
Samin mengernyitkan dahinya. "Hmm... gak tau ya pastinya. Yang jelas... sekitar 10 orang sama aku. Yang lainnya ngurus hal-hal lain mengenai tanamannya."
Kemudian, Samin melanjutkan pembicaraannya dengan sedikit wejangan. "Oh iya, Yuraq. Yang bikin susah nyabutin gulma itu bukan nyabutin gulmanya itu sendiri. Kamu harus hati-hati. Jangan sampai pas kamu nyabutin gulmanya, akar tanamannya juga ikut tercabut. Selain itu, kamu harus pelan-pelan sama tanamannya... yang perhatian sama mereka. Jangan sampai juga, pas kamu nyabut gulmanya, tanaman yang kamu rawat malah kesenggol lah, keinjak lah, patah lah. Sayang kan?"
"Iya Kak..."
"Makanya itu... nanti kamu nyabut sama aku di petak yang sama. Nanti aku perhatiin gimana cara kamu nyabutnya."
Tanpa mereka kira, mereka sampai di dasar tangga. Tangga itu berakhir pada suatu pertigaan dengan suatu jalan setapak tak berbatu, sekitar 36 rikra dari tempat mereka mulai menuruni tangga tersebut.
"Sekarang, ayo kita mulai dari yang sebelah kanan dulu." Samin menunjuk ke arah petak jagung yang berada tepat di kanan mereka.
"Baik Kak" balas Yuraq.
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Percobaan pertama selalu kacau dan canggung.
Selama ini, Yuraq rajin membantu sang ayah dalam berladang. Namun, yang dia lakukan hanyalah membajak, tidak pernah mencabut gulma seperti ini. Oleh karena itu, tidak jarang Yuraq tidak sengaja memutuskan akar jagung itu, dan menginjak daunnya, dan merusak tanaman itu dengan cara lain. Sementara itu, Samin dengan sabar memperingati dan membimbing Yuraq.
"Ah, sialan. Yang ini keras banget." Yuraq baru saja menemukan setangkai gulma, di antara sisi-sisi 'rumput' berharga dengan daun lebar itu. Dibandingkan dengan sesamanya, gulma itu lebih tinggi dan daunnya lebih banyak. Yuraq berusaha menariknya sekuat namun selembut mungkin, namun gulma itu masih bandel, menempel di tanah dengan teguh. Samin yang melihat ini bergegas mendekati Yuraq dan berseru padanya.
"Wah! Wah! Tunggu Yuraq! Jangan gitu kamu injak daun jagungnya lagi tuh!"
Yuraq menoleh ke melakang, mendapati daun lebar yang gelap itu berada di bawah sol sandalnya. Dengan refleks gadis itu mengangkat kakinya. "Wah! Maaf!"
"Gini loh, Yuraq." Samin segera mengambil Gulma itu dari tangan Yuraq. "Kamu harus..."
Samin menjelaskan pada Yuraq panjang lebar mengenai cara mencabut gulma tersebut, sambil memegang erat tumbuhan hama itu dan memutar-mutar batangnya. Tak lama kemudian, gulma itu berhasil dicabut oleh Samin hingga ke akar. Mereka berdua kagum dengan akarnya yang lebat akan serabut dan sudah lebih panjang dari telapak tangan mereka.
"Wah yang ini parah sih" komentar Samin. "Untung kita buruan cabut."
ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ
Setelah beberapa kali melakukan kesalahan, seperti memutus akar tanaman, menginjak daun tanaman, dan tindakan merusak yang tak disengaja lainnya, Yuraq menjadi lebih hati-hati dalam mencabut tumbuhan hama yang berkeliaran. Dia tidak lagi menjadi bahaya bagi tanaman jagung yang buruh-buruh tani ini rawat. Pekerjaan yang awalnya menakutkan, susah, dan membuat cemas itu, kini menjadi mudah yang menenangkan bagi gadis muda itu.
Meskipun demikian, pekerjaan itu bukannya tidak melelahkan.
Matahari sudah berada di tengah jalan menuju zenit yang berada di atas kepala semua orang. Sepasang buruh tani itu memutuskan untuk duduk di pinggiran petak yang berbatu-batu. Keringat mengucur dari badan Yuraq dan Samin.
Di saat istirahat itu, Yuraq dapat merasakan perutnya bergetar. Dia memang belum makan tadi pagi. Sementara itu, Samin yang duduk di sisi kirinya sedang merogoh sesuatu dari dalam kantongnya yang melingkari badannya dari bahu kiri ke pinggul kanan. Kantong kain berwarna sawo tua itu cukup besar untuk memuat tangan wanita tersebut.
Akhirnya, wanita muda tersebut menunjukkan pada Yuraq apa yang ada di dalam kantongnya, yaitu beberapa potong dendeng. Dia menyuguhi gadis muda itu 4 potong dendeng di tangan kanannya.
"Mau?"
Dengan agak gugup, Yuraq meraih potongan dendeng itu, mengambil keempatnya dari tangan Samin. "Makasih." Yuraq pun mulai meletakkan salah satunya pada mulutnya.
Dalam hati, gadis muda itu mengharap dirinya mendapat hidangan penuh, bukan sekadar cemilan seperti ini. Meskipun demikian...
"Setidaknya aku dikasih makanan gratis di sini" pikir Yuraq. "Ini sudah lebih dari cukup."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen4U.Com